A.
Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan membantu
pengembangan potensi, kemampuan dan karakteristik pribadi peserta didik melalui
berbagai bentuk pemberian pengaruh. Pemberian pengaruh hendaknya dilakukan
secara sadar (undang-undang no 2 tahun 1989). Perkataan sadar di sini mempunyai
makna yang luas, diantaranya adalah sadar dalam arti perbuatan mendidik
hendaknya dilakukan secara berencana dan bertujuan. Para pendidik termasuk guru
hendaknya mempunyai pemahaman yang akurat tentang siapa peserta didik, potensi,
kemampuan, karakteristik dan sifat-sifatnya, kelebihan dan keterbatasannya. (Nana
Syaodih Sukmadinata: 2003)
Atas dasar pemahaman tersebut, pendidik dengan penuh kesadaran
menetapkan arah yang akan dicapai, menyiapkan bahan yang akan dipelajari,
memilih metode dan cara menilai kemajuan peserta didik yang tepat.
Dewasa ini banyak sekali ditemukan metode, media dan strategi
pembelajaran yang menjadikan siswa aktif dalam proses belajar mengajar
khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, perlu diingat bahwa
dalam proses pembelajaran terdapat dua proses yang sangat penting yaitu proses
guru mengajar dan proses siswa belajar.
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam
keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh siswa.(Uzer Usman: 1993)
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ciri-ciri kepribadian
siswa mempengaruhi hasil belajar dan kegiatan siswa belajar yang berkaitan
dengan gaya mengajar guru. Ada gaya mengajar atau teaching style guru yang cocok bagi siswa tertentu akan tetapi
kurang serasi bagi siswa lain.(S. Nasution: 1993) Dengan demikian, gaya
mengajar guru harus mempertimbangkan gaya belajar siswa. Setiap siswa memiliki gaya
belajarnya sendiri-sendiri dan selama ini hal tersebut kurang disadari baik
oleh siswa maupun guru.
Nasution memberi kesimpulan mengenai gaya belajar
sebagai berikut:
1.
Tiap murid belajar menurut
caranya sendiri yang kita sebut dengan gaya belajar .
2. Kita dapat menentukan gaya
belajar itu dengan instrumen tertentu.
3.
Kesesuaian gaya mengajar dengan
gaya belajar yang berbeda-beda mempertinggi
efektifitas belajar.
Pelajaran Pendidikan
Agama Islam merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SMPN I
Patamuan. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang menerapkan
kurikulum berbasis kompetensi. Yaitu sebuah kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan performansi
tertentu. (E. Mulyasa: 2002) Disini guru hanyalah sebagai fasilitator dan
metode yang digunakan harus bisa melibatkan siswa untuk aktif dalam
pembelajaran. Namun, pada realisasinya masih ada guru yang menggunakan metode
lama dan bersifat monoton diantaranya adalah metode ceramah yang dilakukan
secara terus-menerus dalam penyampaian materi Pendidikan Agama Islam. Padahal
tidak semua siswa mampu menyerap informasi (belajar) melalui pendengarannya
saja. Tetapi sebagian siswa lebih memahami sesuatu melalui melihat atau
bergerak.
Selain itu, dalam catatan
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa ditemukan angka yang
berbeda-beda. Adakalanya di atas rata-rata, sesuai rata-rata dan adapula yang
dibawah rata-rata. Apakah perbedaan nilai prestasi tersebut ada hubungannya
dengan gaya belajar mereka yang berbeda-beda?
Selama ini, masih banyak
guru yang belum memperhatikan aspek gaya belajar para siswanya, sehingga
penyampaian materi terutama Pendidikan Agama Islam masih dirasa sulit bagi
siswa. Selain itu informasi tentang gaya belajar masih sangat minim, sehingga
siswa belum bisa mengidentifikasi gaya belajarnya apalagi memanfaatkannya
dengan baik. Jadi mereka tidak menyadari potensi yang mereka miliki.
Berdasarkan uraian
diatas, maka penelitian tentang hubungan antara gaya belajar dengan prestasinya
perlu dilakukan. Dan penelitian ini bermaksud untuk mengungkap gaya belajar
siswa kelas II SMPN I Patamuan yang kemudian dicari hubungannya dengan prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam siswa tersebut.
