ANALISIS PENYEBAB KONFLIK DAN STRATEGI KPUD DALAM PILKADA 2005 DI KABUPATEN MAPPI PROPINSI PAPUA

INTISARI
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu wujud penting dari penerapan demokrasi di tingkat lokal. Sejumlah partai politik terlibat dalam persaingan praktis memenangkan pasangan calon pemimpin daerah yang diusung. Dalam kenyataan, persaingan ini seringkali tidak sehat dan menimbulkan masalah konflik seputar Pilkada yang berlarut-larut sampai berbulan-bulan. Di Kabupaten Mappi, konflik semacam itu terjadi dalam Pilkada 2005 dan berlangsung 17 bulan sampai Bupati definitif ditetapkan, bukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Mappi, melainkan oleh KPUD provinsi di Jayapura setelah persoalan itu ditangani oleh Mahkamah Agung. Masalah utama konflik itu adalah terjadinya pencoblosan massal melalui perwakilan di Kampung Atti dan Upin, yang dianggap melanggar peraturan Pilkada dan prinsip ‘satu orang satu suara’. Ini menarik, karena masalah Pilkada yang semestinya ditangani oleh KPUD Kabupaten Mappi ternyata harus melibatkan proses hukum yang lebih tinggi pada Pengadilan Tinggi Jayapura dan Mahkamah Agung. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi KPUD Kabupaten Mappi dalam menghadapi konflik Pilkada 2005 supaya dalam Pilkada 2010 kasus tersebut tidak terulang lagi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data primer dan sekunder dipakai untuk menganalisis proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada Pilkada 2005 Kabupaten Mappi, faktor yang mempengaruhi konflik seputar Pilkada tersebut, dan bagaimana strategi KPUD Kabupaten Mappi dalam menghadapi konflik Pilkada 2005. Data itu dikumpulkan melalui informan kunci dengan teknik wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam praktek, KPUD Kabupaten Mappi telah dapat melaksanakan Pilkada 2005 secara serentak pada 28 Juni 2005 di tengah keterbatasan personil, keuangan, dan infrastruktur jalan dan transportasi. Namun, konflik seputar Pilkada 2005 pecah setelah diketahui adanya pencoblosan massal melalui perwakilan di Kampung Atti dan Upin yang dianggap pelanggaran oleh calon bupati yang kalah, Drs. Fabianus Kamkopimu. Kasus ini menjadi awal konflik politik berlarut-larut dengan calon bupati terpilih Drs. Aminadab Jumame, yang melibatkan pemihakan kelembagaan KPUD Kabupaten Mappi kepada calon bupati yang kalah, Drs. Fabianus Kamkopimu, dan proses hukum di Pengadilan Tinggi Jayapura, bahkan di Mahkamah Agung, yang memenangkan calon bupati yang pada awalnya telah menang Drs. Aminadab Jumame. Ada empat faktor yang menyebabkan konflik itu berkembang dan berlarut-larut selama 17 bulan sejak Pilkada, yaitu etnosentrisme daerah di mana muncul asumsi bahwa pemimpin di Kabupaten Mappi harus putra daerah, pencoblosan massal melalui perwakilan, kuatnya kontrol partai politik, dan lemahnya lembaga pelaksana Pilkada. Karena calon bupati terpilih itu berasal dari luar daerah dan model pencoblosan massal itu membuat calon bupati putra daerah tak-terpilih, perpaduan empat faktor tersebut menimbulkan konflik yang amat sulit dipecahkan KPUD Kabupaten Mappi selaku lembaga penyelenggara Pilkada. Dalam menghadapi masalah konflik itu, KPUD Kabupaten Mappi menggunakan strategi: (a) memaksimalkan sosialisasi tatacara pencoblosan; (b) mengutamakan putra daerah tanpa terjebak dalam etnosentrisme daerah; (c) mendesak pemerintah menyediakan infrastruktur pendukung Pilkada; (d) mendorong partai politik menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai aspirasi masyarakat; (e) mempersiapkan Panitia Pengawas Pemilu terdidik; dan (f) membangun mekanisme perlindungan saksi. Penerapan strategi ini diharapkan bisa mencegah terjadinya konflik yang serupa dengan konflik pada Pilkada 2005.
Kata Kunci: Pilkada, Partai Politik, Etnosentrisme Daerah, Pencoblosan Massal melalui Perwakilan, Strategi Pilkada, Komisi Pemilihan Umum Daerah.