1. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain randomized pretest-posttest
control group design, yaitu partisipan
akan dibagi secara acak dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kontrol serta dilakukan pengukuran variabel tergantung sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan.
Variabel Tergantung : Resiliensi
Variabel Bebas : Pelatihan Manajemen Stres
2. PARTISIPAN PENELITIAN
Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini
berjumlah 30 orang remaja berusia 16-18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
yang mengalami peristiwa gempa dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam
sertakehilangan orang tuanya. Calon partisipan diminta mengisi lembar biodata
yang berisi beberapa aitem antara lain nama, tempat tanggal lahir, alamat,
cita-cita, hobi, dan data keluarga yang meninggal saat tsunami. Seleksi
partisipan juga dilakukan melalui observasi dan wawancara terhadap partisipan
dan pihak sekolah. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian juga merupakan
rekomendasi guru di sekolah yang mengetahui perkembangan remaja tersebut. Partisipan
penelitian terdiri dari partisipan uji coba modul pelatihan yang berjumlah 6
orang. Partisipan kelompok eksperimen berjumlah 15 orang dan kelompok kontrol
berjumlah 15 orang. Kelompok eksperimen (KE)
memperoleh perlakuan berupa pelatihan manajemen stres sementara kelompok kontrol (KK) tidak mendapatkan perlakuan secara bersamaan. Perlakuan untuk kelompok kontrol (KK) diberikan setelah proses pengukuran pasca perlakuan dilakukan.
memperoleh perlakuan berupa pelatihan manajemen stres sementara kelompok kontrol (KK) tidak mendapatkan perlakuan secara bersamaan. Perlakuan untuk kelompok kontrol (KK) diberikan setelah proses pengukuran pasca perlakuan dilakukan.
3. ALAT PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Lembar Informed
Consent
Lembar Informed Consent memuat penjelasan hak dan
kewajiban peneliti dan partisipan serta kerahasiaan yang bertujuan untuk
melindungi kedua belah pihak.
Lembar
Persetujuan Partisipan
Lembar Persetujuan Partisipan ini merupakan
kesepakatan bersama antara peneliti dan
partisipan dan juga sebagai tanda persetujuan untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
Skala
Resiliensi
Data mengenai resiliensi diperoleh dengan
mengumpulkan skala resiliensi yang disusun oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek yang dikemukakan Tarakeshwar, dkk., (2006), yaitu optimis, dukungan
sosial, religiusitas dan kebermaknaan dalam hidup. Skala ini juga disusun berdasarkan
kondisi remaja di Nanggroe Aceh Darussalam. Skala resiliensi yang digunakan
terdiri dari 19 aitem, dengan empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai
(SS), sesuai (S), tidaksesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Untuk
penilaian aitem yang bersifat favorable jawaban
SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 1.
Untuk aitem unfavorable, jawaban SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi
nilai 3 dan STS diberi nilai 4.
Lembar
monitor diri (self monitoring) untuk partisipan
Lembar monitor diri berfungsi sebagai cerminan diri partisipan, bagaimana
partisipan menilai dirinya, melakukan evaluasi dan memonitor dirinya. Hal ini
dilakukan selama proses pelatihan dan
dilanjutkan alam kehidupan sehari-hari.
Lembar
evaluasi teman (peer report).
Lembar evaluasi teman merupakan hasil penilaian
partisipan terhadap partisipan lainnya selama proses pelatihan. Lembar evaluasi teman ini juga memberikan masukan kepada partisipan
untuk kemajuan dirinya.
Lembar kerja
partisipan penelitian untuk masing-masing sesi pelatihan.
Lembar kerja tersebut adalah :
Lembar
”siapakah saya”
Lembar
kelebihan dan kekuranganku
Lembar
kata sifat I
Lembar
kata sifat II
Lembar
gejala stres
Lembar
kenali pikiran negatif
Lembar
pola pikir positif
Lembar
berfikir positif
Lembar
kerja cita-cita
Buku
harian
Pedoman
observasi pelatihan
Lembar observasi pelatihan memuat pedoman
observasiyang diisi oleh pengamat selama
proses pelatihan berlangsung. Lembar observasi juga digunakan sebagai evaluasi
proses pelatihan.
