PENURUNAN SIMPTOM DELUSI PADA PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID MELALUI PELATIHAN METAKOGNITIF

 Oleh: Menur Widilaksmi
ABSTRACT
Schizophrenia is a severe mental disorder that is characterized by a disturbance in thinking, perception, emotion, behavior, and communication. Disturbances in thinking can lead to false beliefs that cause the emergence of delusions . Delusions is quite prominent experienced by individual with paranoid schizophrenia disorder. Delusions associated with the inability to integrate the existing  perception with previous knowledge stored in memory.  Cognitive approach  involved metacognition that can overcome the problem of thinking disturbance in  schizophrenia disorder. Matacognition refers to people cognition about cognitive phenomena. The idea is that some cognitive states and processess. Metacognition is knowledge that concern with one’s own cognitive processes or anything related to them. This study used small N experiment with AB design. The data in this study were analyzed by using visual inspection supported by qualitative description. The results showed that metacognitive training can reduce the symptoms of delusions and enhance partisipant’s etacognitive skills. 
Key  words: delusion, metacognitive, paranoid schizophrenia

PENGANTAR
Skizofrenia adalah salah satu jenis dari gangguan psikotik.  Skizofrenia banyak ditemui dalam praktek klinis di rumah sakit jiwa.  Populasi skizofrenia di dunia sekitar 1% (Arnold & Trojanowski, 1996; Chumakov et al., 2002; Sharafi, 2005), sedangkan di Indonesia  diperkirakan ada satu orang dari setiap 1000 orang menderita skizofrenia ( “Jumlah  Penderita”,  2008).  Prevalensi skizofrenia hampir sama pada kelompok budaya yang berbeda (Chumakov et al., 2002) dan dapat terjadi pada setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Gangguan skizofrenia  biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa awal.  Usia puncak  kemunculan skizofrenia pada laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun,  sedangkan pada perempuan adalah pada usia 25 sampai 35 tahun (Kaplan & Sadock, 1997). Kemunculan gangguan skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. Laki-laki lebih terganggu oleh gejala negatif daripada  perempuan dan  perempuan memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki (Bennett, 2006; Daley & Salloum, 2001; Stirling & Hellewell, 1999). Oleh karena itu, wanita penderita skizofrenia akan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik daripada laki-laki. 
Istilah skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh Emil Kraeplin dan Eugen Bleuler (Alloy, Riskind, & Manos, 2005; Kring, Davison, Neale, & Johnson, 2007). Kraeplin  (dalam Alloy,  et al., 2005)  menjelaskan  dementia praecox sebagai bentuk awal skizofrenia yang terdiri dari  beberapa konsep  diagnosis paranoid, katatonik, dan hebefrenik.  Selanjutnya Eugen Bleuler  (Kring, et al., 2007) menjelaskan gangguan itu sebagai schizophrenia, dimana schizein  berarti pecah atau kacau dan  phren yang berarti pikiran. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993). Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang  dikarakteristikkan dengan adanya gangguan dalam berpikir, persepsi, emosi, perilaku, dan komunikasi (Alloy, et al., 2005; Halgin & Whitbourne, 2005; Kring, et al., 2006). Selain itu juga melibatkan gangguan dalam perasaan, motivasi, dan fungsi interpersonal (Halgin & Whitbourne, 2005).  Penderita skizofrenia biasanya akan menarik diri dari orang lain dan kehidupan nyatanya, bahkan mengarah ke fantasi hidup (Kring,  et al., 2007) Skizofrenia ada beberapa jenis, yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia simpleks ( Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993; Stirling & Hellewell, 1999), skizofrenia tak terinci, skizofrenia residual, skizofrenia lainnya, dan depresi pasca-skizofrenia  (Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993). Setiap jenis skizofrenia memiliki ciri-ciri yang menonjol dan berbeda satu sama lainnya. Skizofrenia paranoid setidaknya harus memiliki halusinasi dan atau waham yang menonjol, gangguan afektif atau dorongan kehendak serta pembicaraan. Skizofrenia hebefrenik antara lain memiliki gambaran khas adanya kecenderungan untuk selalu menyendiri, afek tidak wajar, cekikikan, senyum sendiri, serta pembicaraan yang tak menentu.
Skizofrenia katatonik antara lain didominasi oleh perilaku stupor (reaktivitas gerakan dan aktivitas spontan amat berkurang), gaduh-gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu, serta rigiditas atau kekakuan posisi tubuh. Skizofrenia tak terinci merupakan diagnosis yang diberikan ketika tidak ada kriteria yang dapat terpenuhi untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Skizofrenia residual  dapat ditegakkan ketika gejala negatif masih menonjol, ada riwayat sedikitnya satu episode psikotik, dan melewati kurun waktu satu tahun.