PENDIDIKAN SEKS DALAM KELUARGA DI ERA MODERN (Studi Pada Sepuluh Keluarga Yang Mempunyai Anak Remaja Perempuan Di Kelurahan Banguntapan,Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul)


ABSTRACT: Sexual education for adolescents to be one way to transfer all kinds of knowledge related to healthy sexuality, physical, psychological, and social order capable of preventing or reducing adolescent sexual abuse that have a negative impact. Parents as a source of information for a child's first sexual education should be delivered early and continuous. This study intends to find out the meaning of the parents towards sexual education for adolescent girls and how they implement these concepts. The method used in this study is a qualitative descriptive. This study uses the theory of social construction Berger and Luckmann and analysis of power Michel Foucault, with the presentation of the results and analysis of narrative. Informants in this study are grouped into key informants (community leaders) as much as two people, the key informants as many as 10 pairs of parents and 10 adolescents (girls from key informants) as an informant supporters. The results showed that the variation of meaning is affected by reserves of knowledge (stock of knowledge) that have each informant. The meanings of sex education, most of the skilled working class parents are limiting the meaning to something that can grow for teens terrified even one informant in this social class interpret it as a taboo and dangerous. Although the informants of social class is still limiting the meaning of sex education in being set apart in eliciting fear, but there has been a shift in resources to raise fears over the source of fear in which the logic of cause and effect on sexual behavior or religious spectacles. In the lower middle class family, meaning parents towards sex education is no longer constrained to give a sense of fear, but limited to the appearance of the responsibility to maintain the honor of their parents. While middle-class parents make sense of sexual education as something that can foster a sense of responsibility to keep the teenagers themselves. In the application, most of the skilled working class informants have less tendency to give their attention to the sexual problems of their children. Power relations are still strongly relies on parents as a center distance of the parents raise the child so that attention and a discussion of sexual issues with children is difficult to form. In the lower middle social classes, the implementation of sexual education based on the power of knowledge that are more productive and power relations that existed more spread out between parents and children so it is not always the foundation of the power lies in the elderly. In the middle class, power relations of parents with children who are no longer bring up the repressive atmosphere of the dialogue in the family. This encourages a form of attention and discussion of sexual problems than children who are more open to parents and vice versa.

INTISARI: Pendidikan seksual bagi remaja menjadi salah satu cara untuk mentransfer segala macam pengetahuan yang berkaitan dengan seksualitas yang sehat fisik, psikis, dan sosial agar remaja mampu mencegah ataupun mengurangi penyalahgunaan seks yang berdampak negatif. Orang tua sebagai sumber informasi pertama bagi seorang anak seharusnya menyampaikan pendidikan seksual sejak dini dan berkesinambungan. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pemaknaan orang tua terhadap pendidikan seksual bagi remaja perempuan serta bagaimana mereka melaksanakan konsep-konsep tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Studi ini menggunakan teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann serta analisis kuasa Michel Foucault, dengan penyajian hasil dan analisis berbentuk narasi. Informan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi informan kunci (tokoh masyarakat) sebanyak dua orang, informan utama sebanyak 10 pasang orang tua, dan 10 remaja (anak perempuan dari informan utama) sebagai informan pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi pemaknaan yang dipengaruhi oleh cadangan pengetahuan (stock of knowledge) yang dimiliki masing-masing informan. Dalam memaknai pendidikan seks, sebagian besar orang tua kelas pekerja trampil masih membatasi pemaknaan tersebut pada sesuatu yang dapat menumbuhkan ketakutan bagi anak remaja bahkan satu orang informan di kelas sosial ini memaknainya sebagai sesuatu yang tabu dan membahayakan. Meskipun para informan kelas sosial ini masih membatasi pemaknaan pendidikan seks pada sesuatu yang diperuntukkan dalam memunculkan ketakutan, tetapi telah ada pergeseran sumber untuk memunculkan ketakutan itu dimana sumber ketakutan lebih pada logika sebab akibat perilaku seksual ataupun pada kacamata religi. Di keluarga kelas menengah bawah, pemaknaan orang tua terhadap pendidikan seksual tidak lagi dibatasi memberi rasa takut tetapi dibatasi pada pemunculan tanggung jawab untuk menjaga kehormatan orang tua. Sedangkan orang tua kelas sosial menengah memaknai pendidikan seksual sebagai sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab anak remaja untuk menjaga dirinya sendiri. Dalam penerapan, sebagian besar informan kelas pekerja trampil mempunyai kecenderungan kurang memberikan perhatian mereka pada masalah seksual anak-anaknya. Relasi kuasa yang masih kuat bertumpu pada orang tua sebagai pusat memunculkan jarak orang tua dengan anak sehingga perhatian dan kesempatan diskusi masalah seksual dengan anak sulit terbentuk. Di kelas sosial menengah bawah, implementasi pendidikan seksual didasari oleh kuasa pengetahuan yang lebih bersifat produktif dan relasi kuasa yang terjalin lebih menyebar antara orang tua dengan anak sehingga tidak selalu tumpuan kuasa terletak pada orang tua. Pada kelas menengah, relasi kuasa orang tua dengan anak yang tidak lagi bersifat represif memunculkan suasana yang dialogis dalam keluarga. Hal ini mendorong bentuk perhatian dan diskusi masalah seksual yang lebih terbuka dari anak ke orang tua maupun sebaliknya.