Judul Buku : The Quality
of Growth (Kualitas Pertumbuhan)
Penulis : Vinod Thomas,
dkk
Penerbit : PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta bekerjasama dengan Bank Dunia
Cetakan : Pertama, 2001
Tebal : xlv + 329 halaman
Bagi negara-negara dunia
ketiga pada umumnya, masalah pembangunan masih menjadi suatu agenda
panjang yang harus dituntaskan dengan penuh kesabaran. Betapa tidak,
di tengah suasana globalisasi yang diikuti dengan liberalisasi di
bidang ekonomi, negara dunia ketiga harus memacu produktivitas negara
dalam rangka menghadapi dunia global, bahkan di tengah-tengah gejolak
sosial-politik yang kadang tidak menentu. Kasus Indonesia cukup
menjadi contoh yang dapat dikemukakan. Setelah dalam pemerintahan
Orde Baru indikator ekonomi menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
cukup menakjubkan, tiba-tiba dalam empat tahun terakhir ini Indonesia
malah terpuruk dalam situasi ekonomi dan sosial-politik yang tidak
menentu.
Buku yang bertolak dari
penelitian terhadap pengalaman berbagai negara di dunia yang sedang
membangun dalam satu dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa selama
ini beberapa negara di dunia tidak mengindahkan dimensi kualitatif
dari pembangunan atau pertumbuhan, sehingga tingkat pertumbuhan yang
dicapai sebenarnya bersifat semu dan rentan terhadap gonjangan
ekonomi global. Juga dikatakan bahwa perlu juga diamati bagaimana
cara pertumbuhan (ekonomi) suatu negara itu dicapai, karena itu akan
amat berpengaruh terhadap hasil dan daya tahan (volatilitas) kondisi
ekonomi suatu negara.
* * *
Pertumbuhan beberapa
negara dunia pada umumnya yang telah dicapai memang cukup bagus.
Tingkat harapan hidup di negara berkembang sudah meningkat, demikian
juga tingkat pendidikan maupun akses terhadap informasi dan
pengetahuan. Tapi di sisi lain di banyak negara juga terjadi ancaman
pengangguran yang melimpah, jurang kemiskinan yang semakin melebar,
atau kerusakan lingkungan yang nyaris tak tertangani secara serius.
Itu semua diperkirakan
akan cukup menjadi hambatan yang berat terhadap proses pembangunan di
masa depan. Generasi dunia mendatang akan mengalami kesulitan yang
cukup luar biasa menyangkut ketersediaan sumber daya alam. Demikian
juga kaum miskin, yang rentan terampas kesempatannya untuk hidup
lebih baik akibat arus liberalisasi dan globalisasi ekonomi.
Buku ini menegaskan bahwa
jalan keluar yang patut diajukan adalah dengan merancang suatu model
pembangunan yang tidak hanya mengandalkan kuantitas pertumbuhan, tapi
juga kualitas pertumbuhan. Kerangka kerja pembangunan harus bersifat
komprehensif, tidak hanya dimensi kuantitatif, tapi juga dimensi
kualitatif sehingga hasilnya bersifat lengkap dan melibatkan
aspek-aspek struktural, manusia, sosial, dan lingkungan dari suatu
proses pertumbuhan.
Secara lebih spesifik,
pandangan atas sisi kuantitatif dan kualitatif proses pertumbuhan
secara serentak ini mengarahkan sorotannya kepada tiga prinsip kunci
bagi negara sedang berkembang maupun negara maju. Yaitu: berfokus
pada semua aset, baik modal fisik, manusia, dan alam; menyelesaikan
aspek-aspek distributif sepanjang waktu; dan menekankan kerangka
kerja institusional bagi pemerintahan yang baik.
Pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat di satu sisi juga mendapat kontribusi dari
modal manusia, modal alam, dan modal fisik produktif. Perhatian dan
perlindungan kesinambungan aset-aset utama ini patut dijaga mengingat
pembangunan secara dasariah harus bersifat berkelanjutan. Menurut
sebuah catatan, untuk dunia sedang berkembang, berkurangnya modal
alam (hutan, energi, barang tambang) dan kerusakan emisi karbon
dioksida diestimasi sebesar 5,8 persen dari PDB.
Demikian pula investasi
di bidang sumber daya manusia penting diperhatikan. Pengalaman
Republik Korea berkaitan dengan hal ini patut menjadi contoh. Dimulai
dengan ekonomi yang tercabik dan miskinnya sumber daya alam, pada
akhir 1950-an Korea mempunyai PDB tahunan per kapita hanya sedikit di
atas US$ 500, berdasarkan dolar paritas daya beli tahun 1980.
Kemudian PDB per kapita berlipat ganda dalam masing-masing dari tiga
dasawarsa berikutnya, yang didorong oleh pertumbuhan berorientasi
ekspor dan berbasis relatif luas. Investasi Korea dalam bidang
pendidikan adalah sebesar 3,4 persen dari PNB (GNP), yang sepertiga
di antaranya untuk pendidikan dasar.
