Oleh: Nurul
Fitria Kumala Dewi
Abstract
Reading
is a thinking process of understanding a reading material. The purpose of this
study is to find out the effect of reading skill training on reading
comprehension ability of elementary school (ES) students with reading
comprehension difficulties. The measurement of reading comprehension was done
to eight ES students of grade4th divided into experimental and control groups.
The characteristics of subject in the study were students with average and high
average intelligence, academic scores below average and reading comprehension
difficulties. The study used method inspired by the read well program that was
applied using tutoring and repetetion methods, given to small groups, used the
guiding questions, and involving picture media. Hypothesis proposed in the
study was that the reading skill training can improve the reading comprehension
of ES students with reading comprehension difficulties. The design of this
study was untreated control group design
with dependent pretest and post test sample using switching replication. The
analysis with Mann-Whitney U-test showed that reading skill training
significantly improve the reading
comprehension ability of ES students of
grade 4th with reading comprehension
difficulties (z=-2.381, p<0.05 dan z=-2.352, p<0.05) . Result of the measurement
indicates that the reading skill training given for 16 sessions could improve
the reading comprehension.
Keywords:
reading comprehension ability, reading comprehension difficulties, reading
skill Training
PENGANTAR
Membaca,
menulis dan matematika adalah ketrampilan dasar yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh anak sekolah dasar. Anak usia 6 sampai 12 tahun berada pada masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran (Ross,
Marshall dan Scott, 1992). Permasalahan yang sering terjadi pada anak usia
sekolah adalah kurangnya anak menguasai ketrampilan dasar, diantaranya adalah
ketrampilan membaca. Ketrampilan membaca dapat dijadikan indikator keberhasilan
dalam pendidikan. Hal tersebut dikarenakan membaca merupakan alat untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan. Membaca merupakan sebuah jembatan bagi siapa saja
dan dimana saja yang berkeinginan meraih kemajuan dan kesuksesan di dunia
sekolah maupun kerja.
Fakta
yang ditemukan pada kegiatan praktek
kerja profesi bidang psikologi pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) antara
tahun 2001-2009 (Mustika, 2001; Setyowati, 2002; Fitriani, 2003; Hairiyah,
2003; Fitria, 2009; Wulansari, 2009) adalah adanya siswa di kelas 1 sampai
kelas 5 yang mengalami permasalahan membaca. Mereka diantaranya belum lancar
membaca, belum dapat memahami bacaan yang dibacanya dan belum memiliki
kemampuan membaca sesuai dengan usia di tahap perkembangan membacanya. Hal tersebut memberikan dampak
pada performansi akademik yang rendah.
Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dari 3.215 siswa kelas 1 hingga kelas
6 SD di DKI Jakarta, terdapat 16,52% siswa yang dinyatakan sebagai siswa yang
mengalami permasalahan dalam membaca oleh guru (Abdurrahman, 1999). Siswa yang
bermasalah dalam membaca yang termasuk dalam penelitian tersebut antara lain,
siswa yang belum mengenal huruf, belum dapat mengeja kata, belum lancar
membaca, dan belum dapat memahami bacaan. Hasil wawancara pada 4 orang guru
dari 3 SD di kecamatan Ngaglik dan Depok, kabupaten Sleman pada awal tahun 2010
diperoleh data bahwa, dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun terakhir terdapat
siswa yang memiliki permasalahan membaca dengan persentase antara 20% sampai
30% di setiap kelas 1 sampai kelas 4. Rata-rata kesulitan yang dialami
oleh siswa adalah belum mampu mengenal huruf, mengeja kata-kata, belum lancar
membaca sampai belum dapat memahami isi
bacaan yang dibacanya. Hasil penelitian
yang dilakukan Warsono (1998) mengenai profil kemampuan membaca siswa SD kelas
4 dan 5 pada 15 SD Negeri di Jawa Tengah menunjukkan bahwa secara keseluruhan
hasil skor membaca pemahaman siswa termasuk kategori rendah.
Berdasarkan
wawancara dengan 6 guru SD di kecamatan Ngaglik dan Depok, kabupaten Sleman
pada bulan Februari-Maret 2010 terungkap fakta bahwa guru seringkali menganggap
siswa di kelas 1-2 yang mengalami permasalahan membaca, yaitu belum lancar
membaca adalah hal yang wajar. Guru mulai menganggap anak bermasalah pada
tingkat kelas yang lebih tinggi, yaitu kelas 3-5 apabila belum dapat memahami
bacaan yang dibacanya. Menurut guru, hal ini dapat dilihat ketika anak seringkali
gagal dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan isi bacaan dan tidak bisa
mengikuti pelajaran yang memerlukan kemampuan untuk memahami isi pelajaran
tersebut. Hal tersebut turut menghambat kegiatan belajar di dalam kelas, karena
guru harus mengulang-ulang materi, pertanyaan maupun perintah agar anak
memahami materi yang disampaikan guru sehingga berdampak pada hasil akademik
anak menjadi kurang optimal.