B.
Pembahasan
1.
Tinjauan Tentang Gaya Belajar
Sebagaimana yang telah dipaparkan didepan bahwa gaya
belajar (learning style) adalah
karakteristik dan prefensi atau pilihan individu mengenai cara mengumpulkan
informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon dan memikirkan informasi
tersebut. (Hisyam Zaini: 2002)
S. Nasution (1992)
mendefinisikan gaya belajar siswa yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan
perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.
Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan gaya belajar adalah cara siswa
menerima, menyerap dan mengolah informasi berupa materi pelajaran dalam proses
belajar. Adapun gaya belajar yang dimaksud dalam skripsi ini adalah cara siswa
mempelajari Pendidikan Agama Islam yang didasarkan pada modalitas yang mereka
miliki yaitu: gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.
Gaya belajar
seseorang adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah
dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika seorang siswa menyadari
bagaimana dirinya dan orang lain menyerap dan mengolah informasi, maka dia
dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gayanya sendiri.
(Bobbi DePorter: 2003)
Rita Dunn seorang
pelopor dibidang gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang
mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup faktor-faktor fisik, emosional,
sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang misalnya, dapat belajar paling baik
dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang
suram. Ada orang yang belajar paling baik secara berkelompok, sedang yang lain memilih
adanya figur otoriter seperti guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja
sendirilah yang paling efektif bagi mereka.
Walaupun para
peneliti menggunakan istilah-istilah yang berbeda dan menemukan berbagai cara
untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanya dua
kategori utama tentang bagaimana seseorang belajar.
Pertama, bagaimana seseorang menyerap
informasi dengan mudah (modalitas). Kedua,
cara seseorang mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak).
Gaya belajar
seseorang merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur
serta mengolah informasi.
a.
Macam-macam gaya belajar
1)
Gaya belajar visual
Gaya belajar visual
adalah belajar dengan melihat, mengamati dan memperhatikan. Ketajaman visual,
meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, namun sangat kuat dalam diri
setiap orang. Alasannya adalah bahwa didalam otak terdapat lebih banyak
perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain.
(Dave Meier: 2004)
Gaya belajar ini
mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Warna, hubungan ruang,
potret mental dan gambar. Seseorang yang sangat visual akan memiliki ciri-ciri
khusus, diantaranya: teratur, mengingat dengan gambar, lebih suka membaca
daripada dibacakan, serta lebih mengingat apa yang dilihat dari pada yang
didengar.
2.
Gaya belajar auditorial
Gaya belajar
auditorial adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran auditori
seseorang lebih kuat dari pada yang ia sadari. Telinga manusia akan terus
menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari. Ketika
seseorang membuat suara sendiri dengan berbicara, maka beberapa area penting
didalam otak akan menjadi aktif. Bangsa Yunani kuno dalam filosofinya mengemukakan
bahwa ”jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, maka bicarakanlah
tanpa henti”. Gaya belajar auditorial merupakan cara belajar standar bagi semua
masyarakat sejak awal sejarah.
Gaya belajar ini
mengakses segala jenis bunyi dan kata yang diciptakan maupun diingat. Musik,
nada, irama, dialog internal dan suara menonjol di sini. Seseorang yang sangat
auditorial akan memiliki ciri-ciri antara lain: perhatiannya mudah terpecah,
berbicara dengan pola berirama, belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan
bibir atau bersuara saat membaca.
3. Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar
kinestetik adalah belajar dengan bergerak dan berbuat atau belajar dengan
melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh. Sebuah temuan
mengatakan bahwa “pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya, tubuh adalah
pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan satu sistem
elektris-kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu.
Gaya belajar ini
mengakses segala jenis gerak dan emosi. Gerakan, koordinasi, tanggapan
emosional dan kenyamanan fisik menonjol disini. Seseorang yang sangat
kinestetik akan melakukan sesuatu dengan banyak bergerak, belajar dengan
melakukan, menunjuk tulisan saat membaca dan menanggapi secara fisik, mengingat
sambil berjalan dan melihat.
