BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah tentang Aurangzeb tidak dapat dilepaskan dari kebesaran
Dinasti Mughal yang didirikan oleh Zahirudin Muhammad, yang lebih
dikenal sebagai Babur.1
Ia dapat menyatukan India2
yang pada awal abad XVI M merupakan daerah terpecah-pecah dan
memiliki pemerintahan yang merdeka. Wilayah kekuasaannya terbentang
dari Sungai Gangga sampai Oxus. Babur hanya berkuasa selama empat
tahun, dengan demikian dia belum sempat melakukan pembaruan yang
berarti bagi Mughal.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah putranya, Nashirudin Humayun
(1530-1540 M dan 1555-1556 M). Masa pemerintahannya kondisi negara
dalam keadaan tidak stabil. Ia harus menghadapi berbagai
pemberontakan, seperti pemberontakan Bahadur di Gujarat dan Sher
Khan.3
Humayun dapat dikalahkan oleh Sher Khan yang mengakibatkan Ia
melarikan diri dan mencari suaka politik ke Persia.
Sher
Khan menobatkan dirinya sebagai raja Delhi dengan gelar Sher Shah. Ia
melakukan pembaruan di bidang administrasi, keuangan, perdagangan,
komunikasi, keadilan, perpajakan, dan pertanian di India.4
Sher Shah merupakan satu-satunya penguasa yang berusaha menyatukan
India tanpa membedakan ras dan agama. Pengganti Sher Shah adalah
penguasa-penguasa yang lemah, sehingga Humayun dapat menguasai
kembali Delhi pada Juli 1555 M, namun satu tahun kemudian Humayun
meninggal dunia karena kecelakaan, jatuh dari lantai dua
perpustakaan Sher Mandal di Delhi.5
Pendapat lain menyatakan bahwa Ia meninggal karena jatuh dari kuda
ketika sedang bermain chaugan (permainan yang sangat populer
di kalangan bangsawan India-Persia seperti hoki, hanya saja pemainnya
menunggang kuda). Ia dimakamkan di Sahsaram.
Jalaludin Muhammad Akbar (1556-1605 M) menggantikan tahta ayahnya
saat berusia empat belas tahun.6
Ia adalah penguasa terbesar Mughal. Akbar memperluas imperium ini
dari wilayahnya yang asal di Hindustan dan Punjab, Gujarat, Rajastan,
Bihar, dan Bengal (Bangla).7
Ke arah utara Ia merebut Kashmir, Sind, dan Baluchistan. Sebelum
akhir abad XVII M, imperium ini telah meluas sampai ke ujung utara
dan merebut Bijapur, Golkunda, serta beberapa wilayah merdeka di
India Selatan.8
Akbar mampu mendirikan negara kesatuan di India utara dan memperoleh
dukungan dari mayoritas Hindu India. Sebagai raja, Akbar tidak
berusaha menindas dan memaksa mereka untuk memeluk kepercayaan yang
sama. Akbar sangat menonjolkan toleransi dan universalisme dalam
pemerintahannya, sehingga tidak mengherankan jika dia menghapuskan
jizyah yang ditetapkan oleh Syariah bagi dzimmi. Pada
1575 M, Akbar mendirikan Ibadat Khana (rumah ibadah), tempat
berdiskusi dan berkumpul para ahli dari semua agama. Pada puncaknya
dia memperkenalkan Din-e-Ilahi, yakni semacam sintesis dari
berbagai agama. Pluralisme yang diterapkan Akbar sangat berbeda
dengan komunalisme garis keras perkumpulan Syariah masa itu, sehingga
Akbar dinilai telah murtad.9
Sepeninggal Akbar, Salim, putranya, naik tahta dengan gelar Nurudin
Muhammad Jahangir Padsah Ghazi (1605-1627 M).10
Meskipun Jahangir juga melakukan penaklukan ke beberapa wilayah, Ia
tidak sekuat ayahnya.11
Pada 1615 M Ia menaklukkkan Mewar yang dikuasai Raja Amar Singh dan
pada 1620 M dapat menguasai Bijapur dan Golkunda, sehingga seluruh
Deccan (wilayah India yang paling selatan) menjadi miliknya. Jahangir
masih meneruskan Sulh-e-Kul (toleransi universal) ayahnya,
tetapi tidak Din-e-Ilahi. Meskipun Jahangir lebih ortodok dari
ayahnya, dia mempunyai kebiasaan buruk yaitu mengkonsumsi minuman
keras.
Jahangir berkuasa selama 22 tahun. Ia wafat 7 November 1627 M.
Kekuasaan kemudian dipegang oleh Shah Jahan (1627-1658 M). Semasa
berkuasa Ia menghadapi beberapa pemberontakan yaitu Khan Jahan Lodi
(kepala daerah/raja muda Deccan) dan Jujhar Singh, putera Bir Singh
Bundela dari Oricsha. Shah Jahan lebih taat kepada Syariah
dibandingkan dengan ayahnya.
Tampuk kekuasaaan Mughal setelah Shah Jahan diduduki oleh Aurangzeb
setelah menyingkirkan saudara-saudaranya.12
Pada 31 Juli 1658 M, Aurangzeb menobatkan dirinya menjadi raja Mughal
dengan gelar Abu al Muzafar Muhyi al Din Muhammad Aurangzeb Bahadur
Alamghir Padshah Ghazi (1027-1118 H/1618-1707 M).13
Setelah kemenangannya itu Aurangzeb tinggal di Delhi dan Agra. Ia
segera melakukan penaklukan, yang terpenting adalah ke Palamau,
daerah utara Bihar, yang dipimpin oleh Daud Khan, Gubernur Patna pada
1661 M, penaklukan Chittagong oleh Shayesta Khan, Gubernur Bangla
pada tahun 1666 M. Selanjutnya menyerang Tibet melalui Khasmir.
Kekuasaaan Aurangzeb mendapat pengakuan dari negara-negara muslim
lain. Sekitar 1661-1667 M, mereka mengirimkan dutanya ke India
seperti: Sharif Mekah, Raja Persia, Balkh, Bukhara, Kasghar, Urganj
(Khiva), Shahr-e-Nau, Gubernur Turki di Basrah, Hadramaut, Yaman,
serta Raja Abessinia.14
Aurangzeb dikenal sebagai penguasa Mughal yang melakukan gerakan
puritan dengan menerapkan Islam Orthodok. Ia menggantikan
kebijakan konsiliasi Hindu dengan kebijakan Islam. Untuk itu Ia
mensponsori pengkodifikasian hukum Islam dalam karya agungnya yang
dikenal dengan Fatawa-e- Alamghir.15
Setelah memperkuat kekuasaannya, secara bertahap Aurangzeb
menghapuskan semua praktek (tradisi) yang tidak sesuai dengan hukum
Islam. Ia juga menghapuskan delapan puluh pajak yang sangat
memberatkan rakyat, namun di pihak lain Ia menerapkan kembali jizyah
yang telah dihapuskan Akbar.
Selanjutnya untuk menegakkan kehidupan religius di masyarakat,
Aurangzeb berusaha menerapkan pola baru dengan mengangkat muhtasib
(petugas pengawas moral), yang mempunyai kewenangan untuk mengontrol
perjudian, prostitusi, pengguna narkotika, minuman keras, serta
hal-hal yang merusak moral lainnya (1659 M).16
Hal tersebut di atas pada umumnya dianggap menyulut kemarahan orang
Hindu, yang berdampak pada timbulnya pemberontakan di masa itu. Dalam
keadaan yang demikian pemberontakan itu dapat ditumpas, namun secara
umum tidak semua dapat dipadamkan. Akhirnya Aurangzeb meninggal pada
3 Maret 1707 M dan dimakamkan di Khuld-e-Makan, 4 mil arah
barat Daulatabad.17
Penguasa Mughal setelah Aurangzeb adalah penguasa-penguasa lemah
sehingga Mughal mengalami kemunduran.
Figur Aurangzeb menurut R.C. Majumdar dan S.M. Ikram sangat
mengagumkan. Ia taat beragama, gagah berani, kuat ingatan, keras
kemauan, dan pantang menyerah, tidak seperti penguasa lainnya. Ia
seorang sultan yang saleh, sederhana, dan menghindari kesenangan
duniawi. Sebagai seorang raja Ia tidak pernah duduk di
singgasananya.18
Aurangzeb merupakan orang yang senantiasa menjadi perbincangan
kalangan sejarah. Ia sebagai satu-satunya pengusa Mughal yang secara
disiplin menerapkan syariat Islam. Pada masa pemerintahannya imperium
Mughal telah sangat luas, melebihi masa Akbar, tetapi filosofi
pemerintahannya berbeda dengan Akbar. Ia berusaha untuk memberi corak
keislaman di India yang mayoritas beragama Hindu itu. Oleh karena itu
penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana kebijakan
keagamaan yang diterapkan Aurangzeb di India dan pengaruhnya,
mengingat agama merupakan masalah krusial yang rentan menimbulkan
polemik.
B.
Batasan dan Perumusan masalah
Penelitian ini memfokuskan pada kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb
di India 1658-1707 M. Dengan alasan bahwa tahun tersebut merupakan
masa di mana Sultan Aurangzeb menduduki tahta di Mughal dan
menjalankan kebijakan-kebijakannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari permasalahan kebijakan
keagamaan Sultan Aurangzeb di India, maka perlu dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keagamaan India sebelum Sultan Aurangzeb?
2. Apa pokok kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India dan respon
masyarakat terhadap kebijakan tersebut ?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India
baik di bidang pemerintahan, ekonomi-sosial, pendidikan, karya satra,
seni, dan arsitektur?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia pada umumnya memiliki tujuan
yang hendak dicapai, maka sesuai dengan judul yang telah dikemukakan
di atas, tujuan pokok penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mendeskripsikan tentang kondisi sosial keagamaan sebelum Sultan Aurangzeb
- Untuk mendeskripsikan tentang kebijakan Sultan Aurangzeb di India
- Untuk mendeskripsikan tentang pengaruh kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb
Adapun kegunaan penelitian ini dimaksudkan sebagai berikut:
Berguna
sebagai informasi dan menambah wawasan tentang kebijakan keagamaan
Sultan Aurangzeb di India, bagi peneliti lain yang melakukan kajian
serupa. Selain itu kajian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber
sejarah periode Aurangzeb dalam bahasa Indonesia.
D.
Tinjauan Pustaka
Penulisan tentang sejarah kebijakan keagamaaan Sultan Aurangzeb di
India pada kurun waktu yang telah disebutkan di atas menarik untuk
dikaji. Hal ini mengingat tulisan yang bersangkut paut dengan
pembahasan belum memadai, terlebih dalam bahasa Indonesia. Tulisan
yang ada sebagian besar dalam bahasa asing. Selain itu, kajian yang
ada biasanya berisi gambaran yang umum tentang sultan-sultan Mughal,
bukan membahas secara rinci tentang kebijakan keagamaan Aurangzeb.
Untuk mendukung penelitian ini digunakan beberapa literatur yang
dapat dijadikan sebagai acuan pokok:
Pertama, buku The History of India as Told by Its Own Historians
karya Sir H.M. Elliot. Buku ini terdiri dari VIII volume dan
diterjemahkan pada 1873 M dari bahasa aslinya, Persia. Sejarah
tentang Aurangzeb ditulis oleh sejarawan masa itu seperti Rai Bharmal
dengan karyanya Lubbut al Tawarikh-e-Hind (ditulis sekitar
1108 H/1696 M); Mirza Muhammad Kazim, putera Muhammad Amin Munshi,
penulis Alamgir Nama (1688 M); Khafi Khan dengan Muntakhab
al Lubab; Muhammad Saki Mustaid Khan, dengan Ma’asir
Alamgiri-nya (selesai ditulis pada 1710 M).
Kedua, buku yang ditulis oleh Elphinstone (Mountstuart), History
of India: The Hindu and Mahometan Periods. Buku ini terdiri dari
12 bab dan diterbitkan oleh Jhon Murray pada 1857 M di London.
Pembahasan tentang Aurangzeb terdapat pada bab ke-11 dan
disistematisasikan secara periodisasi, sehingga sangat membantu
penulis.
Ketiga, buku yang secara lebih spesifik membahas tentang Sultan
Aurangzeb adalah Aurangzeb and the Decay of the Mughal Empire,
oleh Stanley Lane Poole. Buku yang terdiri dari dua belas bab
ini memuat tentang pemerintahan Aurangzeb di Mughal. Namun buku ini
lebih banyak mengutip tulisan-tulisan sejarawan masa Aurangzeb yang
telah diterjemahkan oleh Elliot and Dowson.
Buku lain yang cukup representatif membahas tentang Aurangzeb adalah
karya K. Ali, History of India, Pakistan, and Bangladesh yang
diterbitkan di Dhaka pada 1980. Dalam bukunya, Ali memaparkan sejarah
India kuno hingga berdirinya Bangladesh. Sejarah yang ditulisnya
disertai dengan pendapat dan kritikan untuk sejarawan yang telah
menulis India. Karena itu buku ini memberikan cakrawala baru bagi
penulis.
E.
Landasan Teori
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang ingin menghasilkan
bentuk dan proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang
telah terjadi di masa lalu. Dengan penelitian sejarah ini diharapkan
dihasilkan sebuah penjelasan tentang berbagai hal mengenai kebijakan
keagamaan Sultan Aurangzeb di Dinasti Mughal pada masanya baik dari
segi asal usul dan mengapa kebijakan itu berlangsung, bentuk
kebijakan, dan pengaruh kebijakan tersebut.
Kalau kebijakan dianggap fenomena politik dan dimaknai sebagai
distribusi kekuasaan, maka tidak dapat dielakkan bahwa kebijakan
keagamaan Aurangzeb adalah sebuah proses politik. Akan tetapi pola
distribusi tersebut jelas dipengaruhi faktor-faktor sosial, ekonomi,
dan budaya.19
Karena itu penelitian ini tidak hanya ditekankan pada politik an
sich, tetapi lebih pada aspek non politik yang mempengaruhi
terbentuknya kebijakan dan sekaligus dampaknya bagi masyarakat atau
negara, sehingga diperlukan pendekatan ilmu sosial. Jadi secara
singkat penelitian ini adalah penelitian sejarah dengan pendekatan
ilmu sosial.
Pendekatan ilmu sosial yang dipakai dalam penelitian ini adalah
pendekatan behavioral. Dengan pendekatan ini tidak hanya akan
tertuju pada kejadiannya, tetapi tertuju pada pelaku sejarah dalam
situasi riil. Bagaimana pelaku menafsirkan situasi yang dihadapi.
Dari penafsiran tersebut muncul suatu tindakan yang menimbulkan suatu
kejadian, dan selanjutnya akan timbul konsekuensi dari tindakan
pelaku sejarah.20
Dari pendekatan di atas maka akan dapat dikaji bagaimana Aurangzeb
menginterpretasikan totalitas situasi yang dihadapi. Pada saat yang
sama akan diterangkan pula manifestasi tindakan kebijakan
keagamaannya dipandang dari segi tujuan, motif, rangsangan, dan
lingkungan yang menyebabkan lahirnya kebijakan keagamaan dan
pengaruhnya di masyarakat setelah adanya kebijakan tersebut.
F.
Metode Penelitian
Sesuai dengan maksud dan tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk
mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa masa lampau, maka dalam
penelitian ini digunakan metode historis yang bertumpu pada empat
langkah kegiatan yaitu: pengumpulan data (heuristik), kritik sumber
(verifikasi), penafsiran (interpretasi), dan penulisan sejarah
(historiografi).21
Keempat
langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
- Heuristik (pengumpulan data)
Heuristik adalah suatu teknik atau seni, dan bukan suatu ilmu,22
oleh karena itu heuristik tidak memiliki peraturan-peraturan umum.
Heuristik seringkali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan,
mengenali, dan memperinci bibliografi, atau mengklasifikasikan dan
merawat catatan,23
maka dari itu penulis mengumpulkan data yang sesuai dengan obyek
penelitian melalui dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dari
buku-buku, majalah, artikel, dan sumber-sumber lain yang relevan
dengan obyek kajian dan pembahasan ini.
- verifikasi (kritik sumber)
Setelah sumber sejarah terkumpul, tahap berikutnya adalah verifikasi,
yang lazim disebut kritik sumber, untuk memperoleh keabsahan sumber.
Dalam hal ini harus diuji pula keabsahan tentang keaslian sumber
(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan
tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui
kritik intern.24
Dalam tahapan ini penulis mengawalinya dengan tahapan membaca
sumber-sumber sejarah.
- interpretasi
Dalam langkah ketiga ini tahap yang dilakukan adalah menganalisis dan
mensintesiskan data yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah,
kemudian disusun menjadi fakta-fakta sejarah yang berkaitan dengan
tema yang dibahas.
- Historiografi
Sebagai tahap terakhir dalam proses penelitian ini, penulisan
dilakukan secara deskriptif-analisis dan berdasar sistematika yang
telah ditetapkan dalam rencana skripsi.
Dalam penelitian ini juga digunakan metode komparasi. Penjelasannya
adalah bahwa sejarah sebagai pengungkapan peristiwa unik, yakni hanya
sekali dan tidak berulang, namun apabila diperhatikan akan nampak
kemiripan pola, tendensi, dan struktur antara peristiwa satu dengan
yang lain.25
Komparasi kebijakan Aurangzeb dengan para pendahulunya dapat
menonjolkan kemiripan yang mengantarkan pada suatu generalisasi.
G.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bab:
Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan kegunaan Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika
Pembahasan. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
penelitian secara umum.
Bab II membahas tentang kondisi keagamaan sebelum Aurangzeb. Dalam
bab ini diuraikan tentang kondisi keberagamaan serta kebijakan
keagamaan para penguasa Mughal sebelum Aurangzeb, yakni Babur,
Humayun-Sher Shah, Akbar, Jahangir, dan Shah Jahan.
Sementara itu kebijakan keagamaan Aurangzeb diuraikan pada bab ke
tiga. Pada bagian inilah dibahas tentang biografi Aurangzeb masa
sebelum dan sesudah menjadi sultan. Hampir sebagian besar sisa
hidupnya dihabiskan dalam pertempuran-pertempuran baik di perbatasan
Afghanistan maupun Deccan. Selain itu dipaparkan juga pokok kebijakan
keagamaan, dan respon masyarakat Hindu atas kebijakan tersebut,
seperti Jat, Satnami, dan Bundela.
Bab IV mendeskripsikan tentang pengaruh kebijakan pemerintahan
Aurangzeb terhadap kemajuan India. Pada bagian inilah dipaparkan
mengenai pengaruh kebijakan Aurangzeb dalam bidang pemerintahan,
ekonomi-sosial, pendidikan, karya sastra, seni, dan arsitektur.
Bab V merupakan bab terakhir atau penutup yang berisikan kesimpulan
dari uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi. Selain itu juga
memuat saran-saran atas segala kekurangan dari karya tulis ini.
BAB
II
KONDISI
KEAGAMAAN INDIA SEBELUM SULTAN AURANGZEB
Sebelum membahas tentang kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb
terlebih dahulu akan diuraikan tentang kondisi keberagamaan
masyarakat India terutama setelah masuknya Islam. Selain itu juga
perlu dijelaskan tentang bagaimana kebijakan keagamaan para penguasa
sebelum Sultan Aurangzeb. Karena dari pembahasan kedua hal ini akan
dapat diketahui faktor-faktor yang memotivasi Aurangzeb menerapkan
kebijakan keagamaannya.
- Kondisi Keberagamaan
Kontak paling awal antara orang-orang Arab dengan masyarakat India
sudah dilakukan sejak masa al Khulafā al
Rasyidūn, yakni Khalifah Umar bin Khatab. Pasukan perangnya di
bawah panglima Abu al Mughira menyerang Sind melalui laut namun
gagal. Sedangkan panglimanya yang lain Abdullah bin Amr al Rabbi,
berhasil menguasai Kirman, Sizistan, dan Mekran. Pada masa khalifah
berikutnya, Usman bin Affan, telah diutus Hakim bin Jabalah untuk
meninjau India. Usaha yang sama diteruskan oleh Khalifah Ali bin Abi
Thalib dengan mengirimkan al Harris bin Murrah. Inilah awal mula
Islam menyebar ke India melalui darat.26
Ekspedisi militer baru berhasil masuk wilayah Sind pada masa Khalifah
al Walid I (705-715 M) dari Dinasti Umayyah. Ekspedisi ini dipimpin
oleh Muhammad Bin Qasim, yang bernama asli Imad al Din Bin Qasim. Ia
adalah keponakan sekaligus menantu Hajjaj bin Yusuf.27
Invasi ke Sind dipicu oleh pembajakan kapal-kapal Arab yang dikirim
oleh Raja Jazirah al Yaqut sebagai hadiah untuk Khalifah al Walid di
dekat Daibul/Debal (kota Karachi sekarang), di samping sebab-sebab
yang muncul baik secara intern maupun ekstern.28
Muhammad bin Qasim (711-715 M) dalam waktu singkat telah berhasil
membangun pranata sosial di India bagian barat, mengelola negara
secara professional, membangun administrasi yang baik, dan
menciptakan harmoni antar agama. Ia tidak berusaha melakukan konversi
ke agama Islam. Masyarakat setempat dibiarkan memegang kepercayaan
lamanya dan menjalankan ritual agamanya, seperti masyarakat di
Brahmanabad. Mereka diizinkan membangun kuil-kuil. Meski demikian,
Muhammad bin Qasim tetap menerapkan jizyah29
untuk rakyatnya. Ia membagi struktur wajib jizyah menjadi
tiga: Pertama, kelompok masyarakat kaya mempunyai kewajiban membayar
jizyah sebanyak 48 dirham. Kedua, kelompok menengah membayar
24 dirham. Ketiga, kelompok kurang mampu membayar jizyah 12
dirham.30
Bin Qasim menjadi gubernur yang menjalankan pemerintahan dengan
kemanusiaan yang tinggi. Namun Riwayatnya berakhir tragis akibat
pertikaian politik antara Hajjaj dan Sulaiman.31
Yazid bin Abu Kabshah al Suksuki, penggantinya hanya bertahan selama
18 hari akibat rakyat memberontak. Sedangkan Habib al Muhallaf hanya
dapat menguasai Alor. Setelah itu ada 9 orang gubernur tetap yang
berkuasa di wilayah itu sampai datangnya Dinasti Ghazni.32
Setelah penaklukan Islam ke India, ulama, intelektual muslim,
penulis, pujangga, dan sufi berhamburan menuju India. Mereka membuka
jalan bagi konversi masyarakat India ke agama Islam. Konversi
tersebut biasanya terjadi ketika para ulama dan sufi mendirikan
tempat tinggal di sekitar wilayah yang akan mereka pimpin. Biasanya
khanaqah didirikan di wilayah pinggiran kota dan kampung,
sehingga mereka lebih mudah menyeru kepada kalangan masyarakat kasta
bawah.
Peranan waliyullah dan sufi dalam menyiarkan agama Islam di tanah
India sangat besar yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah mereka
yang datang ke India. Mereka termasuk golongan pertama yang
menyebarkan agama Islam sebelum Islam masuk ke India secara formal.
Setelah Muhammad Ghuri menaklukkan India Utara, lebih banyak lagi
sufi dan ulama masyhur datang ke India. Mereka terbagi dalam
tarekat-tarekat, di antaranya tarekat Suhrawardia dan Chistia.