Sementara itu, aspek
distributif dari pembangunan atau pertumbuhan yang patut diperhatikan
dimaksudkan untuk membuka peluang-peluang sosial bagi seluruh
partisipasi masyarakat—terutama kaum miskin—dalam proses
pembangunan. Sektor-sektor penting yang dapat memberdayakan kaum
miskin harus terbuka aksesnya lebar-lebar: pendidikan, keterampilan,
teknologi, pekerjaan, keadilan, dan sebagainya. Tujuan utama dari
prinsip ini adalah agar pertumbuhan yang sedang berlangsung dapat
memiliki dampak terhadap pengurangan kemiskinan, dan aset kaum miskin
dapat diperbesar. Langkah menuju tujuan ini dilakukan dengan
melakukan investasi dalam aset baru (terutama dalam bidang modal
manusia), atau dengan mendistribusikan kembali aset yang telah ada.
Yang tak kalah penting
lagi adalah aspek struktural-institusional dari pembangunan.
Berfungsinya secara efektif birokrasi, kerangka kerja regulatif,
kebebasan sipil, dan institusi yang transparan dan bertanggung jawab
untuk menjamin tegaknya hukun dan partisipasi merupakan hal yang
sangat penting bagi pertumbuhan dan pembangunan. Dimensi politik
suatu negara memang akan cukup berpengaruh terhadap proses
pembangunan. Satu hal yang juga penting digarisbawahi dalam buku ini
adalah penanganan terhadap kasus korupsi, yang terbukti secara
langsung dapat berpengaruh terhadap dasar-dasar ekonomi suatu negara.
Dalam buku ini pula diajukan beberapa strategi menyeluruh untuk
menekan korupsi, yang menyangkut kontrol finansial, legal-judisial,
reformasi institusional, serta kebijakan ekonomi atau politik
lainnya.
* * *
Momentum kehadiran buku
ini ke khalayak pembaca di Indonesia amatlah tepat. Ada dua sudut
pandang yang dapat memberi nilai lebih dan nilai kontekstual buku
ini. Pertama, buku ini bersifat evaluatif dalam konteks pembangunan
yang—katakanlah—dimulai sejak Orde Baru. Memang bila dilihat dari
indikator ekonomi Indonesia mengalami kemajuan pembangunan yang luar
biasa. Dari buku ini terungkap secara jelas betapa selama Orde Baru,
dimensi kualitatif betul-betul diabaikan. Sumber daya alam dikuras
tanpa antisipasi masa depan dan dampak lingkungan yang dikalkulasi
secara matang. Dunia pendidikan yang menjadi modal penciptaan manusia
kreatif sama sekali terbengkalai. Belum lagi struktur pemerintahan
yang korup dan cenderung membangun sistem kapitalisme-kroni yang
betul-betul menutup distribusi akses masyarakat luas terhadap
partisipasi pembangunan. Semua itu sudah cukup menjadi pelajaran yang
penting diperhatikan agar tak terulang lagi di hari depan.
Kedua, buku ini juga
bersifat solutif dalam menawarkan (atau mengingatkan) beberapa
prinsip penting dalam pembangunan yang dapat dijadikan kebijakan
pemerintahan saat ini. Setelah reformasi berjalan hingga sekitar tiga
tahun, tanda-tanda perbaikan ekonomi dan kesejahteraan hidup
masyarakat belum juga terang. Mempertimbangkan tiga prinsip
pembangunan yang diajukan dalam buku ini, penting ditekankan prinsip
ketiga menyangkut dimensi struktural-institusional. Bila dipikir
lebih dalam tampak bahwa prinsip ketiga ini cukup penting dalam
konteks Indonesia karena pada dasarnya juga berkaitan dengan
political will pemerintah untuk membenahi dan menangani berbagai
penghalang pembangunan yang bersifat struktural-institusional,
sehingga sudah menjadi kewajiban untuk juga menciptakan ruang
partisipasi pembangunan yang lebih adil, terjamin secara hukum, aman
terhadap ancaman global, dan sebagainya.
Satu hal lagi yang perlu
diingat, berbagai hal penting yang dicatat dalam buku ini menyangkut
pembangunan tidak lain dimaksudkan agar ruh pembangunan dan ekonomi
pada umumnya tidak tercerabut akibat arus liberalisasi dan
globalisasi yang sudah di depan mata. Seperti komentar Nancy Birdsall
dari Carnegie Endowment for International Peace di sampul belakang
buku ini, bahwa buku ini “memberikan suatu perspektif baru yang
menyegarkan tentang apa sesungguhnya pembangunan itu: memperbaiki
kualitas hidup orang.” Dan terutama orang-orang yang selama ini
terpinggirkan oleh proses pembangunan itu sendiri.