Ibnu 'Araby dikenal luas sebagai
ulama besar yang banyak pengaruhnya dalam percaturan intelektualisme Islam. Ia
memiliki sisi kehidupan unik, filsuf besar, ahli tafsir paling teosofik, dan
imam para filsuf sufi setelah Hujjatul Islam al-Ghazali. Lahir pada 17 Ramadhan
560 H/29 Juli 1165 M, di Kota Marsia, ibukota Andalusia Timur (kini Spanyol),
Ibnu 'Araby bernama lengkap Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin
Abdullah bin Hatim. Ia biasa dipanggil dengan nama Abu Bakr, Abu Muhammad dan
Abu Abdullah. Namun gelarnya yang terkenal adalah Ibnu 'Araby Muhyiddin, dan
al-Hatamy. Ia juga mendapat gelar sebagai Syeikhul Akbar, dan Sang Kibritul
Ahmar.
Tumbuh besar di tengah-tengah
keluarga sufi, ayahnya tergolong seorang ahli zuhud, sangat keras menentang
hawa nafsu dan materialisme, menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan. Sikap
demikian kelak ditanamkan kuat pada anak-anaknya, tak terkecuali Ibnu 'Araby.
Sementara ibunya bernama Nurul Anshariyah. Pada 568 H keluarganya pindah dari
Marsia ke Isybilia.
Perpindahan inilah menjadi awal
sejarah yang mengubah kehidupan intelektualisme 'Araby kelak; terjadi
transformasi pengetahuan dan kepribadian Ibnu 'Araby. Kepribadian sufi,
intelektualisme filosofis, fikih dan sastra. Karena itu, tidak heran jika ia
kemudian dikenal bukan saja sebagai ahli dan pakar ilmu-ilmu Islam, tetapi juga
ahli dalam bidang astrologi dan kosmologi.
Meski Ibnu 'Araby belajar pada
banyak ulama, seperti Abu Bakr bin Muhammad bin Khalaf al-Lakhmy, Abul Qasim
asy-Syarrath, dan Ahmad bin Abi Hamzah untuk pelajaran Alquran dan Qira'ahnya,
serta kepada Ali bin Muhammad ibnul Haq al-Isybili, Ibnu Zarqun al-Anshary dan
Abdul Mun'im al-Khazrajy, untuk masalah fikih dan hadis madzhab Imam Malik dan
Ibnu Hazm Adz-Dzahiry, Ibnu 'Araby sama sekali tidak bertaklid kepada mereka.
Bahkan ia sendiri menolak keras taklid.
Ibnu 'Araby membangun metodologi
orisinal dalam menafsirkan Alquran dan Sunnah yang berbeda dengan metode yang
ditempuh para pendahulunya. Hampir seluruh penafsirannya diwarnai dengan penafsiran
teosofik yang sangat cemerlang. "Kami menempuh metode pemahaman
kalimat-kalimat yang ada itu dengan hati kosong dari kontemplasi pemikiran.
Kami bermunajat dan dialog dengan
Allah di atas hamparan adab, muraqabah, hudhur dan bersedia diri untuk menerima
apa yang datang dari-Nya, sehingga Al-Haq benar-benar melimpahkan ajaran bagi
kami untuk membuka tirai dan hakikat... dan semoga Allah memberikan pengetahuan
kepada kalian semua..." ujar Ibnu 'Araby suatu kali.
JALAN TENGAH
Pada perjalanan intelektualismenya,
Ibnu 'Araby akhirnya menempuh jalan halaqah sufi (tarekat) dari beberapa
syeikhnya. Setidaknya, ini terlihat dari apa yang ia tulis dalam salah satu
karya monumentalnya Al-Futuhatul Makkiyah, yang sarat dengan permasalahan
sufisme dari beberapa syeikh yang memiliki disiplin spiritual beragam. Pilihan
ini juga yang membuat ia tak menyukai kehidupan duniawi, sebaliknya lebih
memusatkan pada perhatian ukhrawi.
Untuk kepentingan ini, ia tak
jarang melanglang buana demi menuntut ilmu. Ia menemui para tokoh arif dan
jujur untuk bertukar dan menimba ilmu dari ulama tersebut. Tidak mengherankan
bila dalam usia yang sangat muda, 20 tahun, Ibnu 'Araby telah menjadi sufi
terkenal.
Menurutnya, tarekat sufi dibangun
di atas empat cabang, yakni: Bawa'its (instrumen yang membangkitkan jiwa
spiritual); Dawa'i (pilar pendorong ruhani jiwa); Akhlaq, dan Hakikat-hakikat.
Sementara komponen pendorongnya ada tiga hak. Pertama, hak Allah, adalah hak
untuk disembah oleh hamba-Nya dan tidak dimusyriki sedikitpun. Kedua, hak hamba
terhadap sesamanya, yakni hak untuk mencegah derita terhadap sesama, dan
menciptakan kebajikan pada mereka. Ketiga, hak hamba terhadap diri sendiri,
yaitu menempuh jalan (tarekat) yang di dalamnya kebahagiaan dan keselamatannya.
Pada hak Allah (hak pertama),
dapat dilacak secara sempurna pada seluruh karya Ibnu 'Araby. Di sini, tauhid
dijadikan sebagai konsumsi, iman sebagai cahaya hati, dan Alquran sebagai
akhlaknya. Lalu naik ke tahap yang tak ada lagi selain al-Haq, yakni Allah SWT.