Pendiri tarekat Suhrawardi adalah Sheikh Abu Najib Suhrawardi
(1097-1162 M). Tarekat ini berkembang pesat dan sangat populer di
India masa Shihabuddin Suhrawardi. Di antara murid Shihabuddin yang
terkenal adalah Sheikh Bahauddin Zakaria (1182-1267 M), yang
menyebarkan tarekat ini di India. Ia mendirikan Astana/Khanqah
(semacam pondok sufi/ahli tarekat) di kota Multan yang dijadikan
sebagai pusat kegiatannya. Murid Sheikh Suhrawardi lainnya yang
terkenal adalah Sheikh Jalaluddin Tabrizi. Ia datang ke India sekitar
1202-1215 M.33
Sufi terkemuka lainnya adalah Khaja Muinuddin Chisti, pendiri tarekat
Chistia. Ia lahir di Sijistan. Setelah beberapa negeri dikunjungi, Ia
datang ke India pada tahun 1182 M bersamaan dengan Muhammad Ghuri.
Beberapa lama kemudian Chisti mendirikan khanqah di Ajmir.
Pengaruhnya mengislamkan India sangat besar sehingga orang-orang
India menyebutnya Khaja Baba dengan gelar Sultan-e-Hind
(penguasa India secara spiritual).34
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi alim ulama
dan sufi yang datang ke India baik sebelum maupun semasa Kesultanan
Delhi 1206-1526 M seperti Shah Sultan Mahiswar, Fariduddin
Ganj-e-Shakar (1176-1269 M), Sheikh Bahauddin Zakaria, Sheikh
Nizamuddin Aulia, Sheikh Saifuddin Yahya Maneri, Sheikh Nur Qutubul
Alam.35
Ajaran dan praktek sufi sejalan dengan konsep metafisika Hindu
tentang semesta alam. Selain itu monoteisme kaum sufi juga bukanlah
hal yang baru bagi Hindu, sebab tradisi saivite dan
vaisanavite mengandung kecenderungan monoteistik. Pada sisi
yang lain beberapa klaim para guru besar sufi untuk menjadi wujud
nyata bagi kekuasaan Tuhan sebanding dengan politeisme Hindu. Bahkan
kaum sufi tidak sepenuhnya menolak pemujaan terhadap dewa-dewa lokal
dan berdampingan dengan peribadatan Islam. Di Punjab dan Bangla, umat
Islam turut memperingati berbagai perayaan Hindu, beribadah di
beberapa tempat suci Hindu, memberikan sesajen kepada dewa-dewa
Hindu, dan menyelenggarakan perkawinan dengan pola tradisi Hindu. Di
pihak lain, warga Hindu yang memeluk Islam tetap mempertahankan
unsur-unsur keyakinan dan praktek lama mereka. Tidak sedikit warga
Hindu mengeramatkan wali-wali muslim tanpa mengubah identitas agama
mereka.36
Sekalipun cukup berhasil dalam konversi warga Hindu ke Islam,
mayoritas penduduk anak benua ini tetap beragama Hindu sampai
berdirinya Dinasti Mughal.
Demikianlah gambaran umum kultur keagamaan, di mana batas-batas
antara Islam dan Hindu lebih fleksibel. Konversi ke agama Islam
merupakan suatu hal yang tidak jelas, di mana unsur-unsur keislaman
bisa jadi ditambahkan kepada kompleksitas keyakinan agama Hindu tanpa
mengubah pandangan dunianya.
- Kebijakan Keagamaan Penguasa Mughal sebelum Aurangzeb
1.
Babur
Kemenangan Babur (1526-1530 M) pada perang Panipat I 21 April 1526 M,
menjadikannya pendiri Dinasti Mughal. Saat Ia menginvasi India pada
tahun yang sama,37
tidak ada kekuatan yang bisa menyatukan wilayah itu. Secara politik,
tercatat beberapa negara merdeka yang memerintah secara independen
yaitu: Delhi, Gujarat, Malwa, Bangla, Mewar, Khandesh, Punjab, dan
Sind.
Masa pemerintahan Babur yang singkat, belum memberikan perubahan
berarti bagi India. Ia masih mengadopsi sistem yang digunakan
kesultanan Delhi dalam administrasi pemerintahan. Namun demikian,
Babur adalah penguasa yang besar. Kekuasaannya terbentang dari Bhera
(Bahra) di barat hingga Bihar di timur dan dari Himalaya di utara
hingga Chanderi di selatan.
Sebagai raja, Babur berusaha untuk mensejahterakan rakyatnya dan
melindunginya dari segala ancaman internal maupun eksternal. Ia
justru dikenal sebagai seorang raja yang gemar menulis, terutama
puisi dalam bahasa Turki dan Persia. Ia bahkan menulis biografi dan
berbagai pengalamannya dalam karyanya Tuzk-e-Baburi yang
terkenal dengan Babur Name/Nama. Memoirnya ini ditulis
pertamakali dalam bahasa Turki, kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Persia oleh Abdurrahman Khan-e-Khana atas perintah Akbar.38
2.
Humayun dan Sher Shah
Babur wafat dalam usia 46 tahun.39
Jasadnya dimakamkan di Char Bagh/Aram Bagh di Agra, namun kemudian
dipindahkan ke Kabul di taman yang sangat disukainya, kebun
Shah-e-Kabul.40
Sebelum wafat, Ia menunjuk Humayun sebagai penggantinya dan naik
tahta pada 30 Desember 1530. Awal pemerintahannya penuh dengan
kesulitan, yakni warisan pemerintahan ayahnya yang lemah dan
pemberontakan saudara-saudaranya yang berambisi menjadi raja.41
Selain itu, kekalahan pasukan Afghan pada perang Panipat II 1556 M
dan Gogra, tidak melemahkan eksistensi mereka.
Humayun dapat dikalahkan oleh Sher Khan42
pada perang Chausa dan Qanauj. Kemenangan itu praktis diikuti dengan
berdirinya Dinasti Sur di India. Meskipun pemerintahan Sher Khan
merupakan masa transisi di India dan hanya berlangsung lima tahun,
namun dicatat dengan tinta emas dalam sejarah. Ia memperkenalkan
pembaruan dalam berbagai bidang.
Sher Khan adalah muslim yang taat, namun tidak fanatik. Pengangkatan
Brahmajit Gaur dan Ram Singh pada jabatan penting adalah bukti
kebijakan keagamaannya yang toleran dan liberal kepada Hindu.
Kebijakannya yang lain adalah membangun sarai khana (rumah
singgah yang biasa dibangun di pinggir jalan bagi para musafir) tidak
hanya untuk kalangan muslim, namun juga pemeluk agama-agama lain.
Sher Khan (Shah) merupakan satu-satunya penguasa yang berusaha
mempersatukan India, tanpa membedakan ras dan agama. Kebijakannya
inilah yang nantinya diterapkan Akbar dalam pemerintahannya.
Sepeninggal Sher Shah, 22 Mei 1545, Jalal Khan, putranya naik tahta
dengan gelar Islam Shah. Ia hanya memerintah selama delapan tahun.
Kebijakannya yang sangat represif memunculkan banyak pemberontakan
sampai Ia wafat. Tercatat pada masanya muncul gerakan Mahdawi.43
Firuz Khan kemudian naik tahta, namun dibunuh oleh pamannya, Muhammad
Adil Shah. Kondisi perebutan kekuasaan antar penerus Sher Shah di
India dicermati oleh Humayun. Pada Desember 1554, Ia menyeberang
Sungai Indus, menuju Lahore dan menguasainya tanpa perlawanan. Dengan
demikian Humayun dapat berkuasa kembali di Delhi.
Humayun dikenal sebagai seorang Syiah,44
meskipun demikian Ia mempunyai kecenderungan terhadap tarekat
Sattariah, dengan tokohnya Sheikh Bahlul (Sheikh Pul) dan Sheikh
Muhammad Ghauth Gwaliori, keturunan Farid al Din Attar.45
Humayun
meninggal 24 Januari 1556 M.
3.
Akbar
Ketika ayahnya meninggal, Akbar berada dalam asuhan Bairam Khan.46
Akbar dinobatkan sebagai raja pada 14 Februari 1556 M, namun
pemerintahan dipegang oleh Bairam Khan selama empat tahun (1556-1560
M). Pemerintahan baru dikendalikan oleh Akbar sejak 1560 M. Ia
menyadari bahwa karakteristik India sangat plural, sehingga harus
memperoleh dukungan dari penduduk lokal yang mayoritas Hindu. Untuk
itu Ia menikahi anak raja Bihar Mal (Bharmel) Amber/Jaipur pada 1562
M. Akbar juga menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin
dengan melarang perbudakan tawanan perang,47
menghapuskan pajak kunjungan ke tempat suci pada 1563 M 48
dan menghapuskan jizyah pada 1564 M.49
Pernikahan Akbar dengan wanita Rajput dan kedekatannya dengan Shaikh
Mubarak sangat mempengaruhi pandangan keagamaannya. Ia mendirikan
Ibadat Khana. Pada awalnya Ia mendiskusikan tentang Islam,
namun kemudian merasa kecewa karena Ibadat Khana berubah
menjadi pertengkaran agama. Makhdumul Mulk dan Abdun Nabi, dua teolog
besar istana, saling menyerang satu sama lain. Akbar kemudian
mengundang rohaniawan gereja pada 1580 M, mengundang Maherje Rana,
pemuka Zoroaster, Jaina, dan pendeta Hindu untuk berdiskusi tentang
filsafat dan agama. Akan tetapi Akbar tidak murtad dan memeluk salah
satu dari agama itu.50
Kemudian Akbar mengeluarkan Mahzar (Infallibility Decree)
pada September 1579 M. Dengan keluarnya dokumen ini Akbar memperoleh
pegangan yang sah untuk menetapkan persoalan agama. Batasan-batasan
yang telah ditetapkan pada dokumen itu lalu tidak dihiraukan, Akbar
justru menjadi otoritas tertinggi yang kekuasaannya tidak terbatas.
Pada puncaknya Akbar memperkenalkan Din-e-Ilahi pada 1582 M,51
yakni semacam sintesis dari berbagai macam agama, karena Ia
menganggap semua agama adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada
bentuk formalnya saja. Konsep pokok dari Din-e-Ilahi adalah
perhatian kepada cahaya, baik matahari, maupun api abadi yang
dikembangkan agama Zoroaster. Din-e-Ilahi juga disebut kultus
pribadi yang sesat, di mana Akbar mengasumsikan dirinya sebagai insan
kamil, manusia sempurna yang telah lama dinanti-nantikan.52
Dari berbagai konsep dan ajaran yang dikembangkan dalam Din-e-Ilahi,
beberapa penulis menganggap bahwa Akbar telah keluar dari Islam dan
membentuk agama baru dengan Din-e-Ilahi tersebut. Pendapat ini
disandarkan pada tulisan Badauni yang sangat memusuhi Akbar. Akan
tetapi beberapa penulis lain membantahnya. Din-e-Ilahi lebih
sebagai sistem etika dan wadah sosial keagamaan daripada sebuah
agama. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anggata Din-e-Ilahi
yang berjumlah delapanbelas orang, namun hanya satu yang beragama
Hindu.53
Pada masa Akbar, muncullah Sheikh Ahmad Sirhindi (1564-1624 M)54
sebagai penentang keras kebijakan keagamaan Akbar. Ia dikenal juga
sebagai Mujaddid-e-Alfi-Tsani, yang berarti pembaharu dunia
Islam millennium kedua. Kehidupan Sirhindi terbagi menjadi dua fase.
Pertama, fase prasufi dimana Ia menulis karya layaknya sarjana pada
masanya yang menentang paham Syiah dan membuktikan pentingnya
kenabian. Kedua, fase sufi, dialaminya ketika Ia menghasilkan karya
yang diliputi nuansa spiritual.55
Penentangan Sirhindi atas kebijakan keagamaan Akbar dapat diketahui
melalui surat-suratnya yang dikirim ke Sheikh Farid.56
Surat yang dihasilkan Sirhindi sekitar 534 dan dikirimkan kepada
hampir dua ratus orang bangsawan Mughal. Koleksi surat-surat Ahmad
Sirhindi dikenal dengan Maktubat-e-Imam-e-Rabbani.57
Surat-surat tersebut berisi pandangan Sirhindi tentang posisi umat
Islam di masa Akbar yang menurutnya sangat memprihatinkan.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Akbar, Sirhindi mendapat
posisi terhormat dan dekat dengan Jahangir hingga wafatnya pada 1624
M dalam pengasingannya. Diperkirakan, kedekatan Sheikh Ahmad dengan
Jahangir nantinya sangat mempengaruhi kebijakan keagamaan yang
cenderung mendukung kaum ortodok Islam.
4.
Jahangir
Akbar digantikan oleh putranya, Salim yang bergelar Nur al Din
Muhammad Jahangir Padshah Ghazi. Jahangir tidak melanjutkan gagasan
Din-e-Ilahi ayahnya. Pengaruh ajaran Din-e-Ilahi hilang
bersamaan dengan wafatnya Akbar. Hal ini terjadi karena Akbar memang
hanya sebagai penggagas berdirinya Din-e-Ilahi. Ia tidak
mengangkat orang-orang yang akan meneruskan dan mempropagandakan
gagasannya itu, selain juga masyarakat umum kurang bisa memahami dan
mengapresiasi pemikiran Akbar.
Dalam pemerintahannya, Jahangir hanya melanjutkan beberapa tradisi
yang dilakukan masa Akbar seperti sijda. Praktek ini masih
tetap dipertahankan kala menghadap raja di istana.58
Selanjutnya sebagai raja baru, Jahangir mengambil langkah strategis
dengan membebaskan tawanan perang, berjanji melindungi ajaran Islam,
memberi amnesti kepada musuh-musuhnya, dan mengangkat pendukungnya
pada jabatan penting. Kebijakannya paling menarik adalah mengeluarkan
duabelas fasal dan dikenal dengan Dastur-e-Amal, yang isinya
sebagai berikut 59:
- Larangan pemungutan zakat
- Peraturan (hukuman) tentang perampokan dan pencurian di jalan raya.
- Warisan bebas harta benda orang yang sudah meninggal
- Larangan penjualan minuman anggur dan semua minuman yang memabukkan
- Larangan mengambil hak milik orang lain dan pemotongan hidung se rta telinga para kriminal
- Larangan pemilikan harta benda yang diambil secara paksa
- Membangun rumah sakit dan pengangkatan dokter untuk mengobati orang sakit
- Larangan menyembelih binatang pada hari-hari tertentu
- Penghormatan yang diberikan untuk hari Minggu
- Penegasan umum tentang nawab (penguasa daerah yang berdaulat) dan jagirdar (tuan tanah)
- Penegasan tentang tanah-tanah aima (tanah yang diserahkan untuk tujuan shalat dan pemujaan)
- Pemberian amnesti untuk semua tahanan yang ada di benteng maupun dalam penjara
Selain mengeluarkan fasal-fasal di atas, Jahangir melanjutkan tradisi
ayahnya berdiskusi tentang filsafat dan agama dengan para ulama:
Sheikh Abdul Haq Muhaddis (w. 1642 M), Sheikh Mi’an Mir (w. 1635
M), dan Kazi Nasir Burhanpur (w. 1621 M). Meskipun demikian,
ulama tidak mempunyai otoritas hukum.60
Kontribusi ulama hanya terbatas pada penyebaran dan pengajaran agama.
Ia melarang wanita muslim masuk Hindu di Mirpur, Rajauri, Jammu.
Berbeda dengan ayahnya Ia merusak kuil Hindu Varaha di Pushghar. Pada
1617 M, membersihkan ajaran Jaina dari wilayahnya. Hal ini dipicu
oleh dukungan Man Singh Suri kepada Rai Singh Bikaner untuk mendukung
pemberontakan Khusru.61
Jahangir
lebih ortodox daripada ayahnya. Namun pandangannya ini tidak mudah
akibat kuatnya pengaruh Syiah, terlebih setelah pernikahannya dengan
Mehr-un- Nisa.62
5.
Shah Jahan
Anak Jahangir, Shah Jahan, menjadi raja pada 6 Februari 1628 dengan
gelar Abu al Muzaffar Shabab al Din Muhammad Sahib Qiran-e-Sani Shah
Jahan Padshah Ghazi. Ia mempunyai rasa keagamaan yang sangat tinggi.
Ia berusaha menghidupkan kembali semangat keagamaan yang mulai padam
dengan mengeluarkan beberapa dekrit. Pertama, dengan memperbaiki
sistem kalender. Menurutnya kalender yang didasarkan atas peredaran
matahari merupakan bid’ah, karena itu dihentikan pemakaiannya.
Semua kejadian penting dan transaksi-transaksi harus dicatat menurut
tahun qamariah (lunar). Shah Jahan dalam pandangan keagamaan
lebih ortodok daripada nenek moyangnya. Ia tidak memberikan
kesempatan sama sekali terhadap praktek-praktek yang bertentangan
dengan ajaran Islam seperti sijda, yang telah menjadi model di
masa Akbar dan Jahangir. Atas inisiatif Mahabat Khan, digantilah
sijda dengan zaminbos (mencium tanah), namun akhirnya
praktek ini juga dihapuskan karena esensinya tidak berbeda dengan
sijda.
Pada tahun 1633 M, Shah Jahan mengeluakan perintah untuk merusak
seluruh kuil yang baru didirikan di seluruh penjuru wilayahnya,
terutama di Benaras. Perintah itu diikuti dengan larangan pendirian
kuil baru maupun memperbaiki kuil lama. Sejumlah tujuh puluh enam
kuil dihancurkan.63
Masa Shah Jahan, di beberapa daerah seperti Punjab, Kashmir, dan
Gujarat, umat Hindu dan Muslim telah hidup berdampingan secara damai.
Di antara mereka juga telah melakukan perkawinan antar agama dengan
perjanjian yang ketat. Di Bhimbar, telah terjadi pernikahan antara
anak perempuan dari keluarga Hindu dengan pria Muslim. Jika mereka
mati, maka mayatnya harus dimakamkan secara Islam. Sebaliknya,
pernikahan antara pria Hindu dengan muslimah, jika ajal menjemput,
mereka akan dikremasi secara Hindu. Oleh karena itu, Shah Jahan
melarang praktek ini pada 1634 dan memerintahkan agar memulangkan
seluruh anak gadis Islam (muslimah) yang dinikahi pemuda Hindu,64
karena pernikahan mereka terjadi di bawah tekanan.
Selain hal di atas, Shah Jahan juga tidak lagi mempekerjakan
orang-orang Hindu di istananya. Padahal masa Akbar, tidak sedikit
orang Hindu yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan. Pada
tahun 1594 M, Akbar mempunyai delapan menteri Hindu dari duabelas
menteri di duabelas propinsi seperti: Baghwan Dass, Man Singh, Rai
Sing,Todar Mal, dll.65
Dalam sejarah India Shah Jahan dikenal sebagai penguasa yang adil,
hingga ia mendapat julukan Shahanshah-e-adil.66
Dengan demikian tulisan R.R. sethi, P. Saran, dan Bhandari tentang
perusakan puluhan kuil oleh Shah Jahan, yang telah disebutkan
sebelumnya, tidak benar. Menurut Sri Rham Sharma, penghancuran kuil
pada periode Shah Jahan memang terjadi, namun hanya berlangsung pada
masa awal pemerintahannya dan saat terjadi perang dengan Hindu.
Perusakan kuil tidak pernah terjadi lagi semenjak paruh ke dua
pemerintahannya.67
Pemerintahan Shah Jahan seringkali dianggap sebagai masa keemasan
bagi Mughal. Periode ini ditandai dengan meratanya kesejahteraan
rakyat dan kemegahan arsitektur sepeti Taj Mahal, Masjid Moti,
Diwan-e-aam, Diwan-e-khas, Jami Masjid, dan Peacock
Throne (tahta merak). Meski demikian pemerintahan Shah Jahan
berakhir tragis dengan munculnya perang suksesi di antara
putra-putranya pada September 1657 M.
BAB
III
KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Kebijakan penguasa sebelum Aurangzeb yang begitu toleran, bahkan
cenderung tidak bisa menghilangkan praktek-praktek heretik
menyadarkan Aurangzeb untuk mengeluarkan kebijakan keagamaan yang
berbeda dengan para pendahulunya. Aurangzeb berusaha mewarnai
pemerintahannya dengan nuansa Islam yang kental. Sebelum membahas
tentang kebijakan keagamaan Aurangzeb, dalam bab ini akan dibahas
terlebih dahulu tentang biografi Aurangzeb, pokok kebijakan keagaman,
dan respon masyarakat Hindu atas kebijakan Aurangzeb.
A.
Biografi Aurangzeb
1.
Aurangzeb Sebelum Menjadi Sultan
Aurangzeb, putra ke-3 Shah Jahan dan Mumtaz Mahal.68
Ia dilahirkan pada 24 Oktober 1618 M di Dohad, perbatasan Gujarat dan
Rajputana.69
Masa kecilnya tidak banyak diketahui, namun layaknya putra raja pada
umumnya Ia memperoleh pendidikan kemiliteran dan kesasteraan.
Sebagian besar sejarawan hanya menuturkan riwayatnya sejak Ia
diangkat Shah Jahan menjadi raja muda Deccan.
Pada 14 Juli 1636 M, saat usianya 18 tahun, Shah Jahan mengangkatnya
sebagai raja muda di Deccan (1636-1644 M).70
Saat itu Aurangzeb menunjukan kepiawaiannya sebagai pemimpin. Ia
berhasil merebut Baglana, yang terbentang dari Khandesh hingga Pantai
Surat. Selain itu juga mampu menundukkan Shahji Bhonsla.71
Keberhasilan Aurangzeb membuat Dara, kakak tertuanya, iri.72
Dara menekan Shah Jahan untuk menyerang Aurangzeb, sehingga Ia
memutuskan untuk meletakkan jabatan pada Mei 1644 M.
Di sela-sela kesibukannya dalam penaklukan, Aurangzeb kembali ke Agra
pada 1637 M untuk melangsungkan pernikahan dengan Dilraz Banu Begum,
anak Shah Nawaz Persia.73
Kemudian dalam sejarahnya, Aurangzeb juga menikah lagi dengan tiga
wanita lain. Isteri pertamanya seorang wanita Rajput, menjadi ibu
Muhammad, Mu’azzam, dan seorang anak perempuan; isteri ke duanya
seorang bangsawan Persia, ibu dari A’zam, Akbar, dan dua anak
perempuan; isteri ke tiganya tidak banyak disebutkan dalam sejarah;
dan isteri ke empatnya, Udaipur Bur, seorang Kristen Nestorian yang
menjadi ibu Kam Bakhs.74
Dari pernikahannya Aurangzeb dikaruniai lima anak laki-laki dan lima
anak perempuan. Putra pertamanya, Muhammad Sultan (lahir 4 Ramadhan
1049 H/14 November 1639 M) dan putra ke duanya, Muhammad Mu’azam
Shah Alam Bahadur (lahir September 1643 M). Ibu dari kedua putra
tersebut adalah Nawab Bai. Berikutnya Muhammad A’zam (lahir 12
Sa’ban 1063 H/28 Juni 1653 M) dan Akbar (lahir 12 Dzulhijah 1067
H/12 September 1656 M) dari Ibu Dilraz Banu Begum. Muhammad Kam
Bakhs, putra terakhir (lahir 10 Ramadhan 1077 H/25 Februari 1667 M)
dilahirkan oleh Udaipur.75
Anak perempuan tertuanya, Zebun Nisa dilahirkan oleh Begum pada 10
Syawal 1048 M/5 Februari 1639 M. Anak perempuan ke dua, Zinatun Nisa.
