|
Mereka Bilang Saya Monyet? |
Mereka Bilang, Saya Monyet! (selanjutnya disingkat MBSM) merupakan film yang diangkat dari dua cerpen, yaitu Lintah dan Melukis Jendela. Keunikan dalam t ransformasi tersebut adalah dua ke dalam satu, dua cerita ke dalam satu cerita. Hasilnya adalah sebuah film posmodern dan kaya akan perubahan signifikan. Penelitian berjudul “Transformasi Politis Filmisasi Sastra Indonesia: Kajian Ekranisasi Cerpen Lintah dan Melukis Jendela ke dalam Film Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu dalam Perspektif Posmodernisme Hutcheon” ini berusaha mendeskripsi perubahan-perubahan yang ada serta mengkaji aspek ideologis-politis dari perubahan yang tersebut. Teori ekranisasi yang diungkapkan Eneste (1991) menyebutkan bahwa dalam pelayarputihan akan sela lu muncul perubahan-perubahan. Ekranisasi juga diartikan sebagai proses perubahan. Perubahan yang mungkin terjadi dalam ekranisasi adalah penciutan/pemotongan, penambahan, serta perubahan dengan variasi. Teori tersebut digunakan untuk menemukan perubahan-perubahan yang muncul dalam transformasi karya yang menjadi objek materi dalam penelitian ini. Selanjutnya dengan perspektif posmodernisme Hutcheon (1991) , penelitian dilanjutkan untuk mengkaji aspek ideologis-politis dalam representasi yang ada. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, perubahan signifikan yang muncul dalam transformasi karya tersebut meliputi perubahan tokoh utama dari kecil menjadi besar, penciptaan tokoh-tokoh baru, perubahan karakter tokoh, perubahan latar cerita, serta perubahan alur cerita. Kedua, transformasi tersebut menghasilkan sebuah film posmodern . Posmodernitas film tersebut hadir dalam bentuk fragmentasi alur dan dualitas karakter tokoh utama . Ketiga, film MBSM, melalui representasi posmodernismenya , merupakan konter dominasi kekuasaan dari yang kuat terhadapyang lemah. Keempat, film MBSM menyerukan suara ideologi: penerobosan idealitas, penerobosan norma, serta pelarian dari beban masa lalu yang menghantui. Kelima, film MBSM merupakan respons terhadap wacana ‘sastra perkotaan’. MBSM, dengan representasinya , telah menyuarakan bahwa kenormalan atau idealitas merupakan produk kultural yang kerap digunakan sebagai pelabelan serta pelanggengan dominasi dan kekuasaan. Oleh karena itu, perlu ada penerimaan terhadap cara pandang yang berbeda sehingga tidak ada pengkutuban ideal-tidak ideal dan salah-benar.
Kata kunci: transformasi, ekranisasi, filmisasi, ideologi, dan politik posmodernisme, sastrawangi.