Oleh: ZAENAL MUSTOFA
ABSTRAK
Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam
masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat
mengatur (relegen/anvullen recht) dan peraturan hukum yang
bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat dan
mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam aturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar
peraturan hukum yang ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang
dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah
sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat, untuk menjaga agar
peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh
anggota masyarakat.
Meskipun
peraturan-peraturan telah dikeluarkan, masih ada saja yang melanggar, misalnya
dalam hal penganiayaan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 351-358 serta dalam
tindak pembunuhan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 338-350. Terhadap para
pelaku tentu saja dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
Di
Indonesia sendiri terdapat berbagai macam sistem hukum, baik itu diberlakukan
secara resmi atau sebatas norma kemasyarakatan. Di antara sistem-sistem hukum
tersebut adalah hukum positif serta hukum Islam. Kedua sistem hukum ini memuat
berbagai macam peraturan dengan tujuan mewujudkan keamanan, ketertiban, serta
kemaslahatan umum.
Seiring
dengan perkembangan zaman yang membawa dampak di berbagai bidang, banyak sekali
terjadi kasus pelanggaran hukum yang berlaku. Setiap hari terdengar
penganiayaan maupun pembunuhan, baik melalui media elektronik ataupun media
cetak. Lebih parah lagi, perempuan yang selama ini dianggap lemah selalu saja
menjadi sasaran (obyek) kejahatan.
Sebenarnya
sejauh manakah hukum Islam maupun hukum positif mengatur hal ini, terutama
mengenai delik penganiayaan serta pembunuhan? Kemudian jika melihat banyaknya
kasus pembunuhan janin yang sangat memprihatinkan akhir-akhir ini, maka perlu
adanya peraturan yang jelas dan tegas untuk mengatasinya.
Dengan
melihat ketentuan yang ada dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana
positif, dapat diketahui sejauh mana kedua sistem tersebut mengatur tentang
penganiayaan maupun pembunuhan secara umum untuk dapat digunakan memecahkan
sebuah kasus yang khusus. Dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadp ibu
hamil yang mengakibatkan kematian janin.
Sesuai
dengan peraturan yang ada, hukum pidana Islam mengatur penganiayaan serta
pembunuhan sebagai jara’im al-qisas, kedua jenis jarimah tersebut
memiliki pembagian tersendiri, yang didasarkan pada al-Qur'an ataupun
as-Sunnah. Setiap pembagian tersebut memiliki sanksi pidana tertentu pula.
Dalam hukum pidana Islam sanksi hukuman yang dikenakan untuk tindak
penganiayaan dan pembunuhan adalah qisas, diyat, ta’zir
serta kifarah.
Sedangkan
mengenai pembunuhan janin dalam perut ibunya hukum pidana Islam menentukannya
sebagai sebuah pembunuhan yang bersanksikan gurrah, yaitu semacam
hukuman diyat yang besarnya adalah lima
ratus dirham yang dibayarkan kepada si ibu atau keluarga mereka.
Hukum
pidana positif juga membagi penganiayaan dan pembunuhan menjadi beberapa bagian
sesuai dengan berat ringannya perbuatan serta akibat yang ditimbulkan.
Pembagian tersebut berdampak pula dalam pemberian pidananya. Hukuman yang
berlaku untuk tindak penganiayaan adalah hukuman penjara. Begitu pula dalam
pembunuhan, kecuali pada pembunuhan berencana, yaitu diancam dengan hukuman
mati.
Sedang
membunuh janin dalam kandungan menurut KUHP bisa dikatagorikan sebagai
penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dengtan pengertian luka berat sesuai
dengan Pasal 90 KUHP, atau juga dikatagorikan sebagai pengguguran kandungan
yang dilakukan oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu seperti diatur dalam
Pasal 347 KUHP. Masing-masing katagori tersebut tentunya memiliki ancaman
pidana yang berbeda.Selengkapnya..