Ia lahir pada 1 Sa’ban 1053 H/9 0ktober 1643 M. Badrun Nisa Begum,
anak perempuan ke tiga dilahirkan oleh Nawab Bai pada 29 Syawal 1061
H/17 November 1647 M. Berikutnya Zubdatun Nisa Begum lahir 26
Ramadhan 1061 H/1 September 1651 M dan Mihrun Nisa Begum. Lahir 3
Safar 1072 H/13 September 1661 M.76
Selanjutnya pada Februari 1645, Aurangzeb diangkat menjadi raja muda
Gujarat atas peran Jahan Ara Begum. Ia memegang jabatan itu hingga
1647 M saat harus mengkonsolidasikan kekuatan Mughal di Asia Tengah
meski gagal. Kegagalan ini terjadi karena kekuatan tentara Shah Abbas
II Persia sangat tangguh.
Aurangzeb kembali menjadi raja muda Deccan pada 1653 M. Saat itu
kondisi Deccan sedang mengalami kemunduran dan defisitnya keuangan.
Aurangzeb mampu mengatasi kesulitan itu dengan bantuan Murshid Kuli
Khan, dengan menggunakan sistem Todar Mal dalam pengukuran tanah, dan
membagi Deccan menjadi dua bagian, Painghat (dataran rendah)
dan Balaghat (dataran tinggi) dengan pejabat pengumpul pajak
masing-masing.77
Setelah mengatasi kondisi internal Deccan, Aurangzeb memusatkan
perhatiannya untuk menaklukkan Golkunda dan Bijapur karena tidak lagi
mengakui kekuasaan Mughal. Pada 1656 M, Golkunda dapat ditaklukkan
bersama dengan Mir Jumla78
Langkah selanjutnya menaklukkan Bijapur, namun usahanya ini
dihalang-halangi oleh ayahnya. Meskipun demikian, Bijapur membayar
upeti kepada Mughal dan menyerahkan Bidar, Kalyani, dan Parendra.
Ketika Aurangzeb akan menumpas Shivaji pada September 1657 M, tersiar
kabar Shah Jahan sakit keras. Sejak saat itulah muncul perang
perebutan kekuasaan di antara keempat putra Shah Jahan.79
Perang ini timbul akibat kebijakan Dara yang sangat represif kepada
saudara-saudaranya, di samping tidak adanya undang-undang yang
mengatur tentang suksesi. Ketika ayahnya sakit, Dara menutup jalan
dan sarana komunikasi ke Bangla, Gujarat, dan Deccan, agar berita
tentang ayahnya tidak sampai ke telinga saudara-saudaranya.
Diperintahkan pula kepada tentaranya untuk menyerang mereka sebelum
sampai ibukota.80
Putra Aurangzeb yang pertama kali melakukan kudeta adalah Shuja,
Gubernur Bangla. Pada September 1657 M Ia memproklamirkan diri
sebagai raja di Rajmahal, namun tentaranya dapat dikalahkan oleh
Sulaiman Sukoh. Sebulan kemudian Murad, Gubernur Bangla mendirikan
pemerintahan independen di Ahmadabad. Sementara itu Aurangzeb
mengurungkan niatnya mengadakan konsiliasi dengan Bijapur dan
Golkunda. Ia memutuskan bergabung dengan tentara Murad dan bersepekat
membagi kerajaan antar mereka dengan perjanjian sebagai berikut:
pertama, ⅓ (sepertiga) hasil rampasan perang akan menjadi milik
Murad dan ⅔ (dua pertiga) lainnya akan menjadi hak Aurangzeb; ke
dua, Punjab, Afghanistan, Khasmir, dan Sind akan menjadi wilayah
kekuasaan Murad.
Gabungan pasukan Aurangzeb dan Murad berhasil mencapai Dharmat.
Melihat kondisi ini, Dara mengirimkan Raja Jaswant Singh Jodhpur dan
Qasim Khan untuk menghancurkan mereka. Perang Dharmat dimenangkan
kubu Aurangzeb. Kekuatan Dara pun dapat dikalahkan Aurangzeb pada Mei
1658 M di Samugarh. Setelah kemenangannya ini Aurangzeb segera
menuju Agra dan memenjarakan ayahnya pada 18 Juni 1658 M.81
Hal ini dilakukan demi keselamatannya. Surat Shah Jahan kepada Murad
dan Muhammad menjadi bukti ketidaksenangan Shah Jahan kepada
Aurangzeb. Shah Jahan memerintahkan kepada mereka untuk menurunkan
Aurangzeb dari tahta, agar Dara dapat menjadi raja.82
Aurangzeb kemudian mengangkat dirinya sebagai raja, namun Ia belum
dapat menikmati kemenangannya. Dara memperkuat pasukannya dan hendak
menuju Agra, namun Ia dapat dieksekusi pada 15 September 1659 M.83
Eksekusi Dara dianggap tidak bertentangan dengan agama, sebab Dara
anti Islam dan dianggap telah kafir. Ia sangat dekat dengan mistisime
Hindu. Sebagian besar waktunya dihabiskan dengan para brahmana dan
sanyasis (semacam para sufi). Ia mengumpulkan brahmana dari
seluruh penjuru negeri untuk mempelajari Hindu. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika dalam karyanya, Majma-e-Bahrain
membandingkan sufisme dengan Hindu. Begitu juga dengan Sirr-e-Akbar
atau Sirr Asrar yang memuat terjemahan Uphanisad
dalam bahasa Persia.84
Lebih jauh lagi Dara memakai gelar Prabhu seperti layaknya
raja-raja Hindu.85
Shuja juga mengalami nasib yang sama dengan Dara. Setelah dikalahkan
Aurangzeb di Khajwa, dekat Allahabad pada 1658 M, Ia melarikan diri
ke Arakan dan terbunuh di sana. Pada 1661 M, Murad yang termasuk
salah satu saudara Aurangzeb juga dituntut hukuman mati. Kematian
Murad bukan bermotif politik, namun kematian sebab qishas.
Pada awalnya Ia bergabung dengan Aurangzeb untuk menumpas musuh agama
(Dara), tetapi kemudian Ia melakukan konspirasi dengan ayahnya untuk
menggulingkan Aurangzeb. Ia lalu dipenjarakan di Gwalior. Sementara
hal yang menyebabkan Murad dihukum qishah adalah terbunuhnya
Ali Naqi, diwan Ahmadabad di tangannya.86
Ahli waris Ali Naqi menginginkan kematian Murad.
Aurangzeb lalu naik tahta yang ke dua kalinya pada 5 Juni 1659 M,
dengan gelar Abu al Muzaffar Muhid al Din Muhammad Aurangzeb Alamghir
Padshah Ghazi. Saat itu usianya sekitar empat puluh tahun, usia yang
cukup matang dan penuh pengalaman. Seperti pendahulunya, Ia segera
memperbaiki kesejahteraan rakyatnya dengan menghapuskan berbagai
pajak yang tidak sesuai dengan syariat Islam.87
Kemenangan Aurangzeb menandai pula kemenangan Islam.
2.
Setelah Menjadi Sultan
Masa pemerintahan Auragzeb setelah memperoleh kedudukan sultan dibagi
menjadi dua periode, tahun 1658-1681 M Ia memerintah di India Utara
(Delhi dan Agra) dan 1682-1707 M memerintah di Deccan. Pada
pemerintahannya yang ke dua ini lebih banyak dihabiskan dalam
pertempuran-pertempuran. Awal pemerintahannya di utara, Aurangzeb
harus menghadapi pemberontakan Ahoms di perbatasan Timur Laut dan
bangsa Afghanistan di Barat Laut.
a.
Assam (Asham)
Pertempuran terbesar pertama Aurangzeb setelah menjadi raja adalah
invasi ke Assam yang sejak masa perang suksesi mengambil keuntungan
dengan merebut Kamrup. Assam dihuni oleh Ahoms dan Kuch Bihar. Ahoms
merupakan keturunan Mongol yang migrasi dari tempat asalnya di Burma
menuju ke lembah Brahmaputra pada abad XIII M. Secara bertahap mereka
lantas mengadopsi agama dan kebudayaaan Hindu. Wilayah kekuasaan
mereka semakin meluas terbentang dari Sungai Barnadi di Barat Laut
hingga Sungai Kalang.88
Pada saat yang bersamaan wilayah Mughal juga berbatasan dengan Sungai
Barnadi, maka tidak dapat dielakkan hal ini memicu konflik antara
Mughal dan Ahoms memperebutkan daerah perbatasan.
Ahoms
dapat merebut Ghauhati pada 1658 M. Untuk menghentikan aksi mereka
Aurangzeb mengirim Mir Jumla dan berhasil memasuki Assam. Gurghaon,
ibukota Ahoms dapat diduduki Maret 1662 M. Rajanya, Jayadharaj
bersedia membayar upeti kepada pemerintahan Mughal tidak hanya
berupa uang, tetapi juga berupa emas, perak, dan gajah.89
Kemenangan Mughal atas Assam tidak berlangsung lama karena Mir Jumla
wafat pada 30 Maret 1663 M ketika hendak kembali ke Dhaka. Pada 1667
M, Chakradhvaj Ahoms berhasil mengambil kembali wilayahnya yang
hilang. Peperangan dengan tentara Mughal terus berlangsung selama
delapan tahun dan pihak Mughal mengalami kekalahan dan kerugian..
Pengganti Mir Jumla adalah Shaista (Shayesta) Khan, putra Asaf Khan.
Ia menjabat sebagai Gubernur Bangla selama tigapuluh tahun, kecuali
dari 1677-1680 M. Gubernur baru ini harus menghadapi para bajak laut
dari Arakan. Mereka mendapat dukungan dari Portugis, yang datang ke
India sejak abad XV M. Semula bangsa Eropa ini datang ke India untuk
tujuan dagang, namun selanjutnya supremasi mereka semakin kuat dan
tak terbendung oleh kekuatan Mughal.
Armada Portugis pertama yang sampai ke India adalah Vasco Da Gama
pada 27 Mei 1498 M, yakni dengan mendaratnya kapal mereka di
Calicut. Sementara peletak dasar kekuatan Portugis di India adalah
Alfonso de Al bequerque. Ia datang ke India pada 1503 M dan diangkat
menjadi gubernur pada 1509 M. Mereka dapat merebut Goa dari tangan
Bijapur satu tahun kemudian. Pada tahun-tahun berikutnya, bangsa
Portugis berhamburan menuju India. Mereka mendirikan pemukiman di
Goa, Daman, Diu, Salsette, Chaul, Bombay, San Thome (daerah sekitar
Madras), Madras, dan Hugli di Bangla.90
Para pendatang Portugis ini lalu menikah dengan penduduk lokal.
Keturunan mereka dikenal dengan Firinggi. Mereka lalu berlaku
seperti penguasa lokal dan mengambil upeti yang memberatkan penduduk
setempat.
Shayesta Khan menyusun strategi untuk mengalahkan para bajak laut
Arakan dan musuh negara, Portugis. Angkatan laut Mughal dikerahkan
untuk melindungi perairan Dhaka. Selanjutnya Shayesta Khan
mengirimkan ekspedisinya ke Chittagong baik melalui darat maupun laut
pada 24 Desember 1665 M. Ekspedisi ini dipimpin oleh Buzurg
Ummed Khan, putra Shayesta Khan dan Laksamana Ibnu Husain.91
Chittagong dapat dikuasai dan menjadi daerah Mughal. Namanya kemudian
diganti menjadi Islamabad92.
Kemenangan ini menjadi perlambang runtuhnya kekuatan Arakan. Sehingga
sejak 1666 M, masyarakat Bangla terbebas dari tekanan yang dilakukan
Arakan.
Shayesta Khan sebagai Subadar (gubernur) Bangla, banyak
membawa kemajuan di wilayah ini. Pada masanya, Bangla mencapai
kemakmuran di bidang ekonomi, yakni harga beras paling murah sedunia.
Sonargaon, ibukota Bangla, sekitar 60 km dari Dhaka (ibukota
Bangladesh sekarang) menjadi tempat berkumpulnya para pedagang dari
seluruh penjuru dunia.93
Seperti Aurangzeb, Shayesta Khan juga menerapkan syariat Islam dalam
pemerintahannya. Ia banyak mengislamkan orang-orang India Timur
umumnya dan Bangla pada khususnya. Peninggalan Shayesta Khan di
Bangla masih dapat dijumpai dan dikunjungi wisatawan mancanegara
sampai saat ini, yaitu benteng Lalbagh (Lalbager Killah). Selain itu
Shayesta Khan juga banyak mendirikan masjid seperti Chota, Katra,
Chawkbazar, Satgumbaz (tujuh kubah), dan Bibi Pari, sehingga sampai
sekarang Dhaka dikenal sebagai kota masjid dunia.94
b.
Perbatasan Afghanistan
Negeri di perbatasan Afghanistan juga berusaha melepaskan diri.
Salah satunya Yusufzai, masyarakat yang tinggal di Swat dan Bajaur,
Peshawar Utara. Mereka memberontak di bawah komando Bhiku (pengikut
setia Dara). Ia berusaha menghidupkan kembali kejayaan nenek
moyangnya dengan menobatkan diri sebagai raja yang bergelar Muhammad
Shah. Dengan menyeberangi Sungai Indus, Bhiku dapat menginvasi
Distrik Hazara dan menghancurkan kekuatan Mughal pada 11 April 1667 M
di bawah komando Kamil Khan. Atas kekalahan ini Aurangzeb mengirimkan
Shamser Khan satu bulan kemudian.
Pemberontakan Yusufzai disusul oleh suku Afridi di bawah pimpinan
Akmal Khan. Ia menyerukan kepada seluruh bangsa Pathan untuk
menyatakan perang kepada tentara Mughal. Pasukan mereka semakin kuat
dengan bergabungnya Khushal Khan, penyair dan pahlawan Khattak.
Nenek moyang Khushal Khan telah memperoleh hak menjadi pengawas dan
pengumpul pajak transportasi untuk wilayah Attock hingga Peshawar.
Semula Ia bergabung dengan Aurangzeb melawan Dara, akan tetapi
keadaan ini menjadi terbalik ketika Aurangzeb mengeluarkan kebijakan
untuk menghapus pajak yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Dengan
dihapuskannya pajak transportasi, keluarga Khatak kehilangan sumber
pendapatan yang telah mereka nikmati sejak pemerintahan Akbar. Sejak
saat itulah Khushal membelot melawan Aurangzeb. Ia lalu dijebloskan
ke penjara selama dua tahun. Hal ini semakin menambah kebenciannya
kepada Aurangzeb.95
Untuk mengembalikan kejayaan Mughal di perbatasan utara, Aurangzeb
turun tangan sendiri dengan pergi ke Hasan Abdal (daerah sekitar
Peshawar) pada 6 juli 1674 M. Dalam waktu singkat suku-suku Ghuri,
Ghilzai, Shirani, dan pasukan Yusufzai dapat ditaklukkan.
Keberhasilan ini dilakukan oleh Uighur Khan, jenderal Turki yang
sangat cakap. Akhirnya posisi Mughal di Afghanistan semakin kuat pada
Desember 1675 M. Amir Khan, putra Khalilullah, kemudian diangkat
sebagai Gubernur Kabul yang baru pada 1677 M. Ia berhasil membawahi
Afghanistan hingga wafatnya pada 1698 M.
c.
Inggris
Aurangzeb tidak hanya menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh
kalangan Hindu, tetapi juga harus berhadapan dengan kekuatan asing,
yaitu Inggris.
Inggris
tertarik datang ke India setelah mengalahkan armada Spanyol dan
laporan tentang kekayaan India dari para pelancong Inggris, Ralph
Fitch dan Mildenhall. Maka pada 1660 M, Ratu Elizabeth memberikan
izin bagi rakyat Inggris untuk menjalin hubungan dagang dengan India.
Semula armada Inggris datang secara personal dan keuntungannya pun
masuk ke kantong personal. Sementara armada ke dua harus berhadapan
dengan Belanda yang juga menginginkan monopoli perdagangan di dunia
Timur. Kesuksesan armada Inggris baru tercapai pada pelayaran mereka
yang ke tiga. James I, Raja Inggris mengutus Kapten Hawkin sebagai
dutanya pada 1608 M. Jahangir menerimanya sebagai duta besar dan
mengizinkan rombongan dagang Inggris mendiami daerah Surat.
Pada masa ini pengaruh Portugis masih sangat kuat, sehingga
mempersulit gerak Inggris. Pada 1612 M, Inggris mampu mengalahkan
Portugis di Surat, sehingga sejak saat itu mulai mendirikan
pabrik-pabriknya di Surat. Supremasi Inggris semakin kuat ketika
James I mengirimkan Thomas Roe ke India.
Konflik pertama Inggris dengan Mughal terjadi pada 1622 M ketika
Shayesta Khan mengeluarkan Naya Farman (dekrit baru) tentang
pajak yang harus dibayarkan oleh Inggris kepada Mughal. Dekrit baru
ini memperbaiki kebijakan Sultan Shuja, pendahulunya, yang begitu
murah hati kepada para pedagang asing. Atas kebijakan Sultan Shuja,
Subadar Bangla, kongsi dagang Inggris diizinkan untuk
mendirikan pabrik di Bangla pada 1652 M dan hanya diwajibkan membayar
3000 Rupee pertahun.96
Inggris yang kekuatannya semakin tak terkendali menolak membayar
pajak dalam jumlah lebih banyak. Inggris merasa perlu membangun
benteng pertahanan di Hugli. Konflik dengan Mughal semakin tajam pada
1686 M ketika mereka berusaha menyerbu pertahanan Mughal di Hugli dan
Balasore. Shayesta Khan akhirnya mengusir Inggris dari Hugli, di
Calcutta. Job Charnok, salah seorang agen Inggris di Hugli berusaha
mengatasi perseteruan dengan mengadakan perundingan bersama Mughal.
Hasil perundingan ini, Inggris diperbolehkan membangun kembali
pabriknya di Surat.97
Kondisi damai Inggris-Mughal hanya berlangsung sesaat. Pada 1688 M,
armada laut dikirim dari Inggris di bawah komando kapten William
Heath untuk mengambil alih Chittagong. Sayang pasukan mereka dapat
dikalahkan, sehingga mereka kembali ke Madras. Akhirnya Inggris
berubah menjadi kekuatan imperial di India sejak abad XVIII M dan
menjadikan Calcutta sebagai ibukota seluruh India masa kolonial
Inggris.
d.
Deccan
Deccan (Dakkin, Dak-han) selalu menjadi incaran raja-raja India utara
sejak dahulu. Tanahnya subur dan menjanjikan kemakmuran, namun Deccan
tidak mudah ditaklukkan. Selain jaraknya yang jauh dari pusat
Hindustan, alamnya juga tidak bersahabat. Deccan dikelilingi
oleh deretan Pegunungan Vindya dan Saputra, serta Sungai Narbada
(Narmada). Selama berabad-abad pegunungan ini menjadi penghalang
komunikasi antara utara dan selatan.98
Penguasa Muslim pertama penakluk Deccan adalah Alauddin Khalji pada
tahun 1306-1307 M99
dan yang ke dua Muhammad bin Tughlaq (1325-1351 M) dari Kesultanan
Delhi. Dengan kecakapannya Ia mampu membawahi Deccan hingga akhir
hayatnya. Sepeninggalnya tidak ada pemimpin yang mampu menaklukkan
wilayah ini. Deccan menjadi daerah independen di bawah kekuasaan
Dinasti Bahmani (748-934 H/1347-1527 M).100
Pada abad XV M, kekuasaan Bahmani akhirnya mengalami disintegrasi
menjadi lima dinasti kecil yakni: Dinasti Imad Shahi di Berar
(1490-1574 M), Dinasti Nizam Shahi di Ahmadnagar (1490-1637 M),
Dinasti Adil Shahi di Bijapur dan Qutb Shahi di Golkunda, yang
didirikan oleh Quli Qutb Shah pada 1512 M.101
Pada periode Mughal, Akbar telah melakukan invasi ke selatan dan
berhasil mencapai Khandesh, Burhanpur. Ibukotanya kemudian dijadikan
daerah pertahanannya di selatan. Tidak lama kemudian Akbar mampu
menundukkan Berar, sehingga lebih dari satu abad Deccan menjadi subai
Mughal, yang meliputi wilayah Burhanpur dan sekitarnya. Sementara itu
pada masa Jahangir, Ahmadnagar melepaskan diri. Mughal tidak berhasil
mempertahankan Deccan. Wilayah ini dapat dikuasai kembali oleh Mughal
di bawah komando Aurangzeb pada masa Shah Jahan.102
Melanjutkan kebijakan para pendahulunya, Aurangzeb juga memusatkan
perhatiannya untuk memperluas wilayahnya hingga ke selatan.
Kemunduran Bijapur dan Golkunda, bangkitnya nasionalisme Maratha, dan
pemberontakan Akbar, semakin memperkuat keinginan Aurangzeb untuk
menginvasi Deccan. Jadi secara umum motif penaklukan Aurangzeb ke
Deccan dapat dibagi menjadi tiga: aneksasi Bijapur dan Golkunda,
memadamkan pemberontakan Akbar dan Sambhuji, serta menumpas
nasionalisme Maratha.103
Invasi Deccan seringkali dihubungkan dengan paham Sunni-Muslim yang
dianut Aurangzeb. Ia dianggap sangat membenci Syiah, sekte mayoritas
yang dianut masyarakat Bijapur dan Golkunda. Syiah mulai berkembang
pesat di Bijapur sejak pemerintahan Yusuf Adil Shah (1489-1510 M),
pendiri Dinasti Bijapur. Paham ini mulai dijadikan sebagai mazhab
resmi negara pada masa penggantinya, Ismail Adil Shah (1510-1534 M).
Syiah mengalami kemunduran di Bijapur saat pemerintahan Ibrahim I
(1534-1558 M). Syiah diterapkan kembali menjadi mazhab negara saat
pemerintahan Ali I (1558-1580 M). Seperti halnya Bijapur, Golkunda
juga penganut mazhab Syiah. Quli Qutb Shah (1512-1543 M), pendiri
dinasti ini memerintahkan kepada para khatib menyebut dua belas imam
dalam khutbah shalat Jumat.104
Tuduhan tentang kebencian Aurangzeb terhadap Syiah seperti
dikemukakan di atas tidak benar. Dalam pemerintahan Aurangzeb
ternyata tidak sedikit dijumpai orang-orang Syiah yang duduk dalam
jabatan penting seperti Mir Jumla dan Murshid Kuli Khan.
Tahun-tahun
pertama Aurangzeb di Deccan belum mengalami hambatan berarti hingga
sekitar 1680 M. Perhatiannya justru difokuskan ke daerah-daerah
perbatasan yang selalu menimbulkan keributan. Kepemimpinan Deccan
saat itu dipercayakan kepada orang-orang terdekat Aurangzeb. Untuk
wilayah Bijapur, Aurangzeb mengangkat wakilnya berturut-turut sebagai
berikut: Jai Singh (1666 M), Bahadur Khan (1676-1677 M) dan Dilir
Khan (1679-1680 M). Sedangkan untuk menghadapi suku Maratha,
Aurangzeb menyerahkan kepemimpinannya kepada Shayesta Khan (1660-1662
M), Jai Singh (1665 M), Mahabat Khan (1671-1672 M), dan Dilir Khan
(1678-1679 M).
