A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan pasal 1
Undang–Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek (butir 13) dan Efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang,
unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan
setiap derivatif dari efek (butir 5).
Pasar modal terdiri dari
pasar primer/perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market).
Pasar primer adalah pasar untuk surat-surat berharga yang baru diterbitkan.
Pada pasar ini dana berasal dari arus penjualan surat berharga atau sekuritas (security)
baru dari pembeli sekuritas (disebut investor) kepada perusahaan yang
menerbitkan sekuritas (disebut emiten). Sedangkan pasar sekunder yaitu pasar
perdagangan surat berharga yang sudah ada (sekuritas lama) di bursa efek. Uang
yang mengalir dari transaksi ini tidak lagi mengalir ke perusahaan penerbit
efek tetapi hanya mengalir dari pemegang sekuritas yang satu kepada pemegang sekuritas yang lain (Martono
dan Harjito, 2003).
Proses perdagangan efek-efek tersebut dilakukan
disuatu wadah yang biasa disebut dengan bursa efek. Bursa efek adalah pihak
yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan untuk
memperdagangkan efek-efek antara mereka. Di Indonesia saat ini terdapat 2 Bursa
Efek yang memperoleh izin usaha dari BAPEPAM, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Kondisi perekonomian
suatu negara yang sehat dapat dilihat salah satunya dari kondisi pasar modalnya
apakah efisien atau tidak. Efisiensi pasar modal tersebut dapat diuji dengan
cara melihat bagaimana reaksi investor di pasar atas informasi yang
dipublikasikan, misalnya informasi tentang tindakan korporat dari emiten yang
tercatat di bursa.
Tindakan korporat
merupakan berita yang umumnya menyedot perhatian pihak-pihak terkait di pasar
modal khususnya para pemegang saham. Pada umumya tindakan korporat atau
yang sering juga disebut dengan corporate action ini memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kepentingan pemegang saham, diantaranya terhadap
jumlah saham yang beredar, komposisi kepemilikan saham, jumlah saham yang
dipegang pemegang saham, serta pengaruhnya terhadap pergerakan harga saham
(Darmadji dan Fakhruddin, 2001).
Keputusan
tindakan korporat ini harus disetujui dalam suatu rapat umum baik rapat umum
pemegang saham (RUPS) maupun rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).
Alasan emiten melakukan tindakan korporat dalam rangka memenuhi tujuan tertentu
seperti meningkatkan modal perusahaan, meningkatkan likuiditas perdagangan
saham, atau untuk memaksimumkan nilai perusahaannya.
Tindakan korporat yang
dilakukan oleh perusahaan secara umum terdiri dari dua bagian, yaitu: pertama
yang melibatkan cash flow seperti menambah utang, menambah modal atau
membayar dividen dan kedua adalah tindakan korporat yang tidak melibatkan cash
flow seperti stock split, stock dividends dan saham bonus
(Setyawasih, 2004). Meskipun demikian, peristiwa tersebut (salah satunya stock
split) merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal (dalam
Khomsiyah dan Sulistyo, 2001).
Tujuan investor dalam
berinvestasi adalah untuk memaksimalkan return (yield) dengan
mempertimbangkan atau memperhatikan risiko–risiko yang akan dihadapinya dimasa
yang akan datang sebagai dampak dari investasi yang dilakukannya. Dalam usaha
untuk mendapatkan dana perusahaan banyak melakukan kegiatan atau aktivitas
salah satunya adalah kebijakan pemecahan saham (stock split) yang
merupakan bagian dari kebijakan dividen.
Tujuan
umum dari pemecahan saham adalah penurunan harga saham sehingga dapat
terjangkau oleh investor yang memiliki modal kecil dan membuat saham lebih
likuid diperdagangkan. Tindakan pemecahan saham ini akan menimbulkan
fatamorgana bagi investor dimana investor akan merasa seolah-olah menjadi
makmur karena memegang saham dalam jumlah yang besar tanpa mengubah besarnya
modal (modal tetap). Meskipun secara teoritis nilai saham yang kita miliki
nilainya sama setelah pemecahan, namun dalam praktik di pasar modal apabila
perusahaan tersebut kinerjanya bagus, maka harga akan meningkat lebih cepat,
dalam artian keuntungan yang diperoleh akan lebih besar (Setyawasih, 2004).
Berdasarkan signalling
theory pengumuman pemecahan saham dianggap sebagai sinyal yang diberikan
oleh manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di masa
depan (dalam Khomsiyah dan Sulistyo, 2001). Pemecahan saham ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kelebihan dana dan mempunyai prospek
yang bagus, karena kebijakan pemecahan saham ini memerlukan biaya (Copeland,
1979) (dalam Marwata, 2001). Jadi, dengan kata lain perusahaan yang melakukan
pemecahan saham adalah perusahaan yang mempunyai keadaan keuangan yang bagus.
B. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah ada perbedaan
kinerja perusahaan yang melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak
melakukan pemecahan saham?