Pedoman
wawancara
Perlengkapan
audiovisual dan alat tulis
4. PERLAKUAN
Perlakuan yang diberikan berupa pelatihan
manajemenstres bertujuan untuk meningkatkan resiliensi remaja dengan memberikan
ketrampilan mengelola stres. Pelatihan diberikan kepada remaja penyintas
gempa dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam secara kelompok. Pelatihan
manajemen stres ini disusun berdasarkan konsep dari Antoni, dkk (2006); Carrico, dkk (2005); Iglesias,
dkk (2005), yang menggunakan perlakuan
manajemen stres dengan metode kognitif perilakuan yang memadukan antara
pendekatan kognitif dan relaksasi. Metode ini mengajarkan partisipan untuk
memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk menghadapi sumber stres dan mengajarkan teknik relaksasi. Selain itu,
metode ini juga mengajarkan untuk
memindahkan pikiran negatif menjadi positif, meningkatkan kesadaran terhadap
sumber stres dan gejalanya.
Modul pelatihan manajemen stres disusun oleh
peneliti dan dilengkapi dengan adaptasi modul pelatihan yang telah dilakukan
oleh Crisis Center Psikologi UGM
(2005-2006) di Nanggroe Aceh Darussalam.
Pelatihan manajemen stres diberikan pada kelompok eksperimen selama delapan
kali pertemuan (@ pertemuan = ± 2,5 jam), yakni mulai tanggal 24 Juli 2007 – 16
Agustus 2007 di Meulaboh (Nanggroe Aceh Darussalam). Pelatihan ini memerlukan
waktu yang cukup lama dengan tujuan agarpartisipan tidak merasa terbebani dan
kelelahan untuk setiap kali pertemuan, serta tidak terlalu mengganggu waktu
pelajaran partisipan. Pelatihan manajemen stres ini terdiri dari delapan kali
pertemuan, yaitu :
Pertemuan pertama terdiri dari dua
sesi yaitu perkenalan dan pengenalan program pelatihan. Pada pertemuan ini,
partisipan diajak untuk saling mengenal satu sama lainnya dan juga pihak-pihak
yang terlibat dalam pelatihan, seperti pelatih dan pengamat. Proses iniakan
membentuk kerja sama, kehangatan, keterbukaan dan kepercayaan. Setelah
perkenalan, pelatih menjelaskan mengenai program pelatihan dan bagaimana proses yang dijalani selama
pelatihan.
Pertemuan kedua adalah pengenalan
diri yang bertujuan agar partisipan lebih mengenal dirinya dan orang lain,
serta mampu mengungkapkan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Sesi ini
juga bertujuan agar partisipan mau mendapatkan umpan balik dari orang lain
tanpa adanya perasaan tersinggung. Mengenal potensi diri dapat membantu
individu untuk meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri sehingga
resiliensinya pun akan meningkat.
Pertemuan ketiga terdiri dari sesi
kenali emosi diri dan orang lain. Pada pertemuan
ini, partisipan diajak untuk mengenal emosi, baik positif maupun negatif yang
muncul pada diri sendiri dan juga emosi yang ada pada orang lain. Sesi ini juga
memiliki tujuan agar partisipanmampu mengungkapkan emosi yang dialaminya secara
verbal dan non verbal.Kondisi emosi yang dirasakan individu dapat mendukung
efikasi diri danmempengaruhi tingkat resiliensinya. Individu akan memiliki
tingkat resiliensi yang tinggi jika kehidupannya diwarnai dengan emosi-emosi
yang positif.
Pada pertemuan keempat, partisipan
diajak untuk mengenal stres,
gejala-gejala dan sumbernya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar partisipan mengenal
gejala-gejala yang dirasakan saat mengalami stres dan akan melakukan proses
adaptasi dan perilaku koping yang
positif dan efektif sehingga menjadi lebih konstruktif. Selain itu,
ditekankan pula bahwa kesalahan berfikir sering menjadi sumber munculnya stres, sehingga memunculkan perilaku yang
tidak adaptif dan negatif. Cognitive reframing dapat membantu individu untuk
meningkatkan resiliensinya.
Pertemuan kelima, partisipan
mendapatkan materi mengenai sikap
optimis yang harus dimiliki olehnya dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini
bertujuan agar partisipan bersikap optimis dalam menjalani kehidupannya dan
mampu menyusun rencana-rencana hidup ke depan. Sikap optimis memuat……………..
DOWNLOAD PDF
DOWNLOAD PDF