Aurangzeb baru menuju Deccan pada 1682 M. Ia menyusun strategi untuk
menaklukkan Bijapur dan Golkunda. Pertama, Aurangzeb mengirim Azam
untuk menyerang Bijapur, namun Azam tidak mencapai hasil maksimal.
Akhirnya Aurangzeb memutuskan menghancurkan Sikandar Adil Shah
(penguasa terakhir Bijapur) dengan caranya sendiri. Pada 1686 M,
Bijapur dapat dikalahkan dan satu tahun kemudian Golkunda juga
dikuasai. Jatuhnya Bijapur dan Golkunda juga diikuti kekalahan
Shambuji, purta Shivaji. Pada 1689 M, Raigarh, ibukota Maratha jatuh
ke tangan Mughal, sedangkan Shahu, anak Shambuji ditawan di benteng
istana Aurangzeb.105
Aurangzeb mencapai puncak kemenangannya pada 1696 M. Wilayah
kekuasaannya terbentang luas dari Kabul hingga Chittagong dan dari
Kashmir hingga Tanjore di Tanjung Comorin.106
Meski demikian kebijakan Aurangzeb menginvasi Deccan berakhir dengan
kegagalan walau Ia berhasil meruntuhkan Bijapur dan Golkunda.
Peperangan yang panjang dengan Maratha juga membawa dampak pada
kosongnya kas negara. Selain itu seluruh kekuatan sipil maupun
militer yang dicurahkan ke selatan, menyebabkan wilayah utara dan
tengah terabaikan, sehingga administrasi negara tidak terkontrol dan
kualitas para pejabat mulai menurun. Korupsi mulai menggerogoti
mental para pejabat.107
Pada 1699 M, usia Aurangzeb telah mencapai delapan puluh tahun, namun
Aurangzeb masih memimpin peperangan dan pemberontakan. Dalam usianya
yang sudah tua itu, menurut Gamelli Carreri, penjelajah asal Italia,
Aurangzeb masih mempunyai panca indra yang sehat. Carreri
berkesempatan mengunjungi tenda Aurangzeb di Galgala. Sosok Aurangzeb
digambarkannya sangat sederhana. Ia selalu memakai pagri (sorban)
putih dan ikat pinggang dari sutra yang tidak mahal. Fisiknya tidak
terlalu tinggi dan wajahnya yang ditumbuhi oleh jenggot putih selalu
mencerminkan keramahan. Sebagian besar waktu Aurangzeb dihabiskan
untuk beribadah dan puasa. Dituturkan pula oleh Carreri bahwa
Aurangzeb tidur hanya beberapa jam saja dengan alas kulit harimau.108
Pada Oktober 1705 M, kesehatan Aurangzeb mulai menurun. Ia lalu
memutuskan untuk kembali ke Ahmadnagar pada 20 Januari 1706 M. Di
kota ini kesehatannya tidak juga membaik. Demam yang dideritanya
bertambah parah dan melemahkan fisiknya, namun dalam kondisi yang
demikian Aurangzeb tetap melaksanakan kewajibannya sebagai Muslim.
Akhirnya Aurangzeb wafat pada hari Jum’at, 21 Februari 1707 M.
Jasadnya dikebumikan di desa Rauza atau Khuldabad, daerah sekitar
Daulatabad.109
Sebelum meninggal Aurangzeb berwasiat agar pemakamannya dilakukan
secara sederhana dan biaya pemakaman diambil dari kekayaan
pribadinya. Konon kain mori pembungkus jasadnya hanya seharga 5
Rupee. Wasiatnya yang lain adalah untuk membagikan 3.000 Rupee
kekayaannya untuk kaum miskin. Sejumlah uang yang dibagikan itu
merupakan hasil penjualan kaligrafi yang ditulisnya.
Dengan wafat Aurangzeb, tidak ada penggantinya yang bisa
menandinginya, sehingga tidak lama setelah dia meninggal negeri
Hydrabad, Deccan melepaskan diri dari ikatan Delhi pada 1724 M.
Bangla dan Oudh juga meyusul melepaskan diri, karena itu wilayah
Mughal hanya tinggal Delhi, Agra, Doab, dan wilayah sekitarnya.
Setelah Aurangzeb, Dinasti Mughal diperintah oleh raja-raja yang
lemah. Mereka hanya mewarisi kemewahan dan kebesaran dalam istana.
Berikut ini raja-raja Mughal setelah Aurangzeb: Bahadur Shah
(1707-1712 M), Azim Ash Shan (1712 M), Jahandar Shah (1712-1713 M),
Farukhsiyyar (1713-1719 M), Syams al Din Rafi al Darajat (1719 M),
Nikusiyar (1719 M), Muhammad Shah (1719-1748 M), Ahmed Shah
(1748-1754 M), Alamghir II (1754-1759 M), Shah Jihan III (1760 M),
Shah Alam II (1760-1806 M), Akbar Shah (1806-1837 M), dan Bahadur
Shah II (1837-1858 M).110
Raja terakhir ini terusir ke Rangon, Myanmar, dan dikebumikan di sana
- Pokok-pokok Kebijakan Keagamaan Aurangzeb
1.
Pengangkatan Muhtasib dan pembaruan kalender
Kebijakan keagamaan Aurangzeb dimulai dengan pengangkatan muhtasib
pada 1658 M. Ia menyusun pola baru yang menyangkut masalah moral
masyaraka. Ia mengangkat muhtasib, untuk menegakkan kehidupan
religius di masyarakat. Namun ternyata peran muhtasib belum
maksimal. Masih terdapat perjudian dan minuman keras yang dilakukan
secara sembunyi-sembunyi di rumah para bangsawan. Meski demikian,
Aurangzeb berusaha keras menekan laju perjudian, prostitusi, minuman
keras, dan peredaran narkotika. Langkah selanjutnya, dihapuskannya
kalender berdasarkan peredaran matahari (syamsiah) yang diganti
dengan kalender bulan.111
Kalima (penggalan syahadat yang ditulis pada sisi mata uang)
yang sudah dipraktekkan turun menurun juga dihapuskan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan orang yang tidak
menyukai Islam.112
2.
Larangan Musik
Pada 1668 M musik113
tidak pernah terdengar lagi di istana Aurangzeb. Seluruh musisi dan
penyanyi dipensiunkan. Padahal Babur dan Humayun, nenek moyangnya
sangat menyukai musik. Musik menjadi bagian penting di istana. Babur
dan Humayun sendiri menulis musik. Humayun bahkan mempunyai kebiasaan
mendengarkan musik dua kali dalam seminggu, setiap hari Rabu dan
Minggu. Apresiasi terhadap musik semakin meluas di masa Akbar. Ia
mendatangkan musisi Hindu, Iran, Turan, dan Kashmir baik laki-laki
maupun perempuan ke istananya. Mian Tansen114
(seorang Hindu Gwalior yang masuk Islam) salah satu musisi kenamaan
masa Akbar. Deretan musisi ini dilengkapi oleh nama Ram Das dan Bauja
Bawra. Jahangir dan Shah Jahan juga sangat menyukai musik. Mereka
suka menyanyi dan menulis lagu sendiri. Lal Khan (menantu Tansen),
Jagannath, Janardan Bhatta, dan Mahopattar merupakan musisi yang
penuh dengan talenta masa ini.115
3.
Perusakan kuil
Aurangzeb mulai melarang berdirinya kuil baru dan merusak kuil yang
sudah berdiri pada 10 Maret 1659 M. Bahkan jauh sebelum itu, saat
menjabat sebagai Gubernur di Gujarat Ia tidak hanya menghancurkan
kuil baru Chintaman di Saraspur. Kuil yang lain juga tidak luput dari
penghancuran. Ketika Ia menjabat sebagai gubernur di Deccan untuk
yang kedua kalinya, juga merobohkan kuil Khande Rao di perbukitan
selatan Aurangabad. Pada puncaknya, setelah Ia menjadi raja
mengeluarkan perintah yang tidak memperbolehkan pemugaran kuil kuno.
Para gubernur di seluruh propinsi diperintahkan untuk merobohkan
sekolah-sekolah serta menghentikan pengajaran Hindu pada 19 April
1669 M.116
Tempat yang dianggap keramat oleh umat Hindu juga menjadi sasaran
penghancuran. Pada masa pemerintahannya tercatat enam puluh enam kuil
diruntuhkan di Amber dan 239 kuil di Udaipur dan Chitor selama
berlangsung perang dengan Rajput.117
Ia menghancurkan kuil Bishanath di Benares dan Kuil Keshava Deva di
Mathurra, yang dibangun raja Bir Singh Bundela dengan biaya 33 lakh
Rupee.118
Menurut K. Ali, kebijakan Aurangzeb di atas tidak mempunyai bukti
mendasar. Surat Aurangzeb kepada Abul Hasan, Gubernur Benares
menunjukkan Ia seorang yang toleran. Perintahnya yang sebenarnya
adalah, melarang merusak kuil lama dan mendirikan kuil baru di
wilayah Islam. Bukti kebijakannya yang toleran diperkuat oleh
kunjungan Alexander Hamilton pada akhir masa pemerintahan Aurangzeb.
Ia menyatakan bahwa: Everyone is free to serve and worship God in
his own way.119
Dekrit yang dikeluarkan oleh Aurangzeb sebenarnya demi kesejahteraan
rakyat dan untuk semua golongan, seperti yang tercantum pada Waqi
Alamghir. Ia menetapkan kebijakan dalam pemerintahannya sesuai
dengan aturan agama tentang toleransi, yakni melarang mendirikan kuil
baru di wilayah Muslim dan menghancurkan kuil-kuil kuno, melarang
mengganggu para brahmana atau kalangan Hindu, memberikan kebebasan
beragama dan bekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kebijakan Aurangzeb tidak merugikan umat Hindu. Aurangzeb lebih
menekankan kebijakannya pada pemberantasan bid’ah yang terjadi di
kalangan umat Islam.
4.
Pajak (Jizyah)
Pada 12 April 1679 M, Aurangzeb memerintahkan agar jizyah
diberlakukan kembali pada non-muslim. Jizyah wajib dibayarkan
berdasarkan tingkat strata sosial dan jumlah pendapatan. Untuk orang
kaya, jizyah ditetapkan sejumlah 48 dirham, golongan
menengah sebesar 24 dirham, dan untuk rakyat miskin 12 dirham.120
Kebijakan untuk rakyat miskin, membayar jizyah hanya jika
kebutuhan pokok mereka telah terpenuhi. Wanita, anak-anak di bawah 14
tahun, dan pengemis dibebaskan dari jizyah. Sedangkan orang
buta, pincang, dan gila membayar jizyah jika mereka termasuk
orang kaya.121
Akibat penghapusan beberapa pajak yang tidak sesuai dengan hukum
Islam, praktis membawa dampak kosongnya pendapatan negara, sehingga
Aurangzeb menerapkan kembali jizyah setelah memerintah selama
tujuh belas tahun. Selain itu, pada masa ini orang Rajput telah
memperkuat posisinya menentang Dinasti Mughal. Karena hal inilah
Aurangzeb menerapkan jizyah kepada kalangan Hindu sebagai
bukti ketundukan terhadap penguasa. Jadi tujuan utama penerapan
jizyah yang telah lama dibekukan oleh Akbar adalah
ekonomi-politik dengan harapan umat Hindu menghindari pajak sehingga
memeluk agama Islam.
Menurut beberapa sejarawan, umat Hindu yang telah lama dibebaskan
dari Jizyah melakukan demonstrasi atas kebijakan baru ini.
Awalnya mereka berunjuk rasa di depan jharoka, namun tidak
mendapat tanggapan dari Aurangzeb. Akhirnya mereka memilih hari Jumat
bertemu Aurangzeb, dengan cara memenuhi sepanjang jalan menuju Masjid
Jami di Delhi, jalan yang akan dilalui Aurangzeb untuk melaksanakan
shalat Jumat. Para demonstran ini lantas dibubarkan oleh pasukan
gajah. Beberapa di antara mereka ada yang mati terinjak-injak. Hal
ini menambah kebencian umat Hindu terhadap Aurangzeb.122
5.
Larangan Tika, Dharsan, dan Nauruz
Kebijakan keagamaan Aurangzeb selain di atas adalah pelarangan tika
(menempeli dahi dengan semacam pasta) dan dharsan, yaitu
raja menampakkan diri di balkon setiap pagi. Di tempat ini raja
memandang rakyatnya dan kadang raja juga mengadajkan pertunjukan
untuk rakyat, khususnya pertandingan gajah. Tradisi pertemuan antara
raja dengan rakyat ini dihapuskan oleh Aurangzeb karena dianggap
sebagai pemujaan terhadap raja, seperti pada masa Akbar Agung
(1556-1605 M) Aurangzeb mengganti tradisi ini dengan sebuah tali besi
zinjir-e-adl (tali keadilan). Jika terdapat persoalan atau
masalah, rakyat tinggal menarik talinya dan raja akan segera keluar
mendengarkan laporan maupun keluhan rakyat123
Aurangzeb juga menghapuskan Nauruz,124
perayaan tahun baru ala pagan Persia. Secara bertahap, upacara
perayaan ulang tahun dan pemahkotaan raja juga dihapuskan pada 1677
M.
Dari catatan beberapa sejarawan, kebijakan Keagamaan Aurangzeb
dipengaruhi oleh kedekatannya dengan putra Ahmad Sirhindi. Aurangzeb
menjadi murid Khaja Muhammad Ma’sum, yang menurut Wiqaya,
Sheikh in sering berkunjung di istana Aurangzeb. Sepeninggalnya
Aurangzeb menjadi murid Sheikh Saif al Din, penerus Khaja Muhammad
Ma’sum.125
C.
Respon Masyarakat Hindu Atas Kebijakan Aurangzeb
1.
Jat, Satnami, dan Bundela
Pemberontakan pertama yang muncul atas kebijakan keagamaan Aurangzeb
dilakukan oleh masyarakat Jat dari Distrik Mathura. Mereka
memberontak di bawah pimpinan Gokla, zamindar Tilpat, pada
1669 dengan membunuh faujdar (kepala tentara) istana.
Pemberontakannya dapat dipatahkan oleh Hasan Ali Khan, faujdar
Mathura yang baru. Gokla dapat dihukum mati sedang keluarganya
kemudian memeluk Islam.126
Sepeninggal Gokla kekuatan Jat tidak melemah. Mereka kembali
melakukan pemberontakan di bawah pimpinan Raja Ram, putra Bhajja
Singh dari Sinsani pada 1685 M. Ia mempersatukan sukunya Sinsinwar
Jat dengan Sagoria127
di bawah kepemimpinan Ramchehra. Raja Ram menutup akses menuju Agra
dan merampok beberapa desa. Ia membunuh Safi Khan, Gubernur Agra dan
berhasil menduduki makam Akbar di Sikandra. Raja Ram dapat dipukul
mundur hingga kekuatan mereka tidak muncul sampai tahun 1691 M.
Setelah itu muncul pengganti Raja Ram, Churaman, menjadi tokoh
penting dari Jat. Ia mengorganisir Jat menjadi kekuatan militer
separatis pasca kematian Aurangzeb.
Sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan yang dilancarkan
suku Jat bernuansa agama, yakni kebijakan Aurangzeb yang sangat
represif terhadap Hindu. Menurut K Ali, pendapat ini tidak benar.
Kekalahan dan kematian Dara, sebagai patron Hindu sangat
mengecewakan mereka. Dengan kematian Dara, maka revivalisme Hindu
yang telah mereka idam-idamkan tidak akan tercapai. Selain itu, sejak
dari perang suksesi, kalangan Hindu Jat merasa tidak senang dengan
didirikannya Masjid Jami oleh Syayid Abdun Nabi, faujdar
Aurangzeb.128
Selain pemberontakan oleh kalangan Jat, Chatrasal dari Bundela juga
melakukan perlawanan kepada Aurangzeb. Motif penyerangan ini
disebabkan oleh kematian ayahnya, Champat Rai. Sebenanya sudah lama
keluarga Chatrasal mengabdi kepada Aurangzeb, namun kondisi ini
berubah menjadi konflik sejak ayahnya mulai membangkang. Konflik ini
mengakibatkan kemarahan Aurangzeb, sehingga Ia memutuskan untuk
menghukum Champat Rai. Mengetahui hal ini, Champat Rai memilih bunuh
diri daripada mati di tangan Aurangzeb.129
Chatrasal mempelopori nasionalisme Bundelkhand karena terinspirasi
oleh Shivaji. Seperti Shivaji, dia juga berambisi mendirikan
pemerintahan independen di Bundelkhand. Ia melancarkan penyerangan
pertamanya ke daerah Dhamoni dan Sironj. Pertempuran ini dimenangkan
oleh Chatrasal, karena itu ia mulai menerapkan Chauth (pajak
tanah yang besarnya seperempat) seperti Maratha.
Pada 1705 M Firuz Jang dapat membujuk Chatrasal berdamai dengan
Mughal, sehingga Chatrasal ditunjuk membawahi empat ribu tentara
untuk wilayah Deccan. Tetapi setelah kematian Aurangzeb, Ia menjadi
penguasa independen. Kota Poona dijadikan sebagai ibukota hingga
akhir hayatnya pada 1731 M.130
Pada Maret 1672 M, kelompok Satnami juga melakukan revolusi atas
kebijakan Aurangzeb. Mereka adalah sekte Hindu yang berpusat di
Narnol (Patiala) dan Mewar. Satnami dikenal juga sebagai Mundiya,
karena kebiasaan mereka yang selalu memotong rambut seluruh kepala,
bahkan alis mata.131
Pemberontakan mereka dipicu oleh terbunuhnya salah seorang
dari mereka oleh tentara Mughal. Pertikaian itu lalu meluas menjadi
amuk massa. Satnami dapat merampok dan menduduki Narnoul. Akhirnya
Aurangzeb memerintahkan kepada Radanda Khan untuk menghentikan aksi
mereka.132
2.
Sikh
Pemberontakan Sikh pada masa Aurangzb dipelopori oleh Tegh Bahadur.
Sikh yang semula murni gerakan keagamaan hingga masa kepemimpinan
Guru Arjun, berubah menjadi gerakan separatis yang sangat
membahayakan eksistensi Mughal.
Sikh berakar dari gerakan Bhakti (kesetiaan) pemuja Hindu Vaisnava
yang berkembang di Tamil Nandu dan didasarkan atas ajaran tokoh suci
Alvar dan Adiyar. Gerakan Bhakti dilatarbelakangi oleh kekhawatiran
tokoh-tokoh Hindu akan kuatnya pengaruh Islam di India. Penyebar
gerakan ini adalah Pangeran Adi Sankarachariya (788-820 M), kemudian
Ramananda (1360-1470 M), dan Kabir (1398-1518 M). Masa puncak
penyebaran gerakan ini di seluruh India terjadi sejak abad XV dan XVI
dengan tokohnya Chaitanya Dev di Bangla, Janeswar, Namdev, Tukaram
(Maharashtra), dan Mira Bai di Rajashtan.133
Pokok ajaran gerakan Bhakti adalah melatih kebaktian dan kecintaan
yang abadi. Ajaran gerakan Bhakti berkembang pesat pada masa Akbar
Agung (1556-1605 M) dan sisa ajarannya sekarang dikenal dengan ajaran
Sikh.134
Gerakan Sikh didirikan oleh Nanak135
dan beranggotakan orang-orang Jat. Ia mensintesiskan antara Hindu,
Budha, dan Islam dengan mengakui adanya satu Tuhan (Adaytabad),
menolak sistem kasta dan penyembahan berhala. Guru Nanak bahkan
banyak belajar kepada para ulama-ulama Islam dan kehidupannya banyak
terpengaruh oleh Islam. Ia berlaku sebagaimana orang-orang sufi Islam
dengan mengunjungi pusat-pusat khanqah di India, Persia, dan
Arab.136
Nanak akhirnya membentuk para pengikutnya menjadi suatu komunitas
yang kuat. Sebelum meninggal Ia mengangkat pengikutnya yang paling
tulus dan pengabdi Bhai Lahna, seorang Ksatria Trechan. Panggilannya
Angad. Nanak menjulukinya Ang-e-khud, yang berarti tulang
rusuknya sendiri.137
Guru Angad (1539-1552 M) memindahkan pusat kegiatan Sikh di Kartapur
ke Khadur di Amritsar. Ia mengumpulkan semua himne Guru Nanak yang
ditulis dalam bahasa Lande Mahajani dan menyempurnakannya. Tulisan
baru itu disebut Gurumukhi, yang berarti datang dari mulut
guru.138
Angad mengangkat pengikutnya Amar Das (1552-1574 M) sebagai
penggantinya. Guru ini kemudian digantikan oleh menantunya, Ram Das
(1574-1581 M). Ia mendirikan kota Ramdaspur yang kemudian hari
dikenal sebagai Amritsar, ibukota orang-orang Sikh sampai sekarang.
Pada tahun 1581 M, Ram Das mengangkat anaknya Arjun Dev/Arjun Mal
(1581-1606 M) sebagai guru ke lima. Dengan naiknya Arjun menjadi
pemimpin, Sikh memasuki fase baru dalam perkembangannya. Sumbangan
Arjun yang sangat berguna bagi Sikh adalah pengumpulan sebuah kitab
suci yang terkenal dengan Adi Grant, popular juga dengan Grant
Sahib atau Guru Grant.139
Pada tahun 1604 M, kitab yang ditulis dalam bentuk puisi dan
menggunakan tulisan Gurmukhi disempurnakannya.
Guru Arjun menciptakan pola baru bagi pemerintahan Sikh. Ia hidup
layaknya raja dan dikelilingi oleh pengawal yang disebut sebagai
masands. Sebagai sumber pendapatan tetap Sikh, Guru
Arjun menetapkan pajak sebesar sepersepuluh di kota-kota antara Kabul
hingga Dhaka.140
Guru ini melakukan kesalahan dengan merestui pemberontakan Khusru
atas tahta Jahangir pada 1606 M. Karena itu Jahangir memanggilnya dan
memerintahkan untuk membayar dua lakh Rupee. Arjun menolak membayar
uang sejumlah itu. Akibatnya Ia dihukum mati. Dari kejadian ini Arjun
lalu dianggap sebagai martir pertama dari Sikh.141
Anaknya, Har (Hare) Ghovind (1606-1645 M) sebagai Guru ke enam. Ia
menjadikan para pengawalnya sebagai semacam satuan tentara.
Permusuhan terhadap Mughal masih berlanjut sebab Ia memprofokasi
perang terhadap Shah Jahan. Kekuatannya dapat dikalahkan pasukan
istana, seluruh kekayaan Sikh di Amritsar bahkan diambil alih Shah
Jahan. Atas kekalahannya ini, Arjun mencari suaka ke Kiratpur, daerah
perbukitan Kashmir hingga meninggalnya pada 1645 M. Ia menunjuk
cucunya Har Rai (1645-1661 M) sebagai guru yang baru. Setelah
kematiannya, Ia digantikan putra keduanya, Har Kishan (1661-1664 M).
Masa kepemimpinan kedua guru ini, Sikh telah mempunyai kekuatan yang
besar.
