KONTROVERSI WACANA KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA Analisis Discursive Institutionalism Atas Dinamika Wacana Dalam Konstelasi Politik Lokal Yogyakarta Periode Tahun 2003-2008


Oleh: JAMIL GUNAWAN
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan pendekatan discursive institutionalism untuk menganalisis proses dan dinamika wacana politik politik lokal mengenai keistimewaan Yogyakarta selama periode tahun 2003-2008. Aplikasi konsep wacana komunikatif (communicative discourse ) yang berorientasi untuk memobilisasi konstituen politik, dan konsep wacana komunikatif (communicative discourse) yang bertujuan untuk perubahan kebijakan dan perundangan. Pendekatan ini digunakan dalam menganalisis dinamika politik lokal di Yogyakarta antara 2003-2008, yaitu kelompok yang mendukung penetapan langsung Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX (Pro-Penetapan), dengan kelompok pendu kung pemilihan sebagai mekanisme politik yang demokratis (Pro-Pemilihan). 

Dengan menggunakan 3 dimensi analisis discursive institutionalism, penelitian ini telah melakukan periodisasi politik  lokal dalam menganalisis pergeseran wacana komunikatif dan  wacana koordinatif, sesuai dengan perubahan  arena politik serta momentum politik lokal di Yogyakarta baik di level lokal maupun nasional. Pada dimensi aktor dan agensi politik, penelitian menemukan bahwa kelompok pendukung penetapan langsung Sultan Hamengku Buwo no X serta Paku Alam IX (Pro-Penetapan ) memiliki keterkaitan kultural dengan budaya politik Jawa yang berpusat kepada Keraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman. Sementara basis pendukung kelompok pendukung pemilihan ataupun pilkada (Pro-Pemilihan) berasal dari kalangan dengan rasionalitas politik terbuka, sehingga  dari kalangan akademisi dan lembaga swadaya masyarakat lebih dominan.

Dari dimensi wacana komunikatif, penelitian ini menemukan kecenderungan mobilisasi wacana komunikatif kelompok ‘Pro-Penetapan’ tidak berubah, statis dan lebih ditujukan sebagai wacana tandingan (counter discourse) bagi kelompok ‘Pro-Pemilihan’. Hal yang berbeda terjadi pada kelompok ‘Pro-Pemilihan’ , karena meskipun legitimasi politik telah menguat selama periode penelitian tetapi baru mulai memunculkan wacana komunikatif  periode penelitian. Meskipun demikian, wacana komunikatif di kelompok ‘Pro-Pemilihan’ berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan arena politik dan  perundangan.

Sementara dalam dimensi wacana koordinatif, kelompok ‘Pro-Pemilihan’ memiliki lebih banyak wacana inisiatif melalui draf RUUK dibandingkan kelompok ‘ Pro-Penetapan’. Ini sesuai dengan basis pendukung ‘Pro-Pemilihan’ yang banyak didukung kelompok basis akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. Berdasarkan analisis atas 6 draf inisiatif RUUK Yogyakarta yang muncul selama periode penelitian ini, 3 draf inisiatif RUUK dari kelompok ‘Pro-Pemilihan’, 1 draf inisiatif dari kelompok ‘Pro-Penetapan’, 2 draf inisiatif dari Pemerintah Pusat melalui Departemen Dalam Negeri dan Sekretariat Negara.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kelompok ‘Pro-Penetapan’ lebih menekankan pada wacana komunikatif, karena lebih berorientasi status quo dan berusaha mempengaruhi massa konstituen budaya politik Jawa yang berpusat kepada Keraton Yogyakarta serta Pura Pakualaman. Sementara kelompok ‘Pro-Pemilihan’ lebih menekankan ke  wacana koordinatif karena memiliki basis dukungan massa yang rendah tetapi dengan legitimasi hukum yang menguat. Orientasi perubahan ini mendukung arah kebijakan Pemerintah Pusat, sehingga kekosongan undang-undang merupakan target utama perubahan yang diwacanakan akan lebih berdampak terhadap dinamika dan  praksis politik lokal. 

Kata kunci:  discursive institutionalism,  Pro-Penetapan ,  Pro-Pemilihan, Keistimewaan DIY

 
ABSTRACT
This thesis research is using discursive institutionalism theory and framework in order to analyze the process and dynamics of the local political phenomena about the ‘specialty issue of Yogyakarta’ during the period of 2003-2008. The application of the conceptual framework about communicative discourse that having a main purpose to mobilize local constituency supporters, and the coordinative discourse to change political regulations through initiatives for the policy making process. Discursive institutionalism approach has been used to analyze the dynamics of local politics in Yogyakarta during the year of 20 03-2008, to distinct of the supporters of Sultan Hamengku Buwono X and Paku Alam IX ( Pro-Penetapan ) and the supporters of local election method for the more  democratic Yogyakarta local politics (Pro-Pemilihan).

By using 3 analytical dimensions of discursive institutionalism, this research has made a categorization of local politics periods to analyze the changing format of communicative discourse and coordinative discourse, based on the changing political arenas and or the political momentum of local politics in Yogyakarta and or at the national level. In the first dimension of actor and agency, this research found that the supporters of a non-elected Sultan Hamengku Buwono X and Paku Alam (Pro-Penetapan) have the direct link with the patron-client system of Javanese political culture that centered on the Palace of the Yogyakarta and Palace of Paku Alaman. While the supporters’ bas is of the election and or pilkada (Pro-Pemilihan) are mainly come from citizens with a more opened political rationality, that been dominantly come from the academics and or NGOs background. 

In the second dimension of communicative discourse, the group of ‘ Pro-Penetapan’ has a tendency to mobilize more the communicative discourse  even it was not change time by time, static and mostly for counter discourses to group of ‘Pro-Pemilihan’. A different phenomenon has been occurred in the group of ‘Pro-Pemilihan’, that even both the law and political legitimating supports have been increased they were not able to publish its communicative discourse freely. Different with group of ‘Pro-Penetapan’, communicative discourse group of ‘Pro-Pemilihan’ has been growth and changed based on a changing situation of political arenas and laws.

In the third dimension of coordinative discourse, groups of ‘ Pro-Pemilihan’ has the more initiative discourses through legislation draft of RUUK Yogyakarta compared with group of ‘Pro-Penetapan’ . This has been confirmed by the supporters’ basis of ‘Pro-Pemilihan’ that coming mostly from academic and NGO activist background. Based on the analysis of 6 initiative drafts of RUU K Yogyakarta that been communicated during this research period; 3  initiative drafts were from groups of ‘Pro-Pemilihan’, 1 initiative draft from the group of ‘ Pro-Penetapan’, and other 2 initiative drafts was from the Central Government through its  Department of Home Affairs and State Secretary Office. 

This research concludes, groups of ‘Pro-Penetapan’  was more focused on the issue of communicative discourse  because its movement has a status quo  orientation and tried to influence the potential  constituency of Javanese cultural political supporters that been centered to Palace  of Yogyakarta and Palace of Pura Pakualaman. In other side, group of ‘Pro-Pemilihan’ has been focused more to the coordinative discourse because of its lack of constituency supporters in Yogyakarta but with its increasing law legitimacy. The increasing  supports of Central Government through the national political law has made them more focused to change the political scheme that having more impacts to both the dynamics and praxis of the local politics in Yogyakarta. 

Key Word:  discursive institutionalism, Pro-Penetapan ,  Pro-Pemilihan, Specialty of DIY


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang         
B. Fokus Penelitian         
C. Rumusan Pertanyaan Penelitian         
D. Tujuan Penelitian         
E. Kerangka dan Preferensi Teoritis         
E.1. Sejarah dan Varian  Political Institutionalism     
E.2. Preferensi Teoritis:  Discursive Institutionalism     
E.3. Metodologi Riset          
E.3.a. Kerangka Analisis Menurut Discursive Institutionalism    
E.3.b. Jenis dan Metode Pencarian Data      
E.3.c. Ide dan Wacana Politik Menurut Discursive Institutionalism   
E.3.d. Aspek Analisis dan Rubr ikasi Penelitian     
BAB II: AKTOR DAN AGENSI POLITIK DALAM KONSTELASI POLITIK LOKAL YOGYAKARTA TAHUN 2003-2008     
A. Pengantar         
B. Instrumen Wacana Politik Yogyakarta 2003-2008         
C. Periode dan Arena Politik Yogyakarta 2003-2008         
D. Aktor dan Agensi Kelompok ‘Pro-Penetapan ’      
D.1. Periode  Internalisasi Wacana  (2003-2006)     
D.2. Periode  Pertarungan Wacana (2007)     
D.3. Periode  Formalisasi Politik Wacana  (2008)     
E. Aktor dan Agensi Kelompok ‘Pro-Penetapan ’      
E.1. Periode  Internalisasi Wacana  (2003-2006)     
E.2. Periode  Pertarungan Wacana (2007)      
E.3. Periode  Formalisasi Politik Wacana  (2008)     
F. Kesimpulan dan Penutup        
BAB III: WACANA POLITIK KOMUNIKATIF DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL YOGYAKARTA 2003-2008
A. Pengantar         
B. Wacana Komunikatif Kelompok ‘Pro-Penetapan’     
B.1. Periode  Internalisasi Wacana        
B.2. Periode  Pertarungan Wacana        
B.3. Periode  Formalisasi Politik Wacana        
C. Wacana Komunikatif Kelompok ‘Pro-Pemilihan’      
C.1. Periode  Internalisasi Wacana         
C.2. Periode  Pertarungan Wacana       
C.3. Periode  Formalisasi Politik Wacana        
D. Penutup                                 
BAB IV: WACANA POLITIK KOMUNIKATIF DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL YOGYAKARTA 2003-2008
A. Pengantar           
B. Wacana Koordinatif Kelompok  ‘Pro-Penetapan’     
C. Wacana Koordinatif Kelompok ‘Pro-Pemilihan’      
D. Wacana Koordinatif Pemerintah Pusat      
E. Kesimpulan dan Penutup        
BAB V: KESIMPULAN
A. Pengantar          
B. Dimensi Aktor dan Agensi  (Actor and Agency)      
C. Dimensi Wacana Komunikatif (Communicative Discourse)   
D. Dimensi Wacana Koordinatif (Coordinative Discourse)    
E. Pembelajaran dan Replikasi