Allah mengungkapkan di dalam Al Quran bahwa Taurat adalah
sebuah kitab suci yang diturunkan sebagai cahaya bagi manusia:
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. (QS. Al Maidah, 5: 44)
Karenanya, Taurat, seperti Al Quran, adalah sebuah kitab
yang berisi ilmu dan perintah yang berhubungan dengan topik-topik seperti
keberadaan Allah, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, penciptaan manusia dan makhluk
lainnya, tujuan penciptaan manusia, dan hukum-hukum moral Allah bagi manusia.
(Namun, sekarang Taurat asli ini tidak ada lagi. Yang kita dapati sekarang
adalah versi Taurat yang telah “diubah-ubah” oleh tangan manusia).
Ada sebuah poin penting yang sama dimiliki Taurat yang
asli dan Al Quran: Allah merupakan sang Pencipta. Allah itu mutlak, dan telah
ada sejak waktu bermula. Segala sesuatu selain Allah adalah ciptaan-Nya, yang
diciptakan-Nya dari ketiadaan. Dia telah menciptakan dan membentuk seluruh alam
semesta, benda-benda langit, materi-materi tak hidup, manusia, dan semua
makhluk hidup. Allah itu Maha Esa; Dia ada dengan sendirinya.
Berlawanan dengan kebenaran ini, terdapat penafsiran yang
sangat berbeda di dalam Kabbalah, yakni "suatu racun teramat halus yang
menyusupi dan memenuhi nadi agama Yahudi." Doktrinnya tentang Tuhan
sepenuhnya bertentangan dengan “fakta penciptaan”, yang terdapat di dalam
Taurat yang asli dan Al Quran. Dalam salah satu karyanya tentang Kabbalah, peneliti Amerika,
Lance S. Owens, mengemukakan pendapatnya tentang kemungkinan asal usul doktrin
ini:
Pengalaman kabbalistik menimbulkan beberapa pemahaman tentang
Tuhan, yang kebanyakan menyimpang dari pandangan ortodoks. Prinsip
paling inti dari kepercayaan bani Israil adalah persaksian bahwa “Tuhan kami
satu”. Tetapi Kabbalah menyatakan bahwa sementara Tuhan ada dalam bentuk
tertinggi sebagai suatu keesaan yang sepenuhnya tak terlukiskan — Kabbalah
menamainya Ein Sof, yang tak berhingga — singularitas yang tak terpahami ini
perlu menjelma menjadi banyak sekali bentuk ketuhanan: suatu pluralitas dari
banyak Tuhan. Inilah yang oleh para pengikut Kabbalah dinamai Sefiroth,
berbagai bejana atau wajah Tuhan. Para pengikut Kabbalah mencurahkan banyak
meditasi dan spekulasi kepada misteri bagaimana Tuhan turun dari keesaan yang
tak terpahami kepada pluralitas. Sudah tentu, citra Tuhan berwajah banyak ini
memberi ruang untuk tuduhan sebagai politeistik, sebuah serangan yang dibantah
para pengikut Kabbalah dengan penuh semangat, walau tak pernah sepenuhnya
berhasil.
Tidak hanya Tuhan itu plural
dalam teosofi Kabbalistik, tetapi sejak pemunculan pertamanya yang halus dari
keesaan yang tak terpahami, Tuhan telah memiliki dwibentuk sebagai Lelaki dan
Perempuan; sebentuk Ayah dan Ibu supernatural, Hokhmah dan Binah, merupakan
bentuk-bentuk pemunculan Tuhan yang pertama. Para pengikut Kabbalah menggunakan
metafor seksual yang terang-terangan untuk menjelaskan bagaimana persetubuhan
dari Hokhmah dan Binah menghasilkan ciptaan yang lebih jauh…27
Ciri yang menarik dari teologi mistis ini adalah bahwa
menurutnya manusia tidaklah diciptakan, tetapi dalam suatu cara bersifat
ketuhanan. Owens menguraikan mitos ini:
Citra Tuhan yang kompleks… juga dilukiskan oleh
Kabbalah memiliki sebuah bentuk yang uniter, antropomorfik. Menurut sebuah
resensi Kabbalistik, Tuhan adalah Adam Kadmon: Manusia purba atau bentuk pola
dasar pertama manusia. Manusia berbagi dengan Tuhan, baik
kilauan cahaya ketuhanan yang hakiki dan tak diciptakan, juga bentuk yang
organik dan kompleks. Persamaan aneh tentang Adam sebagai Tuhan didukung oleh
sebuah sandi Kabbalah: nilai numeris dari nama Adam dan Jehovah dalam bahasa
Ibrani (Tetragrammaton, Yod he vav he) adalah sama-sama 45. Jadi, dalam
penafsiran Kabbalah, Jehovah sama dengan Adam: Adam adalah Tuhan. Dengan penegasan
ini datanglah pernyataan bahwa semua manusia dalam perwujudan tertinggi
menyerupai Tuhan. 28
Teologi ini tersusun dari mitologi paganisme, dan menjadi
basis bagi kemerosotan agama Yahudi. Orang Yahudi pengikut Kabbalah melanggar
batas-batas akal sehat sedemikian jauh sampai-sampai mereka mencoba membuat
manusia menjadi tuhan. Apalagi, menurut teologi ini, selain bersifat ketuhanan,
manusia hanya terdiri dari bangsa Yahudi; suku bangsa lain tidak dipandang
sebagai manusia. Akibatnya, di dalam agama Yahudi, yang awalnya didirikan
berdasarkan pengabdian dan ketaatan kepada Tuhan, mulailah doktrin yang rusak
ini berkembang, dengan maksud untuk memuaskan arogansi bangsa Yahudi. Walaupun
sifat dasarnya bertentangan dengan Taurat, Kabbalah dimasukkan ke dalam agama
Yahudi. Pada akhirnya, Kabbalah mulai merusak Taurat itu sendiri.
Hal lain yang menarik tentang doktrin-doktrin Kabbalah yang
rusak adalah kesamaannya dengan berbagai pemikiran pagan dari Mesir Kuno.
Sebagaimana telah didiskusikan pada halaman-halaman sebelumnya, bangsa Mesir
Kuno meyakini bahwa materi telah selalu ada; dengan kata lain, mereka menolak
pemikiran bahwa diciptakan dari ketiadaan. Kabbalah menyatakan hal yang sama
sehubungan dengan manusia; Kabbalah mengklaim bahwa manusia tidak diciptakan,
dan mereka bertanggung jawab untuk mengatur keberadaan mereka sendiri.
Untuk diungkapkan dalam istilah modern: bangsa Mesir Kuno
adalah materialis, dan pada dasarnya, doktrin Kabbalah dapat dinamai humanisme
sekuler.
Menarik untuk dicatat bahwa kedua konsep ini — materialisme
dan humanisme sekuler — menguraikan ideologi yang telah mendominasi dunia
selama dua abad ke belakang.
Sungguh menggoda untuk mempertanyakan apakah ada kekuatan
yang telah membawa doktrin Mesir Kuno dan Kabbalah dari tengah-tengah sejarah
kuno ke masa kini.