Setelah melalui perselisihan suksesi, Har Kishan digantikan oleh Tegh
Bahadur. Pada awalnya Ia tinggal di Anandpur, 6 mil dari Kiratpur. Ia
lalu tinggal beberapa bulan di Patna dan bergabung dengan Raja Ram
Singh pada perang Assam. Setelah itu Ia kembali tinggal di Anandpur.
Saat inilah Aurangzeb mengeluarkan perintah untuk menghancurkan
kuil-kuil Sikh dan mengusir para masands. Tentu saja Tegh
Bahadur memberontak terhadap kebijakan Aurangzeb ini.
Pemberontakannya dapat dipadamkan. Ia dibawa ke Delhi untuk memeluk
Islam. Karena penolakan menjadi muallaf, Aurangzeb
menghukumnya hingga mati.142
Guru Govind, pengganti Tegh Bahadur merupakan figur penting dalam
Sikh. Ia adalah guru terakhir Sikh. Ia meninggal di tangan orang
Afghan pada 1708 M di Nandher, Godhavari, 150 mil barat laut
Hyderabad. Seperti para guru sebelumnya, Guru Govind juga menambahkan
dan menyempurnakan Grant yang mereka sebut Daswen Padhshah ka
Grant. Ia mempelopori pola baru penerimaan anggota Sikh dengan
cara baptis (pahul). Mereka akan mencapai khalsa dan
mendapat nama tambahan Singh. Sikh lalu dikenal melalui
performa mereka dengan lima “K” yaitu kes (rambut
panjang), kangha (sisir), kripan (belati/pedang),
kachcha (celana pendek), dan kara (gelang besi).143
Dampak dari pembaptisan, pengikut Sikh kemudian menjadi sangat loyal
dan rela mati untuk Guru. Sikh merasa sebagai manusia pilihan Tuhan
dan lebih tinggi derajatnya dari manusia lain.
3.
Maratha
Oposisi lain yang juga gencar melakukan perlawanan terhadap Aurangzeb
adalah Maratha. Mereka tinggal di sepanjang pegunungan Ghat dan
terdiri atas masyarakat kasta terendah, Sudra, namun pada pertengahan
abad XVI M mereka telah mengabdi pada penguasa Golkunda dan Bijapur.
Pada abad XVII M mereka mulai muncul dan menduduki jabatan penting
dalam pemerintahan. Salah satunya adalah Shivaji Bhonsle (1627-1680
M).144
Ia sangat dihormati sebagai pendiri bangsa Maratha. Dalam sejarah
India, dia dikenal tidak hanya sebagai seorang administrator, tetapi
juga negarawan ulung. Sebaliknya bagi Mughal, dia dicerca sebagai
Deccan mountain rat.145
Ayahnya, Shahji Bhonsle, orang yang melakukan pemberontakan terhadap
ekspansi Shah Jahan. Semula Ia mengabdi kepada Kesultanan Ahmadnagar,
namun ketika negeri ini diduduki oleh Shah Jahan pada 1636 M, dia
beralih mengabdi kepada pemerintahan Adil Shah dan berhasil mencapai
jabatan tinggi. Ia dipercaya sebagai jagirdar di Poona, yang
nantinya diwariskan kepada Shivaji. Sementara itu, Mysore dan Amrkot
diwariskan kepada putranya yang lain Vyakanji (Ekoji), dari isteri ke
dua Shahji, Tukabai Mohite, yang dinikahinya pada tahun 1625 M.146
Shivaji dilahirkan di benteng Shivner, daerah sekitar Cunar pada
1630 M. Ia keturunan para penguasa Hindu India. Dari silsilah
keluarga ibunya, Ia keturunan Yadava, penguasa Devanagari dan dari
ayahnya, bertalian dengan Sisodia Mewar.147
Shivaji
tidak pernah memperoleh pendidikan formal. Masa kecilnya selalu
dijejali kisah tentang tokoh-tokoh suci dan kepahlawanan Hindu. Orang
yang sangat berpengaruh dalam pendidikan dan pembentukan karakternya
adalah ibunya, Jiji Bai dan seorang Brahmana, Dadaji Khondev (w. 1647
M). Kisah-kisah Hindu yang didapat pada masa kecil itu menginspirasi
kefanatikannya terhadap Hindu. Ia lalu sangat antipati terhadap
kekuasaan Islam, baik Bijapur maupun Mughal dan menganggap kedua
negeri itu sebagai kekuatan asing yang harus diusir dari tanah
Maratha. Kemudian Shivaji menginginkan terciptanya kemerdekaan
(swaraj) dan kebebasan mengekspresikan agama (swadharma).148
Untuk itu Ia memulai penyerangan ke Bijapur yang berlangsung selama
beberapa tahun, sejak 1649-1655 M Ia mengorganisir orang-orang
pegunungan, yang disebut sebagai mavali untuk melancarkan
perjuangannya. Secara bertahap Ia berhasil dengan menguasai benteng
Tarana, Raigarh, dan Kondana dari tangan pemerintahan Bijapur. Pada
25 Januari 1656 M, Ia berhasil menduduki Jawli sebagai daerah kunci
menuju ke selatan.
Pertempuran Maratha dengan Mughal dimulai pada tahun 1657 M dengan
menyerbu Ahmadnagar dan Cunar. Mereka memperoleh kemenangan karena
pada saat yang sama Aurangzeb disibukkan dengan penaklukan ke
Bijapur. Aurangzeb menangguhkan penyerangan terhadap mereka karena
mendapat berita tentang sakitnya Shah Jahan. Kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh Shivaji. Ia segera menuju ke Konkan dan dapat
merebut Kalyan, Bhiwandi, dan Mahuli, hingga Mahad.149
Shivaji berusaha terus-menerus merebut daerah-daerah yang telah
dikuasai Mughal. Karena itu, Aurangzeb mengirim Shayesta Khan. Ia
berhasil menglahkan Shivaji dan menguasai kembali Poona dan Kalyan di
Konkan.
Selanjutnya sekitar tanggal 16- 20 Januari 1664 M, Shivaji menduduki
pelabuhan Surat dan merampok kapal-kapal haji. Mendengar hal ini
Aurangzeb mengutus Jai Singh dan Dilir Khan. Shivaji dapat dikalahkan
dan terciptalah perjanjian damai. Akibatnya selama tiga tahun
Aurangzeb memberinya izin sebagai jagirdar di Berar dan
menyandang gelar raja.150
Sedangkan Shambuji dipercaya sebagai mansabdar yang membawahi
5000 tentara.
Pemerintahan Aurangzeb kemudian disibukkan oleh pemberontakan
Yusufzai di perbatasan barat laut. Shivaji kembali memimpin
pemberontakan. Pada 16 Juni 1664 M, Ia mengangkat dirinya sebagai
raja di Raigarh dengan gelar Chatrapati (raja dari seluruh
raja).151
Ia dapat memperluas wilayahnya jauh ke selatan. Dalam waktu empat
tahun, 1676-1680 M memenangkan benteng Jinji, Vellore, dan
benteng-benteng penting lainnya. Menurut Grant Duff, masa ini adalah
masa keemasan Shivaji. Luas wilayahnya meliputi seluruh daerah yang
dahulu dikuasai Dinasti Hindu Vijayanagar, yang terbentang dari
Belgasa hingga Tungbadra.
Shivaji dikenal sebagai pemimpin yang mempunyai dedikasi tinggi
terhadap pemerintahannya. Untuk tujuan efisiensi, dia membagi
kerajaannya menjadi tiga prant (propinsi). Setiap prant
dibagi lagi menjadi parganah dan tarf, di bawahnya
desa merupakan unit terkecil dalam pemerintahan.
Shivaji mempunyai delapan menteri (ashtapadan) yang selalu
membantunya, yakni sebagai berikut: 1). Peshwa atau perdana
menteri, yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, 2).
Amatya atau menteri keuangan, 3). Mantri, menteri
sekretaris negara, 4). Sachiva, berwenang mengawasi parganah
dan mahalIa, 5). Sumant, menteri luar negeri, 6).
Senapati, panglima perang, 7). Pandit Rao atau
Danadyakhsa, menteri agama, dan 8). Nyayadhisa, menteri
kehakiman. Seluruh menteri membawahi jabatan sipil dan militer,
kecuali Nyayadhisa dan Pandit Rao.152
Shivaji tidak hanya mempunyai kapasitas di bidang sipil, tetapi juga
bidang militer. Ia memperkenalkan pembaruan dalam militer yaitu
membagi militer atas tingkatan. Satuan tentara terkecil terdiri dari
duapuluh lima tentara, lebih dari duapuluh lima orang disebut
havaldar, lima havaldar dikenal dengan jumladar,
dan lebih dari sepuluh jumladar dinamakan hazari.153
Shivaji meninggal pada 1680 M. Ia mewariskan kerajaan dengan sistem
administrasi yang baik pada keturunannya. Shivaji digantikan oleh
putranya Shambuji. Meskipun Ia dapat ditangkap pada 1689 M, kekuatan
Maratha tidak dapat ditumpas sampai meninggalnya Aurangzeb. Sambhuji
digantikan saudaranya Rajaram, dan ketika raja ini meninggal, dia
digantikan oleh jandanya Tarabai.154
4.
Perang Rajput155
Perang
Rajput berawal dari kematian Raja Jaswant Singh pada 20 Desember 1678
M. Ia salah seorang penguasa Marwar sekaligus pelindung daerah Khyber
Pass dan Peshawar.156
Setelah mendengar kematian tentang Jaswant Singh, Aurangzeb berusaha
menganeksasi Marwar. Ia mengangkat, faujdar, qiladar, kotwal
(polisi), dan amin (petugas pengumpul pajak) yang
bertanggungjawab langsung kepada pemerintahan Mughal. Marwar dapat
ditaklukkan dan membayar pajak 36.000 Rupee. Aurangzeb kemudian
menyerahkan kepemimpinan Marwar kepada Indra Singh, pemimpin Nagor
sekaligus keponakan Jaswant Singh, sebagai Rana Jodhpur.157
Setelah negara stabil, Aurangzeb memutuskan kembali ke Delhi pada
1679 M. Di tahun yang sama dalam bulan Februari, istri Jaswant Singh
melahirkan dua bayi di Lahore. Salah satu dari mereka tidak berumur
panjang, sedangkan bayi yang lain dinamai Ajit Singh. Rajput
melakukan pendekatan kepada Aurangzeb agar kelak Ajit Singh diangkat
menjadi penerus Jaswant Singh. Ternyata Aurangzeb memerintahkan ibu
dan anak itu untuk dibawa ke istananya. Bayi yang baru lahir lalu
dinamai Muhammadi Raj oleh Aurangzeb.158
Mendengar hal ini, Durgadas anak Mekaran, menteri Jaswant Singh
memberontak kepada Aurangzeb yang dinilai berusaha mengislamkan anak
Jaswant Singh. Durgadas berhasil membebaskan Ajit Singh dan
menyelamatkannya ke Gunung Abu, sementara janda Jaswant Singh di
bawah perlindungan Raj Singh Udaipur (Mewar). Perang antara Mughal
dengan Rajput pun tidak dapat dihindari. Seluruh rakyat Rajashtan
mengangkat senjata untuk mempertahankan negeri dan agama mereka.
Aurangzeb lantas menuju ke Ajmer untuk memadamkan pertempuran ini
pada Agustus 1679 M. Pasukannya diperkuat oleh gabungan tentara
ketiga putranya: Muazzam, Azam, dan Akbar. Pasukan Pangeran Akbar di
bawah komando Tahavur Khan berhasil menganeksasi Marwar setelah
bertempur tiga hari di dekat Pushkar.
Aneksasi Marwar membuka peluang bagi penaklukan Mewar. Menyadari hal
ini, Raj singh Marwar berinisiatif menggabungkan pasukan Sisodia
Mewar dengan Rathor Marwar. Mereka melancarkan perang gerilya
terhadap Mughal. Sejumlah besar pasukan Mughal di bawah komando Hasan
Ali Khan dikirimkan ke Pur. Dalam waktu singkat mereka dapat
melumpuhkan Udaipur pada Januari 1680 M dan disusul Chitor satu bulan
kemudian.159
Setelah kemenangan tercapai, Marwar dan Mewar dipercayakan kepada
Sultan Akbar, namun stabilitas keamanaan belum dapat tercapai. Antara
Marwar dan Mewar dipisahkan daerah Arravali sebagai basis kekuatan
Raj Singh. Mereka dengan mudah menyerang Mughal baik dari timur
maupun barat.
Pada 28 Juli M, Akbar dipindahkan ke Marwar, namun dia tidak
melakukan penekanan dan penyerangan kepada Rhator. Akbar justru
beraliansi dengan Rhator dan Sisodia pada 11 Januari 1681. Akbar
diperalat oleh Rhator untuk balas dendam atas perusakan kuil dan
penerapan kembali jizyah oleh Aurangzeb. Rajput membantu Akbar
melakukan kudeta, dengan harapan raja baru ini lebih moderat dan akan
melindungi kepentingan mereka. Maka pada 2 Januari 1681 M, Akbar
dengan sejumlah besar tentara berangkat menuju Ajmer. Melihat kondisi
ini Aurangzeb segera bertindak. Ia mengirimkan surat kepada Akbar
yang menyatakan bahwa tindakannya salah.
Pada Mei 1681 M, Durgadas dan Akbar meminta suaka kepada Shambuji di
Deccan. Ia tinggal di sana sekitar satu tahun. Setelah itu pergi ke
Bombay untuk berlayar ke Persia sampai Ia wafat di sana pada 1704 M.160
Akbar tidak berhasil merebut tahta ayahnya.
BAB
IV
PENGARUH KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Setelah memperkuat posisinya sebagai raja, Aurangzeb menjalankan
pemerintahannya sesuai dengan Syariat Islam. Ia seorang muslim saleh
yang selalu berusaha menjalankan hidup sesuai dengan petunjuk al
Qur’an. Sebagai seorang raja, Aurangzeb sangat sederhana dan tidak
pernah menuruti hawa nafsunya dengan berlebih-lebihan dalam
berpakaian, makanan, dan minuman. Tidak ada yang meragukan
ketulusannya dalam beragama. Aurangzeb bahkan tidak pernah
menggunakan uang negara untuk membiayai hidupnya. Ia hidup dengan
menulis kaligrafi161
dan menjual kopiah buatan tangannya sendiri.162
Namun puritanisme yang diterapkannya tidak mendapat simpati. Semangat
keagamaannya dianggap mengabaikan toleransi beragama sebagai pilar
pemersatu India. Secara singkat, Aurangzeb tidak memiliki kejeniusan
politik layaknya Akbar. Sebagai penguasa India, Aurangzeb dinilai
sudah gagal. Karena itu, membahas tentang pengaruh kebijakan
Aurangzeb terhadap kemajuan India di bawah ini sangat penting.
1.
Bidang Pemerintahan
Aurangzeb dalam pemerintahan masih melanjutkan sistem yang dipakai
nenek moyangnya. Pemerintahannya terdiri dari kekuasaan pusat,
propinsi (suba), kabupaten (sarkar), dan kecamatan
(parganah). Kekuasaan pusat adalah kekuasaan yang dipegang
secara mutlak oleh raja. Pada umumnya, raja dibantu oleh wazir dan
vakil. Wazir adalah mereka yang mengurusi keuangan dan
politik. Posisinya yang paling penting adalah mengangkat para menteri
(diwan), yang membawahi beberapa depertemen seperti
Diwan-e-Khalsa (mengurusi pendapatan negara) dan Diwan-e-Tan
(mengurusi pembayaran gaji tentara). Sedangkan vakil
bertanggung jawab dalam bidang yang berkaitan dengan rumah tangga
kerajaan. Ia bertugas seperti wakil raja. Pengangkatannya tidak
menganut aturan tertentu, namun sesuai dengan kehendak raja dan
kondisi.
Sementara itu, propinsi disebut juga sebagai suba. Jumlahnya
bervariasi dari masing-masing penguasa. Jika pada masa Akbar
pemerintahan dibagi menjadi limabelas suba, jumlah ini
meningkat menjadi duapuluh satu pada masa Aurangzeb. Daerah
Hindustan, meliputi empat belas suba: Agra, Ajmir, Alahabad,
Bangla, Bihar, Delhi, Gujarat, Kashmir, Lahore, Multan, Malwa,
Orissa, Outh, dan Thatta.163
Deccan dibagi menjadi enam suba: Aurangabad, Berar, Bidar atau
Telingana, Bijapur, dan Khandesh. Propinsi lainnya adalah Kabul.164
Setiap propinsi dipimpin oleh subadar (gubernur) yang dibantu
sejumlah pejabat antara lain: diwan (orang nomor dua setelah
gubernur), bakhsi (pembagi gaji tentara dan pegawai), faujdar
(kepala tentara), kotwal (kepala polisi), kazi (jaksa),
sadr (pejabat agama), khazanci (bendahara), dan
tubkhaci (pemeriksa).
Selain itu juga terdapat pengadilan daerah yang terdiri dari
adalat-e-nazimi suba (pengadilan jaksa tinggi untuk daerah),
adalat-e-kazi-e-suba (pengadilan jaksa daerah), diwan-e-suba
(pengadilan pejabat tinggi daerah), adalat sadar-e-suba
(pengadilan agama daerah).
Imperium Mughal masa Aurangzeb telah memiliki wilayah yang sangat
luas. Karena itu merupakan suatu kemutlakan untuk mempekerjakan
sejumlah besar pasukan militer demi mendukung stabilitas kehidupan
berbangsa dan bernegara. Jumlah pasukan militer masa Aurangzeb
diperkirakan mencapai dua kali lipat dari tentara Mughal masa Shah
Jahan. Demi mempertahankan kekuasaan, Aurangzeb memiliki sekitar dua
ratus ribu tentara berkuda, delapan ribu mansabdar, tujuh ribu
ahadi dan barqandi, seratus sembilan puluh ribu tabinan
(pasukan cadangan), dan empat puluh ribu pasukan artileri.165
Jumlah ini diperkirakan terus meningkat semenjak aneksasi dan perang
di Deccan dan mengakibatkan pembengkakan pengeluaran negara.
Pemerintahan Aurangzeb berbeda dengan para pendahulunya dalam sistem
militer, khususnya angkatan laut. Daerah kekuasaan Aurangzeb yang
membentang luas hingga Samudera India telah mempunyai angkatan laut
yang tangguh sebagai pengaman wilayah perairan.
Usaha untuk membangun angkatan laut yang handal sebenarnya telah
diprakarsai oleh Akbar Agung, namun karena nenek moyang Mughal bukan
pelaut, kesuksesan membangun armada laut tidak tercapai. Kapal yang
tersedia pada masa itu belum dapat dikategorikan sebagai kapal
perang, fungsinya hanya terbatas pada aktifitas perdagangan. Pada
Masa Akbar, Dinasti Mughal hanya memiliki 768 kapal. Jumlah kapal
yang terbatas itu belum mampu menandingi armada Portugis dan Magh
yang selalu membajak kapal dagang dan kapal haji. Angkatan laut
Mughal baru mengalami kemajuan pada 1644 M di bawah Mir Jumla dan
Shayesta Khan.166
2.
Bidang Ekonomi dan Sosial
Jauh sebelum Islam datang, India telah dikenal oleh para pedagang
sebagai tempat persinggahan. Debal, Kadanggalur (Keras), Quilon,
Calicut, Benaras, Patna, Rajmahal, Burdawan, Hugli, Dhaka
(Sonargaon), dan Chittagong, merupakan kota-kota penting masa itu.
Kondisi ekonomi semakin mengalami peningkatan pada masa Mughal.
Mereka berhubungan baik dengan para pedagang asing.
Ekspor utama Mughal berupa hasil industri tekstil seperti: pakaian
tenun, kain wol, kain sutera, hasil industri pewarna, industri gula,
kertas, dan lain-lain. Produk India ini banyak diminati di pasaran
dunia, mulai dari pantai timur Afrika, Arab, Mesir, Asia Tenggara,
dan Mesir. Impor utama berupa barang mewah seperti kuda Persia, batu
mulia, parfum, dan anggur Eropa.167
Masa pemerintahan Aurangzeb, kain dari Madras, bubuk mesiu dari
Bihar, sutera dan gula dari Bangla merupakan produk utama untuk
pasaran Eropa.168
Untuk memenuhi permintaan pasar, pabrik tekstil didirikan di Bangla
dan dijadikan sebagai pusat industri sutera. Kain moslen adalah jenis
sutera yang paling terkenal.
Dari catatan Bernier, perdagangan masa Aurangzeb dikuasai oleh
orang-orang Hindu. Sekalipun perdagangan dimiliki oleh orang Islam,
mereka tetap mempekerjakan orang Hindu sebagai akuntan. Sebaliknya ,
jika orang Hindu memonopoli pedagangan, maka orang Muslim menduduki
jabatan penting pemerintahan baik sipil maupun militer.
Sistem perpajakan yang diterapkan oleh Aurangzeb masih melanjutkan
administrasi Sher Shah dan Akbar169.
Perpajakan dikelola sesuai dengan sistem zabt, kankut,
dan batai seperti yang tertera dalam Khallaq-e-Sayyaq.
Semantara itu dalam Mirat-e-Ahmadi menambahkan nasaq
sebagai sistem yang diterapkan di Gujarat.170
Sistem
zabt menekankan sejumlah pembayaran tertentu pada setiap unit
tanah dan harus dibayar secara tunai. Besarnya beban tersebut
didasarkan pada nilai rata-rata hasil pertanian dalam sepuluh tahun
terakhir.perhitungan nilai hasil pertanian ditentukan dari keputusan
imperium atas harga lokal dan kemudian digunakan untuk menaksir harga
tunai.171
Jumlah yang dikumpulkan secara aktual pada umumnya separuh hingga
sepertujuh dari harga total hasil pertanian. Jumlah pajak yang
dikumpulkan di setiap propinsi tidak sama. Ajmer merupakan pembayar
pajak terkecil.
Hasil pertanian yang gagal panen tidak wajib membayar pajak pada
wilayah yang memakai sistem kankut dan batai. Sedangkan
wilayah yang menerapkan sistem zabt dan nasaq harus
tetap membayarkan pajak berapapun hasil panen yang diperoleh, namun
separuh hasil panen ditinggalkan untuk pemilik lahan.172
Segala sesuatu yang berkenaan dengan hal tersebut harus diputuskan
tanpa melepaskan petani dari penghidupan mereka dan dari kapasitas
mereka untuk menghasilkan pertanian yang lain.
Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar,
tetapi pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai
peranan penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat administrasi
lokal pengumpulan pajak dipercayakan kepada qanuqo, yang
menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap
agen-agen jagirdar, dan seorang chauduri yang
mengumpulkan pajak dari zamindar.173
Usaha Aurangzeb yang sangat menonjol di bidang ekonomi adalah
mensejahterakan rakyatnya dengan membebaskannya dari pajak yang tidak
sesuai dengan hukum Islam dan sangat memberatkan, meskipun sebagian
besar sumber pendapatan negara berasal dari pajak-pajak tersebut.
