ABSTRACT: Sexual education for adolescents to be one way to transfer all kinds of
knowledge related to healthy sexuality, physical, psychological, and social order
capable of preventing or reducing adolescent sexual abuse that have a negative
impact. Parents as a source of information for a child's first sexual education
should be delivered early and continuous.
This study intends to find out the meaning of the parents towards sexual
education for adolescent girls and how they implement these concepts. The
method used in this study is a qualitative descriptive. This study uses the theory of
social construction Berger and Luckmann and analysis of power Michel Foucault,
with the presentation of the results and analysis of narrative. Informants in this
study are grouped into key informants (community leaders) as much as two
people, the key informants as many as 10 pairs of parents and 10 adolescents
(girls from key informants) as an informant supporters.
The results showed that the variation of meaning is affected by reserves of
knowledge (stock of knowledge) that have each informant. The meanings of sex
education, most of the skilled working class parents are limiting the meaning to
something that can grow for teens terrified even one informant in this social class
interpret it as a taboo and dangerous. Although the informants of social class is
still limiting the meaning of sex education in being set apart in eliciting fear, but
there has been a shift in resources to raise fears over the source of fear in which
the logic of cause and effect on sexual behavior or religious spectacles. In the
lower middle class family, meaning parents towards sex education is no longer
constrained to give a sense of fear, but limited to the appearance of the
responsibility to maintain the honor of their parents. While middle-class parents
make sense of sexual education as something that can foster a sense of
responsibility to keep the teenagers themselves.
In the application, most of the skilled working class informants have less
tendency to give their attention to the sexual problems of their children. Power
relations are still strongly relies on parents as a center distance of the parents raise
the child so that attention and a discussion of sexual issues with children is
difficult to form. In the lower middle social classes, the implementation of sexual
education based on the power of knowledge that are more productive and power
relations that existed more spread out between parents and children so it is not
always the foundation of the power lies in the elderly. In the middle class, power
relations of parents with children who are no longer bring up the repressive
atmosphere of the dialogue in the family. This encourages a form of attention and
discussion of sexual problems than children who are more open to parents and
vice versa.
INTISARI: Pendidikan seksual bagi remaja menjadi salah satu cara untuk mentransfer
segala macam pengetahuan yang berkaitan dengan seksualitas yang sehat fisik,
psikis, dan sosial agar remaja mampu mencegah ataupun mengurangi
penyalahgunaan seks yang berdampak negatif. Orang tua sebagai sumber
informasi pertama bagi seorang anak seharusnya menyampaikan pendidikan
seksual sejak dini dan berkesinambungan.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pemaknaan orang tua terhadap
pendidikan seksual bagi remaja perempuan serta bagaimana mereka
melaksanakan konsep-konsep tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif. Studi ini menggunakan teori konstruksi sosial
Berger dan Luckmann serta analisis kuasa Michel Foucault, dengan penyajian
hasil dan analisis berbentuk narasi. Informan dalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi informan kunci (tokoh masyarakat) sebanyak dua orang, informan utama
sebanyak 10 pasang orang tua, dan 10 remaja (anak perempuan dari informan
utama) sebagai informan pendukung.
Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi pemaknaan yang dipengaruhi
oleh cadangan pengetahuan (stock of knowledge) yang dimiliki masing-masing
informan. Dalam memaknai pendidikan seks, sebagian besar orang tua kelas
pekerja trampil masih membatasi pemaknaan tersebut pada sesuatu yang dapat
menumbuhkan ketakutan bagi anak remaja bahkan satu orang informan di kelas
sosial ini memaknainya sebagai sesuatu yang tabu dan membahayakan. Meskipun
para informan kelas sosial ini masih membatasi pemaknaan pendidikan seks pada
sesuatu yang diperuntukkan dalam memunculkan ketakutan, tetapi telah ada
pergeseran sumber untuk memunculkan ketakutan itu dimana sumber ketakutan
lebih pada logika sebab akibat perilaku seksual ataupun pada kacamata religi. Di
keluarga kelas menengah bawah, pemaknaan orang tua terhadap pendidikan
seksual tidak lagi dibatasi memberi rasa takut tetapi dibatasi pada pemunculan
tanggung jawab untuk menjaga kehormatan orang tua. Sedangkan orang tua kelas
sosial menengah memaknai pendidikan seksual sebagai sesuatu yang dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab anak remaja untuk menjaga dirinya sendiri.
Dalam penerapan, sebagian besar informan kelas pekerja trampil
mempunyai kecenderungan kurang memberikan perhatian mereka pada masalah
seksual anak-anaknya. Relasi kuasa yang masih kuat bertumpu pada orang tua
sebagai pusat memunculkan jarak orang tua dengan anak sehingga perhatian dan
kesempatan diskusi masalah seksual dengan anak sulit terbentuk. Di kelas sosial
menengah bawah, implementasi pendidikan seksual didasari oleh kuasa
pengetahuan yang lebih bersifat produktif dan relasi kuasa yang terjalin lebih
menyebar antara orang tua dengan anak sehingga tidak selalu tumpuan kuasa
terletak pada orang tua. Pada kelas menengah, relasi kuasa orang tua dengan anak
yang tidak lagi bersifat represif memunculkan suasana yang dialogis dalam
keluarga. Hal ini mendorong bentuk perhatian dan diskusi masalah seksual yang
lebih terbuka dari anak ke orang tua maupun sebaliknya.