Karakter Ibnu 'Araby senantiasa naik dan naik ke wilayah yang luhur. Kuncinya
senantiasa bertambah rindu, dan hatinya jernih semata hanya bagi al-Haq.
Sementara rahasia batinnya
bermukim menyertai-Nya, tak ada yang lain yang menyibukkan dirinya kecuali
Tuhannya. Ibnu 'Araby menggunakan kendaraan mahabbah (kecintaan), bermadzhab
ma'rifah, dan ber-wushul tauhid. Ubudiyah dan iman satu-satunya dalam pandangan
'Araby hanyalah kepada Allah Yang Esa dan Mahakuasa, Yang Suci dari pertemanan
dan peranakan.
Sementara hak sesama makhluk, ia
mengambil jalan taubat dan mujahadah jiwa, serta lari kepada-Nya. Ia gelisah
ketika kosong atas tindakan kebajikan yang diberikan Allah, sebagai jalan
mahabbah dan mencari ridha-Nya. Hak ini bersumber pada ungkapan ruhani dimana
semesta alam yang ada di hadapannya merupakan penampilan al-Haq. Seluruh
semesta bertasbih pada Sang Khaliq, dan menyaksikan kebesaran-Nya. Hak terhadap
diri sendiri adalah menempuh kewajiban agar sampai pada tingkah laku ruhani
dengan cara berakhlak yang dilandaskan pada sifat-sifat al-Haq, dan upaya
penyucian dalam taman Zat-Nya.
KONTROVERSIAL
Meski demikian, tak sedikit yang menilai pandangan-pandangan filsafat tasawuf Ibnu 'Araby, terutama kaum fuqaha' dan ahli hadis, sebagai sangat kontroversial. Sebut saja, misalnya, teorinya tentang Wahdatul Wujud yang dianggap condong pada pantheisme. Salah satu sebabnya adalah lantaran dalam karya-karyanya itu Ibnu 'Araby banyak menggunakan bahasa-bahasa simbolik yang sulit dimengerti khususnya kalangan awam. Karenanya, tidak sedikit yang mengganggap 'Araby telah kufur, misalnya Ibnu Taymiyah, dan beberapa pengikutnya yang menilainya sebaga 'kafir'.
Meski demikian, tak sedikit yang menilai pandangan-pandangan filsafat tasawuf Ibnu 'Araby, terutama kaum fuqaha' dan ahli hadis, sebagai sangat kontroversial. Sebut saja, misalnya, teorinya tentang Wahdatul Wujud yang dianggap condong pada pantheisme. Salah satu sebabnya adalah lantaran dalam karya-karyanya itu Ibnu 'Araby banyak menggunakan bahasa-bahasa simbolik yang sulit dimengerti khususnya kalangan awam. Karenanya, tidak sedikit yang mengganggap 'Araby telah kufur, misalnya Ibnu Taymiyah, dan beberapa pengikutnya yang menilainya sebaga 'kafir'.
Memang pada akhirnya, Ibnu
Taimiyah menerima pandangan Ibnu 'Araby setelah bertemu dengan Taqyuddin Ibnu
Athaillah as-Sakandari asy-Syadzily di sebuah masjid di Kairo, yang menjelaskan
makna-makna metafora Ibnu 'Araby. "Kalau begitu yang sesat itu adalah
pandangan pengikut Ibnu 'Araby yang tidak memahami makna sebenarnya,"
komentar Ibnu Taimiyah.
Di Indonesia, ketersesatan
memahami Ibnu 'Araby juga terjadi khususnya di Jawa, ketika aliran kebatinan
Jawa Singkretik dengan tasawuf Ibnu 'Araby. Diskursus Manunggaling Kawula Gusti
telah membuat penafsiran yang menyesatkan di kebatinan Jawa, yang sama sekali
tidak pantas untuk dikaitkan dengan Wahdatul Wujud-nya Ibnu 'Araby. Bahkan di
pulau padat penduduk ini, sudah melesat ke arah kepentingan jargon politik yang
menindas atas nama Tuhan. Karena itulah, untuk memahami karya-karya dan wacana
Ibnu 'Araby, harus disertai tarekat secara penuh, komprehensif dan iluminatif.
Menurut penelitian para ulama dan
orientalis, Ibnu Araby mempunyai sedikitnya 560 kitab dalam berbagai disiplin
ilmu keagamaan dan umum. Malah ada yang mengatakan, termasuk risalah-risalah
kecilnya, mencapai 2.000 judul. Kitab tafsirnya yang terkenal adalah Tafsir
al-Kabir yang terdiri 90 jilid, dan ensiklopedi tentang penafsiran sufistik,
yang paling masyhur, yakni Futuhatul Makkiyah (8 jilid), serta Futuhatul
Madaniyah. Sementara karya yang tergolong paling sulit dan penuh metafora adalah
Fushushul Hikam. Dalam lentera karya dan pemikirannya itulah, ia begitu kuat
mewarnai dunia intelektualisme Islam universaL
++++++++++++++++++++++++++++++
KLIK JUGA++++++++++++++++++++++++++++++
3. Apa-apa yang Dibutuhkan Pejalan
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Araby
5. http://biografiparasufi.wordpress.com/tag/ibnu-araby/
6. http://walijo.com/ibn-arabi-sufi-dari-andalusia-spanyol/
7. http://www.angelfire.com/journal/suluk/arabi.htm
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Araby
5. http://biografiparasufi.wordpress.com/tag/ibnu-araby/
6. http://walijo.com/ibn-arabi-sufi-dari-andalusia-spanyol/
7. http://www.angelfire.com/journal/suluk/arabi.htm