Usahanya ini dimulai pada 1659 M. Pada masa ini muncul kelaparan
akibat kurangnya hujan dan peperangan yang terus menerus. Ia
menghapuskan sekitar delapan puluh pajak yang tidak manusiawi,
seperti rahdari (pajak transportasi) dan pandari (pajak
atas sewa tanah dalam berdagang yang diperoleh dari para pedagang,
pengrajin, dan barang tenun). Pajak lainnya juga dihapuskan seperti
shar shumari, buz shumari, bar-qadi, charai (tanah
penggembalaan), tuwa’ana (pajak yang diperoleh dari perayaan
keagamaan Hindu), jatra, pajak atas rumah judi, lokalisasi,
dan lain-lain.174
Seperti halnya bidang ekonomi, Aurangzeb juga berusaha meningkatkan
kesejahteraan sosial. Praktek sati daho (istri ikut
terjun ke cita, tempat pembakaran mayat suami) yang telah
mengakar kuat dalam tradisi India mulai dihapuskannya sejak tahun
1664 M. Aurangzeb mengeluarkan dekrit yang tidak memperbolehkan
isteri terjun ke cita secara paksa. Sebelum Aurangzeb, hampir
seluruh raja yang memerintah di India melarang praktek ini, namun
tidak ada yang sesukses Aurangzeb. Pemimpin sebesar Akbar sekalipun
belum mampu mengurangi tradisi ini. Sati Daho secara resmi
dihapus pada masa penjajahan Inggris oleh Sir William Benting
(1828-1835 M), Gubernur Inggris untuk India. Selama tujuh tahun
pemerintahannya di India ditandai dengan kemakmuran. Ia
memperkenalkan pembaruan dalam berbagai bidang. Reformasinya yang
paling terkenal dalam bidang sosial yakni dihapusnya sati daho
secara resmi pada 1829 M. Kesuksesan William ini tidak bisa
dilepaskan dari peran Raja Ram Mohan Roy dan Darganath Tagore
(Thakur).175
Mereka berhasil menghentikan kematian seribu janda yang tidak sesuai
dengan kehendaknya setiap tahunnya.
C.
Pendidikan
Sudah berabad-abad yang lampau kota Delhi, Agra, Sialkot, Lahore,
Ahmadabad, dan Burhanpur berkembang menjadi pusat intelektual dan
kesenian. Aktifitas intelektual dimulai dengan munculnya
madrasah-madrasah. Iltutmish merupakan penguasa muslim yang
memprakarsai berdirinya madrasah Muiziyya dan Nasiriya yang nantinya
disempurnakan oleh Firuz Shah Tughlaq.176
Tradisi intelektual terus berkembang pada masa pemerintahan Mughal,
khususnya pemerintahan Akbar. Periode Akbar banyak mendirikan
madrasah di Fatehpur Sikri, Agra, dan kota-kota penting lainnya.
Pendidikan semakin semarak dengan ditaklukkannya Gujarat pada
1297-1305 M. Penaklukan ini membuka pelabuhan Cambay dan Gujarat,
sehingga memberikan kesempatan kepada para pelajar India untuk
menimba ilmu keagamaan di Hijaz.
Jahangir dan Shah Jahan pun menambah jumlah madrasah-madrasah di
seluruh negeri. Pendidikan dibuka lebar untuk semua kalangan baik
bangsawan maupun rakyat. Anak perempuan diberi kesempatan mengenyam
pendidikan layaknya anak laki-laki. Tidak sedikit perempuan yang
menyumbangkan keilmuannya bagi Mughal. Beberapa di antara mereka
seperti: Gulbadan Begum (penulis Humayun Nama), Salima Sultana
(kemenakan Humayaun), Nur Jahan, Mumtaz Mahal, Jahan Ara, dan Zebun
Nisa, anak perempuan Aurangzeb yang banyak menulis puisi dengan nama
pena Makhfi.177
Zebun Nisa dididik oleh Hafiza Maryam dari Naishapur, Khurasan. Ia
mewarisi bakat intelektual dan seni ayahnya. Selain menulis sastra
Arab dan Persia, Ia juga penulis kaligrafi yang handal. Charj Burji,
sebuah taman di Lahore dikenal sebagai pusat aktifitas
intelektualnya.178
Aurangzeb mempunyai perhatian besar pada pendidikan. Ia bahkan selalu
memberikan beasiswa bagi para pelajar berprestasi yang kurang mampu.
Pada masanya, Firangi Mahal di Lucknow berkembang menjadi sekolah
unggulan dengan fasilitas yang sangat memadai.
Abu Said Molla Jiwan (w. 1717 M) adalah filosof dan ahli hukum Islam
tersohor masa Aurangzeb, karena itu Ia belajar dan memperdalam Ihya
Ulum al Din (karya monumental al Ghazali) dengan Abu Said. Selain
itu terdapat juga Muhibullah Bihari (w. 1707 M), Kazi Lucknow. Ia
menulis Musallam-e-Thubut yang dikenal sebagai buku induk
Ushul Fiqh masa itu. Karyanya yang lain, Sullam al Ulum juga
menjadi buku logika terbaik di India.179
Menurut Bernier, penjelajah asal Perancis, sistem pendidikan masa
Aurangzeb mengalami penurunan. Para guru dicela oleh Aurangzeb karena
membuang-buang waktu mempelajari grammar dan metafisika. Mereka
mengabaikan sejarah, geografi, dan politik. Izin pendirian madrasah
tidak diikuti dengan usaha untuk melakukan pengawasan terhadap
pendidikan. Selain itu juga tidak adanya ujian tetap dan suatu badan
yang bertanggung jawab atas pendidikan.180
D.
Karya Sastra
Aurangzeb tidak seperti ayahnya yang sangat menyukai karya sastra dan
seni. Kebenciannya terhadap seni berakar dari anggapnnya bahwa seni
dapat melalaikan manusia dari agama.181
Penyair dan puisi tidak mendapat tempat di istana Aurangzeb, meski
sebenarnya dalam dirinya mengalir darah seni. Ia bahkan menulis
kaligrafi dengan tangannya sendiri. Kumpulan surat-surat Aurangzeb
(Ruqaati-e-Alamghiri) juga disebut-sebut sebagai prosa Persia
yang simple namun elegan.
Meski Aurangzeb melarang kesenian, pertumbuhan dan perkembangannya
tidak mengalami kemandulan. Kondisi seperti ini justru memunculkan
genre baru dalam puisi. Mirza Abdul Qadir Bedil (w. 1712 M),
seorang penyair Persia kenamaan mempelopori penulisan puisi dengan
tema-tema humanis dan kritik sosial. Ia sering menggunakan diksi yang
tidak mudah dipahami orang lain, sehingga karya-karyanya disebut juga
puisi filosofis. Ia sangat popular di Afghanistan dan Tajikistan.
Puisinya banyak dibaca orang seperti masnavi-nya Rumi.
Bedil lalu mengilhami Asadullah Khan Ghalib (1797-1869) menulis puisi
mistis. Ia penyair yang sangat terkenal dalam sejarah sastra Urdu.182
Puisi-puisinya kemudian sebagai pendorong bagi kaum Muslim India
untuk melepaskan diri dari kungkungan penjajah. Demikian juga Akbar
Ilah Abadi, penyair sesudahnya. Puisi-puisinya menekankan tentang
moral. Kedua penyair ini kemudian dikenal sebagai pujangga terkenal
di Asia Selatan sejajar dengan Sir Allamah Muhammad Iqbal (1875-1938
M)
Penyair lain yang juga menonjol adalah Wali. Ia lahir di Aurangabad
pada 1668 dan wafat 1707.183
Wali merupakan penulis asal Deccan yang memperkenalkan puisi Urdu
modern, akibat invasi Aurangzeb di selatan. Dalam puisinya, Wali
memadukan ungkapan-ungkapan Deccan dan Gujarat lalu memperhalus
bahasanya dengan mengikuti pola standar kesasteraan Persia. Urdu
mulai digunakan sebagai bahasa resmi kerajaan semasa Akbar Agung.
Setelah puisi, historiografi dan biografi merupakan kegiatan
intelektual penting di Mughal. Raja-raja Mughal sangat mendukung
aktifitas ini, baik dalam bahasa Persia maupun Urdu. Pada masa
pemerintahan Akbar, karya sastra dikategorikan menjadi tiga macam:
penulisan sejarah, penerjemahan, dan puisi. Karya sejarah banyak
ditulis oleh sejarawan masa itu seperti: Tarikh-e-Afifi karya
Mulla Daud, Ain-e-Akbari dan Akbar Nama karya Abul
Fazl, Muntakhab-e-Tawarikh karangan Badauni, Tabakat-e-Akbari
tulisan Nizamudin Ahmad, Akbar Nama karya Faizi Sirhindi, dan
Ma’asir-e-Rahimi karya Abul Baqi.
Atas perintah Akbar, buku-buku Sanskerta juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Persia. Pada 1589, Ramayana diterjemahkan oleh Badauni,
Mahabharata diterjemahkan oleh beberapa ilmuan dengan judul
Razam Nama, Atharva Veda diterjemahkan oleh Haji
Ibrahim Sirhindi. Rajtangiri, Panchatantra, dan Harivasma
juga disalin ke dalam bahasa Persia.184
Jahangir, anak Akbar juga menjadi pelindung ilmu. Ia bahkan menulis
outoboigrafi yang dikenal dengan Tuzuk-e-Jahangiri. Sejarah
terpenting masanya adalah Ma’asir-e-Jahangiri dan Iqbal
Nama-e-Jahangiri, karya Mu’tamid Khan dan Kangar Khan.
Melanjutkan tradisi para pendahulunya, Shah Jahan melestarikan
penulisan sejarah. Ia mendukung Abdul Hamid Lahori untuk menulis
Padshah Nama yang berisi perjalanan hidup Shah Jahan. Karya
sejarah lain yang diproduksi masa itu seperti Shah Jahan Nama
tulisan Inayet Khan dan Amal-e-Salih karya Muhammad
Salih.
Berbeda dengan ayahnya, Aurangzeb justru menutup departemen sejarah
dan menghapusnya pada 1670 M. Aurangzeb memerintahkan kepada Muhammad
Kazim untuk mencatat kejadian penting di istananya hanya sampai
sepuluh tahun pertama masa pemerintahannya. Tulisan Kazim ini diberi
judul Alamghir Nama.
Menurut Saqi Musta’id Khan, larangan penulisan sejarah masa
Aurangzeb berkaitan dengan kesulitan keuangan negara dan kesalehan
pribadinya yang tidak menginginkan pengkultusan.185
Atas kebijakan Aurangzeb ini maka para sejarawan menuliskan sejarah
Aurangzeb secara sembunyi-sembunyi sepert: Muntakhab-e-Lubab
karya Khafi Khan, Ma’asir-e-Alamghiri karya Muhammad Saqi,
Khulasat-e-Tawarikh karya Sujan Rai Khatri, Naskha-e-Dulkhus
tulisan Bhim Sen, dan Fatuhat-e-Alamghiri karya Iswar
Das.186
Sebagai seorang Muslim yang saleh, ahli hukum dan teologi, Aurangzeb
sangat mendukung pengkodifikasian Fatawa-e-Alamghiri pada
1075-1083 H/1664-1672 M.187
karya besar ini dikenal juga dengan Al Fatawa al Hindiyyah fi
Mazhab al Imam A’zam Abi Hanifah al Nu’man. Karya ini ditulis
oleh beberapa ulama di bawah pengawasan Nizamudin Burhanuddin188
dan sampai saat ini, masih menjadi rujukan hukum bagi masyarakat
India dan Pakistan.189
E.
Seni Lukis dan Arsitektur
Seni lukis masa Aurangeb juga mengalami kemunduran. Ia tidak gemar
mengagumi lukisan seperti raja-raja Mughal pada umumnya. Dalam
sejarah, Babur dikenal sebagai kolektor lukisan pemandangan, telaga,
air terjun, bunga, dan taman. Ia juga mempunyai sejumlah pelukis yang
tinggal di istana. Tradisi ini masih dilanjutkan oleh Humayun dan
Akbar. Para pelukis Iran datang dan tinggal di istana seperti Mir
Sayyid Ali190
dan Farrukh Beg191.
Selanjutnya masa Jahangir lukisan juga mengalami kemajuan. Terdapat
beberapa pelukis terkenal masa ini. Selain Farrukh Beg, tercatat nama
Nadir Khan, M. Murad, dan Aqa Reza. Yang disebut terakhir ini bahkan
dijuluki sebagai Nadir-e-Zaman (yang langka, tidak tertandingi
di dunia). Pelukis paling terkenal adalah Mian Tansen yang sangat
dekat dengan Sultan Akbar Agung. Ia juga salah satu dari Nauratan
(sembilan pujangga utama semasa Akbar Agung). Kebesaran Mian Tansen
menyerupai dengan Ziryab, ahli musik dan pembawa peradaban Timur ke
Barat masa Abdurrahman II (822-852 M). Lukisan semakin mengalami
kemajuan masa Shah Jahan.
Di bidang Arsitektur, Aurangzeb tidak membangun gedung-gedung yang
indah.seperti ayahnya. Ia bahkan mengkritik Taj Mahal192
sebagai bagian dari pemborosan, karena dana pembangunan berasal dari
⅔ anggaran negara. Aurangzeb lebih senang membangun taman dan kebun
daripada istana-istana megah. Salah satunya adalah Fatehbad di Agra.
Selain taman, jalan raya sepanjang Agra hingga Aurangabad dan dari
Lahore sampai Kabul juga mengalami perluasan dan perbaikan.193
Arsitektur masa Aurangzeb yang paling penting hanya Masjid Badshahi.
Masjid ini terletak di sebelah barat benteng Lahore. Pintu besarnya
terletak di sebelah timur dan terbuat dari batu merah. Untuk mencapai
pintu ini harus melalui sekitar 22 anak tangga. Di setiap sudut
masjid terdapat empat menara. Di dalam setiap menara tersebut
terdapat dua ratus anak tangga. Masjid terbesar yang kini berada di
Pakistan ini mampu menampung sekitar 75.000 orang.194
Masjid ini dibangun pada 1674 di bawah pengawasan Fida’I Khan Koka
dengan mengadopsi arsitektur Masjid Jami Delhi hanya saja jumlah
menaranya lebih banyak, yakni delapan.195
Menurut Khusat al Tawarikh karangan Sujan Rai, masjid ini
menghabiskan dana sekitar lima lakh Rupee196
Bangunan arsitektur lainnya masa Aurangzeb adalah musoleum isterinya,
Rabiah al Daurani, yang dipugar pada 1679 M.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam sejarah India, Aurangzeb adalah penguasa besar terakhir dari
Dinasti Mughal yang sangat terkenal. Pribadinya yang saleh,
sederhana, dan kebijakan keagamaannya yang mengikuti syari’ah garis
keras menjadi perbincangan kalangan sejarawan.
Aurangzeb adalah penguasa Mughal pertama yang mengakhiri kebijakan
konsiliasi Hindu diganti dengan kebijakan supremasi Islam, sehingga
suasana keagamaan pada masa pemerintahannya menghapuskan
kecenderungan sinkretisme dengan kebijakan muslim eksklusif. Beberapa
kebijakan Aurangzeb ini menimbulkan kebencian umat Hindu.
Apa yang dilakukan Aurangzeb sangat berbeda dengan para pendahulunya.
Umat Hindu yang sebelumnya menikmati kebebasan mengekspresikan
agamanya mengalami “shock culture”. Mereka harus
menbiasakan diri dengan kondisi baru yang serba terbatas. Akibatnya
gelombang penentangan terhadap Aurangzeb muncul di seluruh penjuru
negeri. Usaha Aurangzeb untuk mengambil kekuasaan langsung atas
Rajashtan dan invasinya ke Deccan melahirkan penyatuan kekuatan para
pembesar Hindi di Bijapur, Hyderabad, Maratha, dan beberapa pembesar
lainnya menjadi sebuah elit imperium.
Dalam sejarah Islam di anak benua India, tidak ada satu penguasa pun
yang wilayahnya begitu luas selain Aurangzeb. Ia membagi negerinya ke
dalam banyak wilayah dengan tujuan untuk mempermudah administrasi dan
pembangunan. Namun ketika hampir seluruh waktunya dihabiskan dalam
pertempuran dan penaklukan, efektifitas administrasi mulai terganggu.
Pemerintahan kemudian berkembang menjadi desentralisasi kekuasaan dan
desentralisai sistem pengumpulan pajak. Hal ini berakibat pada
munculnya sebuah kekuatan sosial baru. Sebagaimana terjadi pada
imperium Utsmani, orang-orang yang diberi hadiah tanah , kepala
kampung, dan para pemegang hak pajak menjadi tuan-tuan tanah.
Retaknya sistem pemerintahan yang memusat dan mundurnya ibu kota
mendorong kota-kota propinsial dan elite lokal menjadi kekuatan
independen.
Kebijakan keagamaan Aurangzeb seringkali diadili sebagai faktor utama
penyebab kemunduran Dinasti Mughal, namun apabila dilakukan kajian
mendalam, asumsi ini tidak benar. Perlu diketahui bahwa umat Hindu
telah mencapai posisi yang sangat kuat sejak pemerintahan Jahangir
dan Shah Jahan. Jadi tidak benar jika Aurangzeb bertanggung jawab
atas runtuhnya Dinasti Mughal.
Runtuhnya Dinasti Mughal disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut: Mughal dipimpin oleh penguasa-penguasa lemah setelah
Aurangzeb, tidak adanya hukum yang mengatur tentang suksesi, sehingga
ketika seorang raja mangkat selalu terjadi perebutan kekuasaan yang
berimplikasi pada terganggunya stabilitas negara; maraknya konflik
rasial antara bangsa Iran, Turani, dan Hindustan untuk menjadi
pemimpin tunggal di India; kekuatan militer yang lemah; kosongnya
keuangan negara; teritori yang sangat luas sehingga tidak terkontrol
pemerintahan pusat; invasi dari luar, yakni Nadir Shah Persia dan
Ahmad Shah Durani Afganistan.
- SARAN-SARAN
- Seorang pemimpin hendaknya meneladani kekhalifahan awal untuk memberlakukan Syariah. Pemimpin harus menjadi pelindung agama yang paling dekat dengan Sunnah Nabi s.a.w. yang berjuang demi keadilan dan berusaha menggunakan beberapa teknik administratif dan yudisial dalam memimpin masyarakatnya menuju kebajikan religius.
- Bagi para sejarawan, hendaknya lebih teliti dalam mengkaji sejarah. Mereka perlu dibekali pengetahuan tentang analisis dan kritik sumber yang handal, sehingga tidak melakukan kesalahan dalam generalisasi sejarah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed.). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid
II. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta:
Logos, 1999.
Ahmad, Aziz. An Intellectual History of Islam India. London:
Edinburgh University Press, 1969.
Ali, K. History of India, Pakistan, and Bangladesh. Dhaka; Ali
Publication, 1980 .
Alvi, S.S. “ Religion and State During Reign of Mughal Emperor
Jahangir (1605-1672) dalam Studia Islamica.
Babur, Zahirudin Muhammad. Memoirs of Zahirudin Muhammad Babur.
Terj. Jhon Leiden dan Williams Erskin. London: Oxford University
Press, 1921.
Banerji, S.K. Humayun Padshah. London: Oxford University
press, 1938.
Bearman, P.J (ed.). The Encylopaedia of Islam. Leiden: EJ
Brill, 2000.
Berkhofer, Robert F. Jr. A Behavioral Approach to Historical
Analysis. New York: Free Press, 1971.
Beveridge, Henry (ed.). Memoirs of Jahangir. New Delhi: Low
Price Publication, 1994 .
Boswoth, C.E. The Islamic Dynasties. Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1969.
Brown, Percy. Indian Painting Under The Mughal 1550-1750.
London: Clarendon Press, 1924.
Datta, Kalikinkar, R.C. Majumdar, H.C. Raychauduri. An Advanced
History of India. London: Mac Millan and Co., 1951.
Dawson, and Elliot. History of India as Told by its Own
Historians. London: Trubner and Co., 1873
Dow, Alexander. History of Hindostan Vol III. London: Mac
Millan Bow Street, 1803.
Dozy, Reinhart. Spanish Islam: History of the Moslem in Spain.
London: Chato and Windus,1913.
Duff, Mabell. The Chronologhy of India: From the Earliest Times to
The Beginning of the Sixteenth Century. Whitehall Garden:
Archibeld Constable and Co., 1899.
Edwardes, S.M. and Garret. Mughal Rule in India. London:
Oxford University Press, 1930.
Elliade, Mircea (ed.). The Encyclopaedia of Religion. New
York: Macmillan and Co., 1987.
Elliot, Sir H.M. The History of India as Told by its Own
Historians. London: Trubner and Co. 57&59, Ludgate Hill,
1873.
Elphinstone, Hon (Mountstuart). The Hindu and Mahometan Periods.
London: Jhon Murry,1857.
Esphosito, Jhon L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern.
Bandung: Mizan, 1995.
Gense, James. A History of India: From the Earliest Time to The
Present Day. London: Mac Millan, 1951.
Gibb, H.R., et al. (ed.). The Encyclopaedia of Islam. Leiden:
E.J. Brill, 1960.
Haig, Wolseley (ed.).The Cambridge History of Islam in India.
London: Oxford University Press, 1937.
Hamka. Sejarah Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional
Singapura PTE. LTD,1994.
Hasan, Masudul. History of Islam Vol. II (Classical Periode
1206-1900 CE). Delhi: Adam Publisher, 1995.
Havell, E.B. A Handbook of Indian Art Jhon Murray Albemary
Steet, 1920.
Holt, PM. Ann K.S. Lambton, The Cambridge History of Islam Vol.
II. London: Cambridge University Press, 1970.
Hunter, W.W. A Brief History of Indian People. Oxford:
Clarendon Press, 1893
Husain, S.M. Azizuddin.”Religious Policy of Aurangzeb During The
Later Part of His Reign-An Examination” dalam Islam The Modern
Age, Vol XXVIII No.1. New Delhi: Jamia Millia Islamia, 1997 .
Ikram, SM. Muslim Civilization in India. New York: Columbia
University Press, 1964.
Imamuddin, S.M. A Political History of Muslim Spain. Dhaka:
Najmah and Son, 1969.
Karim, M.Abdul. “Berdirinya Bangladesh”. Makalah disampaikan
dalam diskusi ilmiah pertemuan dosen-dosen Fakultas Adab IAIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta: 2000.
_______. “Studi Perbandingan Tentang Masuknya Islam di Bangladesh
dan Indonesia”. Skripsi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta 1983.
_______. “Pengaruh Islam dalam Pembinaan Moral Bangsa di Indonesia
(Telaah Akulturasi Budaya Islam-Indonesia)”. Disertasi Program
Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta 2003.
_______. “Peradaban Islam di Anak Benua India” dalam Siti Maryam
dkk. (ed.). Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga
Modern. Jogjakarta: SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga
Jogjakarta, 2003.
_______. “Kontribusi Muhammad Bin Qasim dalam Penaklukan Sind”
dalam Thaqafiyyat vol. 2 no. 2 tahun 2001.
_______. “ Persoalan Agama dalam Perang” dalam Thaqafiyyat
vol. 4 no. I Januari-Juni 2003.
_______. Sejarah Islam di India. Jogjakarta: Bunga Grafies
Productions, 2003.
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama, 1992.
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Jogjakarta: Tiara Wacana,
2003.
Lapidus, Ira M. Sejarah Umat Islam. Terj. Ghufron A. Mas’udi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Mahmudunnasir, Syed. Islam Its Concept and History. New Delhi:
kitab Bhavan, 1981.
Mujeeb. Indian Muslim. London: Allen and Unswin, 1967.
