TINJAUAN TERHADAP PENAFSIRAN AYAT-AYAT KINĀYAH DALAM AL-QURĀN


Kinâyah merupakan salah satu aspek kajian ilmu balaghah, tepatnya ilmu bayan. Selain kinâyah ada dua aspek lainnya yang mempunyai hubungan sistematis dengan kinâyah, yaitu tasybîh  dan majâz. Berbeda dengan tasybîh dan majâz, kinâyah merupakan suatu pengungkapan yang pengertiannya bersifat polisemi, bisa bermakna denotatif (haqiqi) dan bisa juga bermakna konotatif (majâzi).  
Dalam kajian ilmu tafsir uslûb  kinâyah merupakan  salah  satu  tema  yang  sangat  pelik  dan sering menimbulkan kontroversi dalam penafsiran  al-Qurân  di kalangan para ulama. Perbedaan penafsiran tersebut muncul karena secara teoritik wacana kinâyah bisa ditafsirkan secara haqiqi (denotatif) maupun majâzi (konotatif). Selain itu pula, masing-masing dari ulama yang berbeda pendapat tersebut sama-sama mempunyai argumen, baik dari al-Qurân maupun al-Hadits.
Untuk itu diperlukan tinjauan lain yang dapat memberikan kejelasan tafsir yang sesungguhnya. Tinjauan lain yang akan dicoba oleh peneliti adalah tinjauan dari aspek  balaghah. Jika masing-masing madzhab sulit dipertemukan karena masing-masing mempunyai sandaran yang  sama kuatnya, maka bagaimana ilmu balaghah melihat jenis ayat-ayat ini. Bagaimana ungkapan-ungkapan kinâyah digunakan dan ditafsirkan dalam praktek berbahasa pada umumnya. Apakah  mengambil makna konotatif atau denotatif?
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat sbb:1) Bagaimana penafsiran para mufassir terhadap ayat-ayat kinâyah?; 2) Apa yang melatarbelakangi perbedaan para mufassir dalam memahami ayat-ayat kinâyah?; 3) Tema-tema apakah yang disepakati penafsirannya oleh para mufassir; dan tema-tema apa saja yang tidak disepakati oleh mereka?; 4) Bagaimana implikasi  perbedaan penafsiran terhadap pemaknaannya dalam aspek hukum?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan  linguistik stylistik. Peneliti mencoba melihat ayat-ayat ini dari aspek linguistik dan balaghah  (stylistik). Bagaimana hakikat dan maksud penggunaan ungkapan-ungkapan kinâyah dalam bahasa Arab pada umumnya.  
Hasil dari penelitian ini menunjukkan hal-hal sbb: 1) Konsep kinâyah dalam wacana ilmu kebahasaaraban mengalami perubahan, sejak masa Abû Ubaida-Bapak ilmu balaghah-sampai  kepada masa Abd al-Qâhir al-Jurzâni dan  masa-masa berikutnya.  Istilah  kinâyah digunakan mulai  dari makna dlamîr, kemudian berkembang menjadi irdâf, badal, majâz; sebagai lawan kata dari makna sharîh; dan akhirnya  sampai kepada makna  seperti  yang  kita  fahami  dalam  ilmu  balaghah sekarang ini; 2) Penetapan status suatu ayat sebagai ayat yang menggunakan uslûb kinâyah oleh seorang mufassir kadang-kadang berbeda dengan mufassir lainnya. Wahbah az-Zuhaili menyebutkan terdapat tujuh puluh satu ayat kinâyah dalam al-Qurân. Sedangkan ash-Shâbûni menyebut  sebanyak enam puluh empat ayat kinâyah di dalam al-Qurân. Sedangkan hasil dari penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 77 ayat  yang tersebar  pada 28 juz dan 42 surat. Sedangkan ungkapan kinâyah secara keseluruhan berjumlah 84 ungkapan; 3) Dari ayat-ayat al-Qurân yang dikategorikan sebagai ayat kinâyah sebagian besar disepakati pemaknaannya, sedangkan sebagian kecil tidak disepakati yaitu pada ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum; 4)  Perbedaan penafsiran  pada  ayat-ayat  kinâyah  disebabkan  karena perbedaan  pengambilan  dalil-dalil serta adanya kelenturan uslûb  kinâyah alam semantiknya; 5) Perbedaan penafsiran para ulama pada ayat-ayat kinâyah mempunyai implikasi yang signifikan terhadap maknanya; 6) Berdasarkan kelaziman penggunaan uslûb kinâyah dalam praktek berbahasa, maka ayat-ayat kinâyah  mesti  dimaknai secara konotatif.