Meskipun kebanyakan orang
memiliki akses ketiga gaya belajar visual, auditorial dan kinesteti- hampir
semua orang cenderung pada salah satu gaya belajar (Bandler dan Grunder, 1981)
yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi.
b. Memanfaatkan
Gaya Belajar
1. Pelajar visual
Mendorong siswa untuk
membuat banyak symbol dan gambar dalam catatan mereka. Peta pikiran dapat
menjadi alat yang bagus bagi para siswa visual dalam mata pelajaran apapun.
Karena para pelajar visual belajar terbaik saat mereka mulai dengan gambaran
keseluruhan, maka melakukan tinjauan umum mengenai bahan pelajaran akan sangat membantu.
2.
Pelajar auditorial
Mendengarkan
kuliah, contoh dan cerita serta mengulang informasi adalah cara-cara utama
belajar mereka. Para pelajar auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset
dari pada mencatat, karena mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang.
Jika seorang guru melihat mereka kesulitan dengan suatu konsep, maka bantulah
mereka berbicara dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Guru dapat
membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siswa auditorial dengan
mengubahnya menjadi lagu atau dengan melodi yang sudah dikenal baik.
Selain itu, guru
bisa mengajak siswa membicarakan apa yang sedang dipelajari, meminta mereka
menerjemahkan pengalaman mereka dengan suara atau membacakannya dengan keras
dan dramatis. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, mengumpulkan
informasi dan membuat rencana jangka panjang.
Ketika siswa
melakukan kegiatan tersebut, maka hal itu akan merangsang korteks (selaput
otak) indera dan motor (area otak lainnya) untuk memadatkan dan
mengintegrasikan pembelajaran.
3.
Pelajar kinestetik
Siswa ini menyukai proyek terapan. Lakon pendek dan
lucu terbukti dapat membantu. Para siswa kinestetik suka belajar melalui
gerakan dan paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan
dengan setiap fakta. Tunjukkan caranya kepada mereka. Banyak pelajar kinestetik
menjauhkan diri dari bangku, mereka lebih suka duduk dilantai dan meyebarkan
pekerjaan di sekeliling mereka. Oleh karena itu, ciptakan pembelajaran dengan
melibatkan aktivitas fisik seperti berdiri, bergerak kesana-kemari dan
melakukan sesuatu secara fisik dari waktu kewaktu akan membuat seluruh tubuh
terlibat, dan itu akan memperbaiki sirkulasi ke otak dan meningkatkan
pembelajaran.
2.
Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
Berbicara
mengenai prestasi belajar, maka tidak akan luput dari yang namanya evaluasi.
Evaluasi merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan prestasi belajar. Oleh
karena itu, berikut akan dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan evaluasi
pembelajaran.
a. Pengertian evaluasi dan
kedudukannya dalam pembelajaran
Istilah evaluasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penentuan
nilai atau mengadakan serangkaian penilaian. (Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar:
1997) Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu proses, yang menurut Cronbach
(1963) evaluasi adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang
dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan.
(Burhan Nurgiyantoro: 2001)
Dalam hubungannya
dengan kegiatan pembelajaran. Norman E. Gronlund (1976), merumuskan pengertian
evaluasi sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat
keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh
siswa. Dengan kata-kata yang berbeda, Wrighstone dkk (1956) juga mengemukakan
bahwa rumusan evaluasi pendidikan ialah penaksiran terhadap pertumbuhan dan
kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan
didalam kurikulum.
Dari rumusan-rumusan
tersebut setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk lebih memahami
apa yang dimaksud dengan evaluasi, khususnya evaluasi pembelajaran, yaitu:
1)
Kegiatan evaluasi merupakan
proses yang sistematis, ini berarti bahwa evaluasi (dalam pembelajaran)
merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan.
2)
Dalam kegiatan evaluasi
diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang di
evaluasi. Dalam kegiatan pembelajaran data yang dimaksud adalah berupa prilaku,
penampilan siswa selama mengikuti pelajaran, hasil ulangan dan tugas-tugas
serta ujian akhir.