Poole, Stanley Lane. Mediaval India Under Mohammedan Rule (AD
712-1764). New York: Haskel House Publisher, 1970.
_______. Aurangzeb and the Decay of The Mughal Empire. New
Delhi: Low Price publication, 1995.
Price, Powell. A History of India. London: Thomas Nelson and
Son, 1915.
Qanuqo, Kalika Ranjan. History of Jat; A Contributions to the
Northen India. Calcutta: MC Sarkar 7 Son, 1925.
Rahim, M.A (ed.). Islam in Bangladesh Through Ages. Dhaka:
Islamic Foundations Bangladesh, 1995.
Rawlinson, H.G. A Concise History of the Indian People.
London: Oxford University Press, 1956.
_______. India A Short Cultural History. London: The Cressent
Press,1948.
Rizvi, SAA. “ Muslim India” dalam Bernard Lewiss (ed.). The
World of Islam: Faith, People, Culture. London: Thomas and Hudson
ltd., 1944.
Saksena, Banarsi Prasad. History of Shah Jahan Dihli.
Allahabad: The Indian Press, 1932.
Schacht, J. “On The Title of Fatawa al Alamghiriyya” dalam C.E.
Boswoth (ed.) & Minorsky. Iran & Islam. London:
Edinburgh University Press, 1971.
Schimmell, Annemarie. Islam in Indian Sub-Continent. Leiden:
EJ Brill, 1980.
Schmandt, Henry J. Filsafat Politik. Terj. Ahmad Baedlowi dan
Imam Bahehaqi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Sethi, R.R., P. Saran, Bandari. The March of Indian History.
Delhi: Ranjit Printer, 1951.
Sharma, Sri Ram. Mughal Government and Administration.New
Delhi: Hind Kitab Limited, 1951.
_______. Maratha History 1295-1717 M. Bombay; Karnatak
Publishing House, 1944.
Singh, Sher. The Secular of Babar: A Victim of Indian Partitions.
New Delhi: Genuine Publications, 1991.
Smith, Vincent A. The Oxford History of India From the Earliest
Times to the End 1911. London: Clarendon Press, 1921.
Sokah, Umar Asasuddin. Din Ilahi: Kontroversi Keberagamaan Sultan
Akbar. Jogjakarta: Itaqa Press, 1994.
Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung: Refika Aditama, 2001.
Sumalyo, Yulianto. Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim.
Jogjakarta: Gajh Mada University Press, 2000.
Trimingham, J. Spencer. Islam in West Africa. Oxford
University Press, 1976.
Toynbee, Arnold. A Study of History Vol II. London: Oxford
University Press, 1956.
Trotter, L.J. History of India From the Earliest Times to the
Present Day. London: Hay Market, 1917.
Turabian, Kate L. A Manual For Writers of Term Papers, Theses, and
Disertations. Chicago: The University of Chicago Press, 1973.
Wolpert, Stanley. A New History of India. New York: Oxford
University Pres, 1989
1
Babur berarti macan, Ia adalah generasi ke lima Timur Lenk dari
bapaknya, Umar Sheikh Mirza (jagirdar/tuan tanah Ferghana di
Turkistan, Transoxiana), dan generasi ke-14 Jengis Khan dari pihak
ibunya, Qatlak Nigar Khanum, binti Yunus Khan. Ia lahir di Ferghana
pada hari Jum’at, 24 Februari 1483 M. Taufik Abdullah (ed.),
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid 2 (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 282.
2
India yang dimaksud di sini bukan wilayah Negara India sekarang,
tetapi wilayah yang meliputi Negara sebagian Afghanistan, Pakistan,
Bangladesh, dan sekitarnya.
3
Nama aslinya Farid. Julukan Sher Khan diperoleh karena sewaktu masih
muda membunuh seekor macan. Ia berasal dari Suku Sur di Afghanistan.
Ayahnya Hasan dan kakeknya Ibrahim merupakan seorang jagirdar
(tuan tanah). Ia juga memulai kariernya sebagai seorang
jagirdar. Ia pernah menjadi Gubernur Jaunpur, vakil,
serta ataliq pada Bahar Khan Lodi, penguasa Bihar. H.G.
Rawlinson, India: A Short Cultural History (New York:
Frederick A Praeger, 1952), hlm. 285.
4
H.G. Rawlinson. A Concise History of the Indian People
(London: Oxford University Press), hlm. 170-171.
5
S.M. Ikram, Muslim Civilization in India (New York: Columbia
University Press, 1964), hlm. 142.
6
Akbar dilahirkan di Amarkot pada 15 Oktober 1542 M dari seorang ibu
Persia, Hamida Banu Begum. Bayi Akbar lahir ketika ayahnya dalam
pengasingan di Amarkot, Sind, sehingga berpengaruh dalam pendidikan
Akbar. Stanley Wolpert. A New History of India (New York:
Oxford University Press, 1989), hlm. 126.
7
Dalam bahasa Portugis dikenal dengan Benggala atau Pengkala.
Wilayah ini pada zaman kerajaan Islam (1203-1605 M) dikenal
dengan Bangla, kemudian berganti menjadi Suba-e Banggaal pada
masa pemerintahan Akbar (1556-1605 M), sedangkan pada zaman
penjajahan Inggris (1757 M) ditukar dengan Bengal. Semantara pada
zaman Pakistan populer dengan sebutan Masyriq-e-Pakistan.
Akhirnya menjadi Bangladesh sejak 26 Maret 1971. Untuk selanjutnya
digunakan istilah Bangla.
Lihat M. Abdul Karim,
“Berdirinya Bangladesh”. Makalah disampaikan dalam diskusi
ilmiah pertemuan dosen-dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga
tanggal 30 September 2000.
8
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Terj. Ghufron A.
Mas’udi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 695.
9
K. Ali, History of India, Pakistan, and Bangladesh (Dhaka:
Ali Publications, 1980), hlm. 237.
10
Salim dilahirkan pada 17 Rabi’ul Awal 977 H/31 Agustus 1569 M.
Meskipun namanya Salim, Akbar selalu memanggilnya Shaikh Baba. Henry
Beveridge (ed.). Memoirs of Jahangir (New Delhi: Low Price
Publication, 1994), hlm. 2.
11
Pemerintahannya berada dalam campurtangan permaisurinya, Nur
Mahal/Nur Jahan (Mehr-un-Nisa). Ia janda Sher Afghan, yang mati di
tangan Qutb al Din Khan Koka. Nur Mahal menjadikan ayah dan
saudaranya orang yang berpengaruh. James H. Gense, History of
India, from the Earliest Times to The Present Day (London: Mac
Millan, 1951), hlm.178 dan Ali, History, hlm. 250.
12
Shah Jahan mempunyai delapan anak laki-laki dan enam anak perempuan
dari Mumtaz Mahal, yang dinikahinya pada 1612 dan wafat pada 1631.
Putra-putranya antara lain: Jahan Ara Begum Sahibah (1614-1681),
Dara Sikoh (1615-1659), Shuja (1616-1660), Raushan Ara (1617-1671),
Aurangzeb (1618-1707), Murad Bakhs (1624-1661), dan Kudsiya
(1630-1706). Stanley Lane Poole, Aurangzeb and the Decay of the
Mughal Empire (Delhi: Low Price Publications, 1995), hlm. 21.
13Alamghir
berarti penakluk dunia/penguasa dunia, Padshah berarti
kaisar. Aurangzeb adalah putra ketiga Shah Jahan dengan Mumtaz
Mahal. Ia dilahirkan di Dhud, Malwa, 15 Zulkaidah 1027/ 3 November
1618. H.A.R. Gibb (ed.), The Encyclopaedia of Islam Vol. II
(Leiden: E.J Brill, 1960), hlm. 768.
14
R.C. Majumdar, H.C. Raychaudhuri, Kalikinkar Datta, An Advanced
History of India (London: Mac Millan and Co., 1951), hlm. 495.
15
Ibid., hlm.508.
16Stanley
Wolpert. New History of India (New York: Oxford University
Press, 1989), hlm. 158.
17
Rawlinson, India, hlm. 352.
18
Sir H.M. Elliot. The History of India As Told by Its Own
Historians vol. VII (London: Trubner and Co., 1873),
hlm.157-162.
19
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 149.
20
Robert F. Berkhofer, Jr., A Behavioral Approach to Historical
Analysis (New York: Free Press, 1971), hlm. 67-73.
21
Dudung Abdurahman, Metode Penelitin Sejarah (Jakarta: Logos,
1999), hlm. 54.
22
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Pendekatan
Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 31.
23
Ibid., hlm. 55.
24
Ibid., hlm. 58.
25
Kartodirdjo, Pendekatan, hlm. 104.
26
Aziz Ahmad, Studies in Islamic Culture in The Indian Environment
(Oxford: Clarendon Press, 1964), hlm. 3.
27
Mabel Duff, The Chronology of India: From The Earliest Times to
The Beginning of The Sixteenth Century (Whitehall Garden:
Archibeld Constable and Co., 1899), hlm. 60.
28
S.M Ikram, Muslim Civilization in India. Edited by Ainslie T.
Embre (New York: Columbia University Press, 1964), hlm. 6-7.
Sebab-sebab penaklukan Sind dapat dicatat sebagai berikut: 1). Dahir
mengirimkan sejumlah besar tentara untuk membantu raja Persia dalam
perang Arab-Persia, 2). Dahir menolak untuk mengembalikan para
pembangkang (lawan politik Umayyah yang lari dari kejaran Hajjaj ke
Sind), 3). Kondisi politik dalam negeri yang lemah. Untuk lebih
jelas tentang motif penaklukan Sind lihat M. Abdul Karim,
“Kontribusi Muhammad bin Qasim dalam Penaklukan Sind” dalam
Thaqafiyat vol 2 no. 2 tahun 2001, hlm. 118-126.
29
Jizyah bermakna ganti rugi, kompensasi, atau pembebasan
pajak, seperti difirmankan dalam al Quran 9:29. dalam sejarah Islam
umumnya disebut sebagai pajak kepala (jiwa), yang dikenakan atas
kaum dzimmi sebagai bentuk upeti dan pembebasan dari wajib
militer. Dalam periode kekhalifahan awal, sering terkacaukan dengan
kharaj, suatu pajak atas tanah yang dibayarkan sebagai
imbalan yang setimpal. Jhon L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford
Dunia Islam Modern vol 3 (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 69.
30
Karim, “Kontribusi”, Thaqafiyat, hlm. 129.
31
Para ahli sejarah terbagi menjadi dua kelompok tentang kematian Bin
Qasim. Satu kelompok menyatakan bahwa Sulaiman, pengganti al Walid
sangat dendam kepada Hajjaj yang semasa hidupnya meminta al Walid
agar membatalkan Sulaiman menjadi putera mahkota. Sementara itu Bin
Qasim adalah orang Hajjaj, sehingga Sulaiman menaruh dendam
kepadanya. Kelompok lain berpendapat bahwa Bin Qasim difitnah
menodai dua anak perempuan Raja Dahir, Surya Bala Devi dan Parmal
Bala Devi. Maka khalifah sangat marah dan memanggil pulang Bin
Qasim. K. Ali, History of India, Pakistan, and Bangladesh
(Dhaka: Ali Publication, 1980), hlm. 13. Para sejarawan modern
berpendapat bahwa kematian Bin Qasim karena ditawan dan disiksa
sampai meninggal di Iraq. Karim,”Kontribusi”, hlm. 133.
32
M.Abdul Karim, “Peradaban Islam di Anak Benua India”, dalam Siti
Maryam, dkk.(ed.), Sejarah Peradaban Islam: dari Masa Klasik
hingga Modern (Jogjakarta: Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan
Kalijaga, 2002), hlm. 197.
33
M. Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Jogjakarta: Bunga
Grafies Production, 2003), hlm. 45 dan Aziz Ahmad, An
Intellectual History of Islam in India (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1969), hlm. 39.
34
Karim, Sejarah, hlm. 45.
35Ibid.,
hlm. 46.
36
Ira M. Lapidus. A History of Islamic Societies. Terj. Ghufron
A. Mas’adi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 685.
37
Babur melakukan invasi ke India sebanyak lima kali. Ekspedisinya
dimulai sejak 1519, berhasil dengan ditaklukkannya Bajaur dan
Behra. Ekspedisi kedua terjadi di tahun yang sama dan berhasil
menguasai Peshawar. Setahun kemudian menguasai Sialkot. Pada
ekspedisi keempatnya, 1524, Ia berhasil mencapai Kandahar.
Selanjutnya pada 1526, Ia berhasil mengalahkan Ibrahim Lodi pada
Perang Panipat I. Hal ini menandai berakhirnya Dinasti Lodi dan
runtuhnya kekuasaan Kesultanan Delhi. Ali, History, hlm. 182.
38
Ibid., hlm. 188.
39
Menurut Abul Fazl, Babur wafat karena meminta kesembuhan untuk
Humayun yang selalu sakit-sakitan. Versi lain menyebut kematiannya
karena diracun. Lebih lanjut tentang penyebab kematiannya lihat Sher
Singh, The Secular Emperor Babar: A Victim of Indian Partition
(New Delhi: Genuine Publications, 1991), hlm. 109.
40
S.K. Banerji, Humayun Badshah (London: Oxford University
Press, 1938), hlm. 15.
41
Babur mempunyai tujuh orang anak, empat anak laki-laki dan tiga
perempuan. Putera tertuanya Nasirudin Muhammad Humayun, Kamran
Mirza (penguasa Kabul & Kandahar), Hindal Mirza (Mewat), dan
Askari (Shambal), sedang anak perempuannya: Gulrang Begum,
Gulchehreh Begum, dan Gulbadan Begum. Babur, Memoirs of
Zahiruddin Muhammad Babur Vol. I . Terj. Jhon Leiden &
William Erskine (London: Oxford University Press, 1921), hlm. 427.
42
Sher Khan adalah julukan yang diberikan oleh Bahar Khan Lohani. Nama
aslinya Farid. Ia lahir di Bajwara dekat Hoshiarpur pada 1472 M dari
seorang ayah yang bernama Hasan Sur, tuan tanah di Hoshiarpur.
43
Gerakan ini telah berakar di India sejak abad XIV M. Pada masa Islam
Shah dipelopori oleh Mian Abdullah Niyazi dari Bayana. Selain itu
muncul pula Sheikh Ala’i yang dianggap sebagai Imam Mahdi. Karena
itu Ia dihukum dera hingga mati oleh Islam Shah. Kasus yang
menimpanya ini seperti kematian Sidi Maula di tangan Ghiyasudin
Tughlaq. Lihat Annemarie Scimmel. Islam in the Indian
Sub-Continent (Leiden: EJ Brill, 1980), hlm. 76.
44
Humayun mulai menjadi Syiah saat Ia meminta suaka kepada Shah
Tahmasp Persia. Suakanya ini membawa konsekuensi yaitu Humayun
sebagai penganut dan penyebar Syiah di India dan Qandahar harus
dikembalikan ke tangan Persia. Ali, History, hlm. 208.
45
Karena pengaruh tokoh sufi ini sangat kuat terhadap Humayun, Hindal
mengeksekusinya pada 1538 M. Schimmel, Islam, hlm. 78.
46
Ia seorang Turki Shiah. Ia sangat setia kepada Humayun, sehingga
dihadiahi jagir di Sirhind, khan-e-khanan (pengurus
rumah tangga istana), dan dipanggil Khan-e-Baba.
47
Kebijakan Akbar ini pernah dilakukan oleh Firuz Shah Tughlaq.
Vincent Smith, The Oxford History of India From The Earliest
Times to The End 1911 (London: Clarendon Press, 1921), hlm.
346.
48
Jumlah pajak yang harus dibayarkan 6¼ perkepala sampai masa
Jahangir. Schimmel, Islam, hlm. 160.
49
Babur dan Humayun masih menerapkan jizyah dalam
pemerintahannya. Ibid. lihat juga Stanley Wolpert. A New
History of India (New York: Oxford University Press, 1989),
hlm. 127 dan SM Ikram, Muslim Civilization in India (New
York: Columbia University Press, 1964), hlm. 144.
50
Ali, History, hlm.237.
51
Menurut Badauni disebut juga Tauhid-e-Ilahi atau Divine
Monotheism dan menganggap Akbar murtad. Ali, History,
hlm. 238.
52
Ibid., hlm. 237.
53
Umar Asasuddin Sokah, Din-e-Ilahi: Kontroversi Keberagamaan
Sultan Akbar Agung (Jogjakarta: Itaqa Press, 1994), hlm. 92 .
54
Ahmad Sirhindi dilahirkan di Sirhind Punjab timur. Ia merupakan
putra Shaikh Chisti, Shabiri Abdul Ahad. Ia memperoleh pendidikan
awal di Sialkot Ia lalu pergi ke Fatehpur Sikri pada 26 Juni 1564 M
dan bersahabat dengan Abul Fazl dan Faizi. Ikram, Muslim,
hlm. 167 dan Schimmel, Islam, hlm. 90.
55
Esposito, Ensiklopedi, hlm. 183.
56
Sheikh Farid awalnya hanyalah pejabat yang dikirim Akbar ke Orissa
pada 1583 M untuk menumpas pemberontakan. Berkat kecakapannya dia
lalu diangkat sebagai Mir Bakhsi (perekrut dan pemberi gaji
tentara). Nenek moyangnya adalah orang-orang yang masuk menjadi
pejabat istana dan kepercayaan Akbar. Paman dan saudaranya, Bukhari
dan Sayyid Ja’far juga orang yang dekat dengan Akbar. Mujeeb,
Indian Muslim (London: Allen & Unwin, 1967), hlm.
265.
57
Esposito, Ensiklopedi, hlm. 183.
58
Praktek sijda telah dilakukan sejak masa Balban (664-686
H/1226-1287 M). Ia telah memperkenalkan zaminbos (mencium
tanah) dan pabos (mencium kaki). Praktek ini dimodifikasi
oleh Akbar dengan memperkenalkan kurnish dan taslim.
S.A.A. Rizvi, “Muslim India” dalam Bernard Lewiss (ed.). The
World of Islam: Faith, People, Culture (London: Thomas &
Hudson Ltd., 1994), hlm. 304.
59
Henry Beveridge, Memoirs of Jahangir (New Delhi : Low Price
Publication, 1994), hlm. 7-10 dan Sokah, Din-e-Ilahi, hlm.
94.
60
S.S Alvi, “Religion and State during Reign of Mughal Emperor
Jahangir 1605-1627: Non juristical Perspektif ” dalam Studia
Islamica tahun 1989, hlm. 109.
61
Khusru adalah figur penting masa itu. Setelah lima bulan Jahangir
menjadi raja, Ia melarikan diri ke Punjab dan melakukan
pemberontakan. Khusru didukung oleh Guru Arjund (Guru ke-5 Sikh).
Atas dukungannya ini, sang Guru dieksekusi pada 1602 M. Sebagian
besar sejarawan seringkali menghubungkan kematiannya dengan
kebijakan keagamaan Jahangir. Padahal sesungguhnya, eksekusi atas
guru ini bermotif politik. Ali, History, hlm. 249.
62
Ia anak Mirza Ghias Beg asal Teheran. Mereka datang ke India masa
Akbar. Saat berusia 17 tahun, Mehr-un-Nisa dinikahkan ayahnya dengan
Ali Kuli Istajul (Sher Afghan), seorang jagirdar di Bangla
(Burdwan). Pada 1607, Sher Afghan ini memberontak sehingga dihukum
mati. Sepeninggal suaminya, Mehr-un-Nisa pergi ke Mughal bersama
anaknya Lidli Begum. Suatu ketika Jahangir melihatnya di Mina Bazar
dan tertawan oleh kecantikannya. Pada 1611 M, Jahangir memutuskan
menikahinya. Setelah menikah dengan Jahangir, Ia dikenal dengan Nur
Jahan (Cahaya Dunia). Ibid., hlm. 250.
63
RR. Sethi, P. Saran, Bhandari, The March of Indian History
(New Delhi: Ranjit Printer & Publisher, 1951), hlm. 425.
64
Banarsi Prasad Saksena, History of Shah Jahan Dihli
(Allahabad: The Indian Press Ltd., 1932), hlm. 293.
65
Sri Rham Sharma, Mughal Government and Admnistration (Bombay:
Hind Kitab Limited., 1980), hlm. 166.
66
Ikram, Muslim Civilization in India (New York:
Columbia University Press, 1964), hlm. 185.
67
Sharma, Mughal, hlm. 165.
68
Nama aslinya Arjumand Banu Begum. Ia anak Asaf Khan, kakak Nur
Jahan. Ia menikah dengan Shah Jahan pada 1612 M. K. Ali, History
of India, Pakistan, and Bangladesh (Dhaka: Ali Publication,
1980), hlm. 262. Bandingkan dengan Henry Beveridge, Memoirs of
Jahangir (New Delhi: Low Price Publication, 1994), hlm. 225.
69
S. M. Ikram, Muslim Civilization of India.,edited by Einsley
T. Embre (New York: Colombia University Press, 1964), hlm. 189.
Bandingkan dengan HAR. Gibb. The Encyclopaedia of Islam
(Leiden: E.J. Brill, 1960), hlm.768.
70
Masa pemerintahan Aurangzeb, Deccan dibagi menjadi empat propinsi:
1.Telinggana, ibukota Burharpur dan benteng Asirgargh 2. Berar,
ibukota Ilichpur dan benteng Gawilgargh 3. Telingana (Telugu),
ibukota Nander dan benteng Kandhar 4. Daulatabad, ibukota
Aurangabad dengan benteng Khirki. Vincent Smith, The Oxford
History of India From the Earliest Times to The End 1911 (London:
Clarendon Press, 1921), hlm. 400. Lihat juga H.G. Rawlinson, A
Concise History of The Indian People (London: Oxford University
Press, 1956), hlm. 198.
71
Shahji adalah tokoh Maratha. Ia lahir 15 Maret 1594 M dan wafat pada
4 April 1680 M. Menurut Elphinstone, Maratha muncul pertamakali
dalam tulisan Fehrishta, 1485 M. Sebelumnya tidak ada sejarawan
Islam yang menuliskanya. Maratha mendiami daerah sepanjang selatan
Narbada (Narmada), sejajar dengan Vindya, Goa, dan Bidar hingga
Chanda di Warda. Pada pertengahan abad XVI M, mereka telah mengabdi
kepada raja Bijapur, Ahmadnagar, Qutb Shah Golkunda. Pada abad XVII
M, mereka telah muncul dalam sejarah Deccan masa Malik Amber.
Elphinstone (Mountstuart), The Hindu and Mahometan Periods
(London: Jhon Murry, 1857), hlm. 541 dan Sri Rham Sharma, Maratha
History 1295-1707 (Bombay: Karnatak Publishing House, 1944),
hlm. 56.
72
Dara Sikoh lahir 19 Maret 1615 M, sepuluh tahun setelah meninggalnya
Akbar. Ia sangat dicintai ayahnya. Annemarie Schimmel, Islam in
The Indian Sub-Continent (Leiden: E.J. Brill, 1960) hlm. 97.
73
Smith, The Oxford, hlm. 400.
74
Stanley Lane Poole, Medieval India Under Mohammadan Rule AD
712-1764 (New York: Haskel House Publisher, 1970), hlm. 406.
75
Elliot and Dawson, The History of India as Told by its Own
Historians (London: Trubner and Co., 1873), hlm. 195.
76
Ibid., hlm. 196.
