PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK USIA 6-12 TAHUN (Telaah Dalam Perspektif Islam)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Penegasan Istilah
Pada awal pembahasan judul skripsi ini, penulis mencoba untuk memberikan penegasan istilah terlebih dahulu. Hal demikian dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman arti dan maksud yang terkandung dalam judul skripsi ini.
Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan yaitu:
Pendidikan Seks
Pendidikan dapat diartikan "proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan dan latihan-latihan.[1]
Seks berasal dari bahasa inggris yang berarti kelamin dan biasanya diartikan hubungan kelamin antara pria dan wanita.[2] Sedangkan pendidikan seks mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya hal yang berhubungan dengan alat kelamin saja. Tapi mencakup segala upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan seks pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, serta komitmen agama agar tidak terjadi “penyalahgunaan” organ reproduksi tersebut.[3] Jadi pendidikan seks tidak hanya mengajarkan bersenggama, fungsi organ-organ kelamin dan kesehatan reproduksi saja tetapi disertai dengan muatan agama, agar tidak terjadi penyimpangan seksual.

Anak Usia 6-12 Tahun
Anak adalah manusia yang masih kecil.[4] Usia 6-12 tahun maksudnya usia yang sangat perlu pembiasaan dan latihan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai moral, terutama nilai agama.[5] Dengan kata lain anak usia sekolah dasar adalah masa anak, masa dimana anak mulai memasuki dunia baru yaitu dari dunia keluarga menuju masyarakat secara luas. Waktu anak itu lahir, dia merupakan "subyek dengan dunianya sendiri" yang melingkupi diri sendiri saja. Sedikit demi sedikit ia belajar mengenal dunia luar, mengenal obyek-obyek di luar dirinya, dengan jalan mengarahkan diri keluar, menuju kepada dunia objektif yang riil. Dalam fase inilah anak menceburkan diri ke dalam masyarakat luas; yaitu masyarakat di luar keluarga, taman kanak-kanak, sekolah, dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Oleh karenanya menurut Kartini Kartono anak usia sekolah dasar (6-12) tahun disebut juga masa (periode) intelektual, meliu sekolah akan memberikan pengaruh yang sangat besar kepada sang anak, baik sikap, tingkah laku, kepribadian maupun kebiasaan-kebiasaannya dalam pergaulan.[6] Adapun yang penulis maksudkan anak usia sekolah dasar adalah anak yang akan memasuki dunia remaja, sehingga perlu adanya pendidikan seks untuk disampaikan kepada anak-anak usia sekolah dasar sedini mungkin.
 
Perspektif Islam
Perspektif dapat diartikan peninjauan, tinjauan.[7] Dalam skripsi ini istilah perspektif diberi pengertian bagaimana pandangan atau bagaimana bila ditinjau dari segi pendidikan Islam.
Sedangkan pendidikan Islam menurut Sayid Sabiq, dalam kitabnya yang berjudul Islamuna yang dimaksud dengan pendidikan Islam ialah mempersiapkan anak baik dari segi jasmani, segi akal, dan segi rohaniya sehingga dia menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, baik untuk dirinya maupun bagi umatnya.[8]
Dalam pengertian yang lain, pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas dasar Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, bertujuan untuk membantu perkembangan manusia menjadi lebih baik. Pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan fitrah, (bartauhid).[9]
Dengan demikian yang dimaksud perspektif pendidikan Islam disini adalah bagaimana tinjauan Islam tentang pendidikan seks itu sendiri. Yaitu dengan mengoptimalkan peran pendidikan Islam dalam mengembangkan seseorang atau kelompok orang (anak didik) agar mampu berusaha, bertindak, dan berbuat untuk mempertahankan hak-haknya yang harus diperoleh secara adil sesuai dengan fitrahnya. Sehingga anak didik dapat bertanggung jawab atas perkembangan yang dihadapinya.
Dalam agama Islam, pendidikan seks tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan harus sepenuhnya dibangun di atas landasan agama. Dengan mengajarkan pendidikan seks yang demikian, diharapkan akan terbentuk individu remaja yang menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab, baik pria maupun wanita, sehingga mereka mampu berperilaku sesuai jenisnya, dan bertanggung jawab atas kesucian dirinya, serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.[10]
Islam memperhatikan bimbingan seksual bagi berbagai kelompok umur. Mengingat hal itu merupakan bagian dari program pendidikan yang integral, maka permulaan bimbingan ini berbeda antara satu fase dengan fase yang lain, dan dengan konsep dan metode yang sesuai dengan karakteristik setiap fase dari pertumbuhan kejiwaan kita. Apabila masa anak-anak terakhir luput dari aktivitas seksual yang disertai rangsangan, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu, maka terhadap fase ini Islam memberikan bimbingan pendahuluan yang bersifat pencegahan yang sudah tentu berbeda dari kaidah-kaidah bimbingan seksual bagi anak usia baligh. Hal itu karena adanya perbedaan yang besar menyangkut karakteristik masing-masing fase. Namun Islam menjadikan bimbingannya dalam dua fase tersebut Sebagai bimbingan yang integral (tak terpisahkan), yang satu bergantung pada yang lain.[11]

[1] Drs. Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi pertama (Jakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 353
[2] Ibid, hlm. 1355
[3] dr. Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Bagi remaja (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 2
[4] Maman S. Mahayana, Nuradji, Totok Suhardiyanto, Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hlm. 12
[5] Dr. Zakia Daradjat, Pembinaan Remaja (Jakarta: Bulan Bintang. Cet 1. tt), hlm. 128
[6] DR. Kartini-Kartono, Psikologi Anak, Psikologi Perkembangan (Bandung; Mandar Maju,1995) hlm. 133
[7] Pius A. Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya : Arkola, 1994), hlm. 592
[8] H. Abu Tauhid Ms, Mangun Budiyanto, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Sekretariat Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990) hlm. 11
[9] Drs. Hm. Chabib Thaha, MA., Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 25
[10] dr. Nina Surtiretna, op., cit, hlm. 5
[11] Yusuf Madani, Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hlm. 89-90