3)
Setiap kegiatan evaluasi
khususnya evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Tanpa menentukan atau merumuskan tujuan-tujuan
terlebih dahulu, maka tidak mungkin dapat menilai sejauhmana pencapaian hasil
belajar siswa. (Ngalim Purwanto: 1994).
Dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI), evaluasi atau penilaian menduduki
urutan kedua dari lima langkah pokok sistem PPSI yang harus ditempuh oleh
seorang guru dalam mengajar. Langkah-langkah pokok tersebut adalah:
1)
Merumuskan Tujuan Intruksional
Khusus
2)
Merumuskan alat evaluasi atau
penilaian
3)
Menetapkan kegiatan belajar dan
materi pelajaran
4)
Merencanakan program kegiatan
5)
Pelaksanaan program
Keberadaan evaluasi pada urutan kedua setelah
merumuskan TIK, mengandung arti bahwa evaluasi dalam pendidikan menduduki
tempat yang penting dalam pembelajaran.
b. Fungsi evaluasi dalam proses
belajar mengajar
Fungsi evaluasi dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan
dari tujuan eveluasi itu sendiri. Dalam batasan tentang evaluasi pendidikan
yang telah dikemukakan diatas tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan adalah
untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat
kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler.
Disamping itu, juga dapat digunakan oleh para guru dan para pengawas pendidikan
untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan pengalaman-pengalaman
mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar yang digunakan. Dengan
demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi dalam
proses belajar mengajar.
Secara lebih jelas, fungsi evaluasi pendidikan dan
pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi sebagai berikut:
1)
Untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan
belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi yang diperoleh salah
satunya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa.
2)
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan program pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri
atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen yang
dimaksud diantaranya, tujuan, materi pelajaran, metode, media dan evaluasi.
3)
Untuk keperluan bimbingan dan
konseling (BK). Hasil-hasil evaluasi dapat dijadikan sumber informasi atau data
bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya.
4)
Untuk keperluan pengembangan
dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Seorang guru yang dinamis
tidak akan begitu saja mengikuti apa yang tertera didalam kurikulum, tapi ia
akan selalu berusaha untuk menentukan dan memilih materi-materi yang sesuai
dengan kondisi siswa dan situasi lingkungan serta perkembangan masyarakat saat
ini.
Parnel mengemukakan bahwa “pengukuran adalah langkah
awal dari pembelajaran. Tanpa pengukuran tidak dapat terjadi penilaian. Tanpa
penilaian tidak akan terjadi umpan balik. Tanpa umpan balik, tidak akan
diperoleh pengetahuan yang baik tentang hasil (prestasi belajar). Tanpa
pengetahuan tentang hasil, tidak dapat terjadi perbaikan yang sistematis dalam
belajar”.
Kutipan diatas menunjukkan bahwa evaluasi merupakan
komponen yang sangat erat berkaitan dengan komponen lain dalam pembelajaran terutama
dengan hasil belajar (prestasi belajar). Dapat dikatakan bahwa evaluasi
haruslah membantu pembelajaran dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sehingga didapatkan hasil belajar yang diinginkan.
c.
Arti penting prestasi
belajar
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk
memberikan pengalaman kepada siswa. Setelah mengalami proses pembelajaran siswa
akan berubah dalam arti bertambah pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan
sikapnya yang kemudian disebut dengan hasil belajar atau prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan unsur yang sangat penting
dalam dunia pendidikan, karena memiliki beberapa fungsi utama, yaitu:
1)
Prestasi belajar sebagai
indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.
2)
Prestasi belajar sebagai
lambang pemuasan rasa ingin tahu.
3)
Prestasi belajar sebagai bahan
informasi dalam inovasi pendidikan.
4)
Prestasi belajar sebagai
indikator intern dan ekstern dari suatu
institusi pendidikan.
5)
Prestasi belajar sebagai
indikator terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik. (Zainal Arifin: 1991).
Jika dilihat dari
beberapa fungsi prestasi belajar tersebut, maka betapa pentingnya kita
mengetahui prestasi belajar siswa baik secara perseorangan maupun kelompok. Di
samping fungsi di atas, prestasi belajar juga berguna sebagai umpan balik bagi
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga dapat menentukan
apakah perlu mengadakan diagnosis, bimbingan atau penempatan siswa.
M. Uzer Usman dalam
bukunya “upaya optimalisasi kegiatan belajar mengajar” mengemukakan bahwa
indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam menyatakan suatu proses
belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah:
1)
Daya serap terhadap bahan
pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual
maupun kelompok.
2)
Perilaku yang digariskan dalam
tujuan pengajaran atau instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa baik
secara individual atau kelompok.
Dari dua indikator di atas, yang banyak dijadikan
sebagai tolok ukur keberhasilan belajar adalah daya serap siswa terhadap
pelajaran. Jadi, prestasi belajar tidak hanya menjadi tolok ukur keberhasilan
belajar saja tetapi juga sebagai keberhasilan pendidikan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar
Berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar disebabkan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Muhibbin
Syah membedakan faktor-faktor tersebut menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Faktor internal (dari dalam
siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2)
Faktor eksternal (faktor dari
luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.
3)
Faktor pendekatan belajar (approach
to learning), yakni jenis upaya belajar siswa
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran. (Muhibbin Syah: 1995)
e. Cara mengukur prestasi belajar
Pembelajaran yang efektif menghendaki digunakannya
alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah
benar-benar tercapai, atau sampai dimana hasil belajar yang diinginkan telah
tercapai. Guru tidak akan dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha
belajar yang dilakukan oleh siswa kalau tidak memiliki alat untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Evaluasi merupakan alat untuk mengukur hasil belajar
yang berfungsi untuk menilai prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa. Ada
dua tehnik dalam mengadakan evaluasi hasil belajar, yaitu tehnik tes dan non
tes. Tehnik tes adalah cara untuk mengadakan pengukuran dan penilaian yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi
siswa tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh
siswa-siswa lain atau nilai standar yang ditetapkan. Sedangkan tehnik non tes
dilakukan dengan mengadakan penilaian atau evaluasi hasil belajar tanpa menguji
siswa, melainkan dengan melakukan pengamatan secara sistematis, melakukan wawancara,
menyebarkan angket dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen. (Anas Sudijono:
2003)
Tehnik non tes ini pada umumnya memegang peranan yang
penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa dari segi ranah sikap (affective
domain) dan ranah ketrampilan (psychomotoric domain), sedangkan
tehnik tes lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dari
segi ranah berpikir (cognitive domain).
DAFTAR PUSTAKA
A.M,
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : C.V.
Rajawali, 1990
Arifin,
H.M., M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 2002)
Azhari,
Akyas. Psikologi Pendidikan, Semarang : Dina Utama Semarang, 1996
Daradjat,
Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara, 2000
Djamarah,
Syaiful Bahri. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Usaha Nasional,
1994
Hanapi,
S. Pd, Kepala SMP Islam Al-fajar, Wawancara Pribadi, Tangerang, 16 Juli 2006
Haryono,
Amirul Hadi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia, 1988
Imran,
Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Pustaka Jaya, 1996
Muhibbinsyah,
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosdakarya,
2002
Nasution,
S. Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Nata,
Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarata : Logos Wacana Ilmu, 1997
Purwanto,
Ngalim. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1998
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 1994
Sabri,
M. Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta : CV. Pedoman
Ilmu Jaya, 2001
______________,
Psikologi Pendidikan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996
______________,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999
Salim,
Peter. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Modern English,
1991
Sardiman
A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : C. V. Rajawali, 1990
Slameto,
Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta, 2003
Soemanto,
Wasty, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta
: Rineka Cipta, 1990
Tadjab,
Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya : Karya Abitama, 1994
Uhbiyati,
Nur, Hj., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Setia, 1998
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 30 Bab IV ayat 2 (nomor 2 tahun 1989),
Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004
Winkel,
WS. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta : PT. Gramedia, 1986.
Yunus,
Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Jakarta :PT. Hidayah Agung