77
R.C. Majumdar et all, An Advanced History of India (London:
Mac Millan and co., 1951), hlm. 478.
78
Nama aslinya Muhammad Sayyid. Sebelum menjadi pejabat istana, dia
seorang pedagang emas dan batu mulia. Berkat kecakapan dan talenta
yang dimiliknya, Ia diangkat menjadi menteri Abdullah Qutb Shah
Golkunda. Ia lalu mengabdi kepada Aurangzeb. Ibid., hlm. 479.
79
Lebih lanjut tentang kronologi perang suksesi, lihat Stanley Lane
Poole, Aurangzeb and the Decay of the Mughal Empire (New
Delhi: Low Price Publication, 1995), hlm. 35-59.
80
Ali, History, hlm. 271.
81
Ibid., hlm. 275.
82
Mahmudunnasir, Islam its Concept and History (New Delhi:
Kitab Bhavan, 1981), hlm. 277.
83
Stanley Lane Poole, Medieval India Under Mohammedan Rule AD
712-1764 (New York: Haskell House Publisher, 1970), hlm. 356.
84
Schimmell, Islam, hlm. 99.
85
Elliot, History, hlm. 179.
86
Ali, History hlm. 276.
87
Aurangzeb menghapuskan 80 macam pajak yang sangat memberatkan.
Elphinstone, The Hindu, hlm. 423.
88
Majumdar, An Advanced, hlm. 492 dan Ali, History, hlm.
283.
89
Stanley Wolpert, A New History of India (New York: Oxford
University Press, 1989), hlm. 235.
90
Majumdar, An Advanced, hlm. 553.
91
Wolpert, A New History, hlm. 237.
92
Sampai sekarang Islamabad menjadi nama ke dua, sedangkan yang
pertama tetap Chittagong. Ali, History, hlm. 284.
93
M.A. Rahim, et all (eds.), Islam in Bangladesh Through Ages
(Dhaka: Islamic Foundation Bangladesh, 1995) hlm. 64-65.
94
Ibid. hlm, 64.
95
Ikram, Muslim, hlm. 193.
96
Ibid., hlm, 200.
97
Ali, History, hlm. 367 dan Majumdar, An Advanced, hlm.
552.
98
Hal ini menyerupai dengan alam Afrika, di mana utara dengan selatan
dibatasi gurun pasir Sahara sebagai tirai besi yang memisahkan
Afrika Utara dengan Selatan. J. Spencer Tirmingham, Islam in West
Afrika (Oxford: Oxford University Press, 1976), hlm. 1-4 dan
hasil kuliah dengan M. Abdul Karim, mata kuliah Islam di Afrika pada
tanggal 5 April 2002.
99
Ali, History, hlm. 74-75.
100
Dinasti Bahmani didirikan oleh Hasan Gangu. Ia menobatkan diri
sebagai raja dan bergelar Abu al Muzaffar Alaudin Bahman Shah. Ia
mengkalim dirinya keturunan dari Bahman bin Isfandiyar, seorang
pahlawan Persia. Sejarah Bahmani yang paling penting adalah
pertempuran mereka dengan negeri Hindu, Vijayanagar. Tercatat
delapan belas raja yang pernah memerintah dinasti ini, yaitu sebagai
berikut: Alaudin Bahman Shah (1347 M), Muhammad I (1358 M), Alaudin
Mujahid (1375 M), Daud (1378 M), Muhammad II (1378 M), Ghiyat al Din
(1397 M), Shams al Din (1397 M), Tajudin Firuz (1397M), Ahmad Wali I
(1422 M), Alauddin Ahmad II (1436 M), Alaudin Humayun Lalim (1458
M), Nizam (1461 M), Muhammad Lashkari (1463 M), Mahmud (1482 M),
Ahmad III (1518 M), Alaudin (1582 M), Wali Allah (1522 M), Kalim
Allah (1525-1527 M). Clifford Edmund Boswoth, The Islamic
Dynasties (Edinburgh: University Press, 1967), hlm. 205-207.
101
Ali, History, hlm. 141.
102
Poole, Aurangzeb, hlm.145.
103
Ali, History, hlm. 299.
104
Aziz Ahmad, An Intellectual History of Islam in India
(Edinburgh: University Press, 1969), hlm. 18.
105
Ali, History, hlm. 302.
106
Edwardes and Garret, Mughal Rule in India (London: Oxford
University Press, 1930), hlm.149.
107
Ali, History, hlm.302.
108
Smith, Oxford, hlm. 445.
109
Ibid., hlm. 447 dan Garret, Mughal, hlm. 153.
Bandingkan dengan Powell Price yang menyebutkan 3 Maret 1707 sebagai
tahun wafatnya Aurangzeb. Powell Price, A History of India
(London: Thomas Nelson& Son., 1955), hlm. 369.
110
Boswoth, The Islamic, hlm. 210.
111
Hal ini mengingatkan pada nama Ghazan Khan, penguasa Ilkhan VII
(1295-1304 M), buyut Hulagu Khan, yang mengubah kalender Ilkhan dari
Syamsiah menjadi kalender Qamariah. Ia mengadopsi nama kalender Arab
secara keseluruhan. Lihat M.A. Karim, “Persoalan Agama dalam
Perang” dalam Thaqafiyyat vol. 4 no. 1 Januari-Juni 2003,
hlm. 125. Kebijakan penetapan kalender Qamariah juga diprakarsai
oleh Sultan Agung (1613-1645 M) dari Kerajaan Mataram II.
Perbedaannya dengan Ghazan, Ia memperkenalkan pasaran yang
didasarkan atas wuku (pengulangan pasaran setiap 35
hari) dan memakai nama campuran Arab–Jawa. M. Abdul Karim,
“Pengaruh Islam dalam Pembinaan Moral Bangsa di Indonesia (Telaah
Akulturasi Budaya Islam-Indonesia)”, (Jogjakarta: Disertasi
Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 2003), hlm. 219-221.
112
Garret, Mughal, hlm. 114.
113
Musik dalam dunia Islam dapat dipelajari dari berbagai sudut
pandang, sebagai suatu warisan histories dari abad pertengahan dan
abad kuno, sebagai seni pertunjukan, sebagai cabang ilmu
pengetahuan, dan media ketaatan spiritual dalam berbagai tarekat
sufi. Dalam al Qur’an sendiri tidak dijumpai kecaman terhadap
musik, meskipun demikian dalam hadis-hadis Nabi ditemukan banyak
pernyataan yang memperingatkan terhadap musik dan alat-alat musik.
Tentang perkembangan musik dalam dunia Islam lihat Jhon L. Esposito,
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern (Bandung: Mizan,
1995), hlm. 121-127.
114
Ia dijuluki Ziryab untuk India, seorang penyair dan musisi, serta
ahli budaya Timur yang memperkenalkan ke Barat semasa Abdul Rahman
II (822-852 M). Ziryab nama aslinya Abu al Hasan Ali ibn. Nafi
(789-857 M). Ziryab sebenarnya nama sejenis burung. Ia datang ke
Spanyol dari Mosul. Ziryab belajar musik dari Ishaq al Mawsili,
musisi kenamaan Harun al Rasyid (w. 809 M), namun kepopulerannya
melebihi sang guru dan dianggap mengancam posisinya. Hal inilah yang
mendorong Ziryab meninggalkan Baghdad. S. M. Imamuddin, A
Political History of Muslim Spain (Dhaka: Najmah and Son, 1969),
hlm. 94-96. Lihat juga Reinhart Dozy, Spanish Islam: A History of
The Moslem in Spain (London; Chatto & Windus, 1913), hlm.
261-265.
115
Ali, History, hlm. 349.
116
Aksi Aurangzeb ini dipicu oleh para Brahmana yang mengajarkan
agamanya tidak hanya kepada kalangan Hindu, namun juga Islam di
Thatta, Multan, dan Benaras. Garret, Mughal, hlm.116.
117
Ibid., hlm. 117.
118
1 lakh sama dengan 100.000 Rupee. Poole, Aurangzeb, hlm. 41.
119
Ali, History, hlm. 287.
120
Wolseley Haig, The Cambridge History of India (London:
Cambridge University Press, 1937), hlm. 242. Kebijakan
Aurangzeb ini sama halnya dengan jumlah pembayaran jizyah
yang diterapkan oleh Bin Qasim, hanya saja pada masa Bin Qasim para
brahmana masih menikmati 3% hasil bumi seperti yang diterapkan
pemerintahan sebelumnya. Keterangan lebih lanjut lihat M. Abdul
Karim, “Kontribusi Muhammad Bin Qasim dalam Penaklukan Sind”
dalam Thaqafiyat vol.2 no.2 tahun 2001, hlm.129.
121
Haig, The Cambridge, hlm.242.
122
Elliot and Dawson, History of India as Told by Its Own Historian
(London: Trubner and Co., 1873), hlm. 296.
123Taufik
Abdullah (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 292.
124
Nauruz secara harfiah adalah hari baru. Populer di Persia
sejak zaman Naw Sherwan, penguasa Iran. Asal usulnya sebenarnya
masih kabur , namun perayaan ini sudah ada di kalangan Bangsa
Sasaniah jauh sebelum Nabi Muhammad Saw lahir. Pada umumnya baik
Raja Achamenia maupun Sasaniah merayakan hari ini dengan
menganugerahkan hadiah dan perayaan lainnya. Unsur Zoroasternya yang
disekularkan oleh kaum Sasaniah akhirnya dinetralkan sepenuhnya
dengan datangnya Islam, sehingga kaum Syiah dewasa ini mengkaitkan
hari ini dengan peristiwa-pristiwa pentig dari sejarah suci mereka.
Menurut Bihar al Anwar, pada hari inilah Nabi Saw menunjuk Ali
sebagai penggantinya. Dewasa ini perayaan dimulai pada equinoks
musim semi (masa ketika matahari melintasi katulistiwa, sehingga
siang dan malam sama panjang) dan berlangsung selama duabelas hari.
Nauruz juga dirayakan Suku Kurdi dan Syiah Irak, komunitas
religius lain di Iran, dan komunitas Persia di India. Menarik untuk
dicatat bahwa Nauruz adalah hari raya resmi dalam keyakinan
Baha’i: Esposito, Ensiklopedi Oxford, hlm. 167-168.
125
Ikram, Muslim, hlm. 170.
126
Majumdar et all, An Advanced, hlm. 497.
127
Kalika Ranjan Qanuqo, History of Jats: A Contribution to The
Northern India Vol I (Calcutta: MC Sarkar & Son, 1925),
hlm. 38.
128
Ali, History hlm. 290.
129
Majumdar, An Advanced, hlm. 498.
130
Haig, Cambridge, hlm. 314 dan Majumdar et. all, An
Advanced, hlm. 498.
131
Ibid., hlm., 243.
132
Haig, Cambridge, hlm. 244.
133
Mircea Elliade (ed), The Encyclopedia of Religion Vol. XIII
(New York: Mac Millan Publishing Company, 1987), hlm. 315.
134
M. Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Jogjakarta: Bunga
Grafies Production, 2003), hlm. 57.
135
Nanak lahir di Talwandi (Nankana), Lahore pada 1469. Guru Nanak
menamakan agamanya Gurmat (kebijakan guru). Para pengikutnya
menamakan Sikh dari kata Sanskerta sishnya, yang berarti
seorang pelajar atau seorang yang memperoleh pelajaran spiritual
dari guru. Perkumpulan Sikh dinamakan Sanga, sedangkan tempat
mereka berkumpul mendengarkan khutbah guru dan bernyanyi bersama
dikenal dengan gurdawaras. Umar Asasuddin Sokah, Din-e-Ilahi:
Kontroversi Keberagamaan Sultan Akbar Agung (Jogjakarta:
Itaqa Press, 1994) hlm. 45.
136
M.Abdul Karim, “Peradaban Islam di Anak Benua India” dalam Siti
Maryam dkk. (ed.), Sejarah Peradaban Islam; Dari Masa Klasik
Hingga Modern (Jogjakarta: Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN
Sunan Kalijaga, 2003), hlm. 213.
137
Sokah, Din-e-Ilahi, hlm. 47.
138
Ibid.
139
Percieval Spear, A History of India (London: Penguin Book,
1965), hlm. 58 dan Ali, History, hlm. 313.
140
Haig, The Cambridge, hlm. 244.
141
Majumdar et all, An Advanced, hlm. 499.
142
Ibid., hlm. 500 dan H.G. Rawlinson, A Conciese History of
The Indian People (London: Oxford University Press, 1956), hlm.
209.
143
Ali, History, hlm. 312.
144
Kehidupan Shivaji identik dengan Umar bin Hafsun bin Umar bin Ja’far
al Islami di Andalusia yang selalu merongrong Bani Umayyah. Garis
nasab Umar bin Hafsun sampai kepada Alfonso Visigoth. Ia merupakan
generasi ke lima. Nenek moyangnya memeluk Islam sejak masa Hakam I.
Mereka tinggal di Hasan Aute di Pegunungan Bobastra tepatnya di
bukit Tolox antara Medina dengan Sidonia, daerah sekitar Malaga.
Dozy, Spanish, hlm. 316-408 dan PJ Bearman et all (eds.), The
Encyclopaedia of Islam (Leiden: EJ Brill, 2000), hlm. 823.
145
Wolpert. A New History, hlm. 162.
146
Sri Rham Sharma, Maratha History 1295-1707 (Bombay: Karnatak
Publishing House, 1944), hlm. 245.
147
Beberapa sejarawan berpendapat Shivaji lahir pada tahun 1626.
Majumdar, An Advanced, hlm. 512 dan Price, A History,
hlm. 352.
148
Wolpert, New History, hlm. 163.
149
Ibid., hlm. 257.
150
Ali, History, hlm. 297.
151
Majumdar et all, An Advanced, hlm. 517 dan Wolpert, A
New, hlm. 165.
152
Majumdar et all. An Advanced, hlm. 518.
153
Ibid.
154
Rawlinson, A Conciese, hlm. 216.
155
Nenek moyang Rajput masih menjadi perdebatan. Menurut beberapa ahli,
Rajput mempunyai garis nasab dengan Saka, Hun, Kushan, dan Gurjara
yang datang ke India melalui barat laut. Sementara menurut Smith,
Rajput merupakan keturunan campuran beberapa ras tersebut, sedang
menurut C.B Valda dan Shankar, mereka asli Bangsa Arya. Mereka
kemudian menjadi komunitas Hindu dan tinggal di Punjab dan
Rajputana. Supremasi mereka di India semakin menguat setelah
kematian Harsha Vardhana (606-647 M). Ali, History, hlm.
116-117.
156
Haig, Cambridge, hlm. 247.
157
Price, A History, hlm. 319.
158
Haig, Cambridge,, hlm. 248
159
Garet, Mughal, hlm. 121.
Majumdar, An Advanced, hlm. 504.
161
Aurangzeb tidak hanya mengetahui dan menyelami al Qur’an dengan
hatinya, tetapi ia juga biasa menyalinnya dalam bentuk kaligrafi
sebanyak dua buah. Hasil karyanya ini selalu dikirimkan ke Makkah
dan Madinah sebagai pengganti kewajiban haji yang tidak pernah Ia
tunaikan. Stanley Lane Poole, Aurangzeb and the Decay of the
Mughal Empire (New Delhi: Low Price Publications, 1995), hlm.
67.
162
Kesederhanaan Aurangzeb ini sama dengan Sultan Nasiruddin Muhammad
(1246-1266 M) dan Ghiasuddin Taqhlaq (1320-1326 M) dari Kesultanan
Delhi. Stanley Lane Poole, Medieval India Under Mohammedan
Periods AD 712-1764 (New York: Haskell House Publisher, 1970),
hlm. 360 dan K. Ali, History of India, Pakistan, and Bangladesh
(Dhaka: Ali Publications, 1980), hlm. 306.
163
Awal kekuasaan Islam di India tepatnya pada masa Dharmo Pal (778-810
M) dikenal dengan Zobon/Yabana (daerah muslim). Dikutip dari
M. Abdul Karim, “Studi Perbandingan Tentang Masuknya Agama Islam
di Bangladesh dan Indonesia,” Skripsi Jurusan SKI IAIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta 1983, hlm. 14.
164
Para sejarawan berbeda pendapat tentang jumlah suba masa
Aurangzeb. Sebagian berpendapat 22 suba dan yang lain
berpendapat 20 suba. Ali, History, hlm. 328 dan
Vincent Smith, The Oxford History of India (New York: Oxford
University Press, 1989), hlm. 450.
165
Wolseley Haig, The Cambridge History of India (London:
Cambridge University Press, 1937), hlm. 316.
166
S.M Ikram, Muslim Civilization in India (New York: Columbia
University Press, 1964), hlm. 219.
167
Ibid., hlm.224 dan Haig, Cambridge, hlm. 317.
168
Edwardes and Garret, Mughal Rule in India (London: Oxford
University Press, 1930), hlm. 269.
169
Sher Shah membagi tanah menjadi tiga kategori: subur, sedang, dan
kurang subur. Sementara Akbar membagi tanah menjadi empat: polaj,
parauti, chachar, dan banjar. Ali, History,
hlm. 231.
170
Sri Rham Sharma, Mughal Government and Administration (Bombay:
Hind Kitab Limited, 1951), hlm. 93.
171
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: Rajawali
Press, 1999), hlm. 699.
172
Sharma, Mughal, hlm. 94.
173
Lapidus, Sejarah, hlm. 699.
174
beberapa kata tidak diartikan ke dalam bahasa Indonesia dikarenakan
buku rujukan yang penulis pakai tidak mengartikannya dalam bahasa
Inggris. Lebih lanjut lihat Elliot and Dawson, History of India
as Told by its Own Historian (London: Trubner and Co., 1873),
hlm. 247.
175
Ali, History, hlm. 453-459.
176
Ibid., hlm. 114.
177
Ali, History, hlm. 337 dan Annemarie Schimmell, Islam
in Indian Sub-Continent (Leiden: E.J. Brill ), hlm. 102
178
Garret, Mughal Rule, hlm. 232.
179
Schimmel, Islam, hlm. 101.
180
Ikram, Muslim, hlm. 239.
181
Powel Price, A History of India (London: Thomas
Nelson and co., 1955), hlm. 372.
182
Urdu artinya ada dua: pasar serdadu dan bahasa. Urdu berasal dari
bahasa Turki kuno Ordu, yang diturunkan dari kata Orda,
bahasa Turki Chagtay. Maknanya sepadan dengan kata horde
dalam bahasa Inggris. Penggunannya di India pertamakali oleh Khidir
Khan sekitar abad XIV M, namun hanya terbatas di kalangan tentara.
Punjab diperkirakan sebagai tempat kelahiran bahasa Urdu. Setelah
penaklukan Ghaznavi di Punjab, kontak dengan penduduk lokal
membidani munculnya bahasa ini. Menutur Amir Khusraw, bahasa lokal
sebelum Urdu disebut sebagai Hindi atau Hindawi.
Sementara Abu al Fazl menyebutnya Dihlawi. Perkembangan
sejarah Urdu dan sastra lokal, lihat Aziz Ahmad, An Intellectual
History of Islam in India, (Edinbergh: University Press, 1969),
hlm. 91-126.
183
Ibid., hlm. 371.
184
Ali, History, hlm. 337.
185
Ahmad, An Intellectual , hlm. 84.
186
Ali, History, hlm. 338.
187
J Schacht, “ On the Title of The Fatawa al Alamghiriyya”,
dalam C.E Boswoth dan Minorsky (ed.), Iran and Islam (London:
Edinburgh University Press, 1971), hlm. 475.
188
Schimmell, Islam, hlm. 102.
189
Fatawa-e-Alamghir dapat dimaknai sebagai fatwa yang ditulis
atas prakarsa Alamghir, dapat pula diartikan sebagai fatwa untuk
semesta alam, karena Alamghir berarti penguasa dunia. Kitab
ini identik dengan kitab fiqh pada umumnya yang mengatur masalah
ibadah dan muamalah, namun penulis tidak dapat menemukan naskah
kitab ini. Hal ini berakibat pada minimnya pembahasan tentang
Fatawa-e- Alamghir.
190
Mir Sayyid Ali berasal dari Tabriz. Ayahnya, Mir Mansur dari
Badakhsan juga seorang pelukis. Ayah dan anak ini belajar melukis
pada Bihzad (pelukis Persia yang tidak ada duanya). Lukisan Mir
Sayyid Ali yang paling tersohor adalah Laila Majnun. Selain sebagai
seorang pelukis, Ia juga seorang penyair. Ia selalu memakai nama
Judai dalam karyanya: Percy Brown, Indian Painting Under The
Mughal 1555-1750 (Oxford: Clarendon Press, 1924), hlm. 53.
191
Farrukh Beg berasal dari Kalmack, Asia Tengah. Ia bergabung menjadi
pelukis istana sejak 1585 M. Ibid., hlm. 64 dan New
Encyclopaedia of Britanica vol. II, hlm. 83.
192
Merupakan salah satu 7 keajaiban dunia yang dibangun selama 22 tahun
di bawah pengawasan ustad Isa, dengan mempekerjakan 20.000 tukang
yang didatangkan dari seluruh negeri. Taj Mahall sama halnya dengan
Qasar al Zahra yang dibangun oleh Abdul Rahman III di
Andalusia, dan disempurnakan oleh Hakam II. Perbedaannya pembangunan
istana ini tidak memakan korban jiwa dan menimbulkan kelaparan
karena Abdul Rahman III orang terkaya waktu itu dan tidak
menggunakan anggaran negara.
193
Andrew Peterson, Dictionary of Islamic Architecture (London:
Routledge, 1996), hlm. 1996.
194
Taufik Abdullah (ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta:
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 301 dan Ikram, Muslim,hlm.
247. Untuk mengetahui detail konsep arsitektur masjid ini baca
Yulianto Sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000), hlm. 429-231.
195
Ikram, Muslim, hlm. 247 dan Haig, Cambridge, hlm. 567.
196
Ali, History, hlm. 346.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Landasan Teori
Metode Penelitian
Sistematika Pembahasan
BAB II KONDISI KEAGAMAAN INDIA SEBELUM SULTAN AURANGZEB
Kondisi Keberagaman
Kebijakan Keagamaan penguasa Mughal sebelum Aurangzeb
Babur
Humayun dan Sher Shah
Akbar
Jahangir
Shah Jahan
BAB III KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Biografi Aurangzeb
Pokok Kebijakan Keagamaan Aurangzeb
Respon Masyarakat Hindu Atas Kebijakan Aurangzeb
BAB IV PENGARUH KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Bidang Pemerintahan
Bidang Ekonomi dan Sosial
Bidang Pendidikan
Karya Sastra
Seni dan Arsitektur
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Landasan Teori
Metode Penelitian
Sistematika Pembahasan
BAB II KONDISI KEAGAMAAN INDIA SEBELUM SULTAN AURANGZEB
Kondisi Keberagaman
Kebijakan Keagamaan penguasa Mughal sebelum Aurangzeb
Babur
Humayun dan Sher Shah
Akbar
Jahangir
Shah Jahan
BAB III KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Biografi Aurangzeb
Pokok Kebijakan Keagamaan Aurangzeb
Respon Masyarakat Hindu Atas Kebijakan Aurangzeb
BAB IV PENGARUH KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB
Bidang Pemerintahan
Bidang Ekonomi dan Sosial
Bidang Pendidikan
Karya Sastra
Seni dan Arsitektur
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA